Selasa, 16 Juni 2020

Kapan Sebaiknya Hari Jadi Telkom

Secangkir Anggur Merah (20)
By: Nana Suryana

Pengantar: Sebagaimana kita memiliki hari lahir, maka sejatinya setiap Institusi memiliki Hari Jadi. Suatu Hari Jadi, boleh dibilang, sebagai bumbu penyedap organisiasi. Tak hanya dapat dijadikan momentum untuk bersilaturahmi dan bersuka cita seluruh jajaran manajemen dan warga perusahaan. Namun yang justru terpenting guna memperkuat Identitas Perusahaan.

Nah, bagaimana dengan TELKOM? Benarkah tanggal 27 September yang sering kita peringati sebagai Hari Bhakti POSTEL itu sebagai Hari Ulang Tahunnya TELKOM? Masih patutkah tanggal itu diperingati dan dipertahankan? Kalau begitu, yuk, kita telusuri…

Awal kisah dari KR

Bergulirnya wacana perlu dilakukan pencarian Hari Jadi TELKOM itu sesungguhnya mulai terasa pada akhir tahun 2004 silam. Saat itu Dirut Kristiono (KR) mempertanyakan, ”Kapan, sih, sebenarnya Ulang Tahun TELKOM itu?” Semua yang mendengar kelimpungan. Memang, selama ini tidak pernah tahu dan tidak pernah jelas kapan tanggalnya. Melihat situasi saling tatap wajah kebingungan seperti itu, maka secara lisan KR menugaskan pada Corporate Communication c.q. Inrel yang waktu itu dijabat Pan Supandi, untuk segera melakukan penelusuran.

Agar penugasan ini lebih mengikat dan memiliki dasar kuat, maka diterbitkan Nota Dinas DIRUT No. C.TEL 30/PS170/SEK-10/2004 tanggal 22 Oktober 2004 tentang Penugasan sebagai Tim Pengkajian Hari Jadi TELKOM.

Dibentuklah Tim Pengkaji yang diketuai Kabag Inrel, Pan Supandi dan Sekretaris Nana Suryana dibawah tanggung jawab Mundarwiyarso selaku Koordinator Komunikasi Perusahaan. Tim yang dilengkapi beberapa Anggota itu mulai bekerja dengan melakukan penelusuran Hari Jadi TELKOM untuk dipertimbangkan dan ditetapkan dalam Rapat Direksi (RADIR).

Metoda Pengumpulan

Adapun metoda pengumpulan data dan penelitian yang dipergunakan antara lain: Literature Study dari Buku Sejarah Pos dan Telekomunikasi di Indonesia Jilid IV-Masa Demokrasi Terpimpin; Melalui Interview secara tatap muka atau email dengan beberapa orang sesepuh/tokoh telekomunikasi; Melakukan telaahan bersama para Ahli Sejarah; Serta melalui Jajak pendapat Karyawan melalui Email.

Penelusuran dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain: Pertama, melalui pendekatan HISTORIS, yang menyatakan bahwa Hari Jadi TELKOM sebagai suatu perusahaan harus dibedakan dengan Hari Peringatan dari eksistensi telekomunikasi di Indonesia yang sifatnya eventual, baik sebelum maupun setelah revolusi. Kedua, Pendekatan PERSPEKTIF LEGAL & OTORITAS, yakni bahwa Hari jadi TELKOM hendaknya merupakan cermin dari TELKOM sebagai entitas bisnis yang mandiri yang didasarkan pada suatu dasar hukum resmi.

Dan Ketiga, Pendekatan PERSPSEKTIF AKTIVITAS PERUSAHAAN, yang menyatakan bahwa Hari jadi TELKOM sebaiknya disinkronkan dengan siklus sales produk/jasa TELKOM dan dengan siklus pembangunan Citra TELKOM di masyarakatnya.

Hasil jajak pendapat

Dari proses penelitian dan pengumpulan data/opini, diperoleh hal-hal penting sebagai berikut: Pendapat Karyawan, yakni dari jajak pendapat yang diikuti oleh 128 Karyawan melalui email diperoleh hasil pilihan Hari Jadi TELKOM sebagai berikut: Sebanyak 27% responden memilih bahwa Hari Jadi itu sebaiknya Tanggal 23 September 1991 (Hari Perubahan dari Perum ke Perseroan); 19,5% memilih Tanggal 6 Juli 1965 (Tanggal dari PP. No 30/65 tentang pendirian PN.Telekomunikasi); 16,4% memilih Tanggal 27 September 1945 (Tanggal pengalihan Kantor Pusat PTT); Serta 37,1% responden memilih Lain-lain.

Sementara Pendapat Sesepuh/Pinisepuh/mantan pejabat dan saksi sejarah, antara lain terhimpun dari Bpk. Ir.Sukarno Abdurachman, Bpk.Soendjoto BcAT, Bpk.Soeparwi BcTT, Bpk.Daud Surjadi BcTT, kesemuanya sependapat bahwa tanggal 6 Juli 1965 merupakan waktu paling tepat sebagai Hari jadi TELKOM, sebagai tanggal pendirian PN.Telekomunikasi.

Begitu pun menurut Pendapat Pakar Ada 6 (enam) alternatif tanggal sebagai Hari Jadi TELKOM, salah satunya adalah tanggal 6 Juli 1965, adapun sisanya merupakan tanggal-tanggal yang berkaitan dengan eksistensi telekomunikasi di Indonesia (eventual).

Tanggal 27 September, misalnya, yang setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Bhakti Postel oleh semua pegawai di jajaran pos dan telekomunikasi dipandang kurang tepat untuk dijadikan Hari Jadi Telkom. Tanggal ini bertolak dari diambil-alihnya Jawatan PTT dari kekuasaan pemerintahan Jepang oleh putra putri Indonesia yang tergabung dalam Angkatan Muda Pos Telegrap dan Telepon yang disingkat AMPTT pada tanggal 27 September 1945.

Berdasarkan hasil analisa Tim, bahwa Walaupun dari persfektif Legal, sejak 1 Januari 1962 telah berbentuk Perusahaan Negara (berdasarkan PP No.240 tahun 1961), namun dari persfektif otoritas pengelolaan bisnis telekomunikasi saat itu belumlah merupakan entitas yang mandiri. Hal itu dicerminkan antara lain oleh masih digabung dengan Pos & Giro. Selain itu Pengelolaan bisnis telekomunikasi saat itu hanya merupakan salah satu direktorat (disebut Direktur Telekomunikasi dan Direktur Telekomunikasi Muda).

Demikian halnya Susunan Direksi PN.POSTEL berdasarkan SK.Mendapostelpar tanggal 13 Agustus 1964 Nomor U14/11/7: Perusahaan dipimpin oleh seorang Dirjen (DIRJEN POSTEL) yang dibantu oleh tiga Direktur Staf dan tiga Direktur Perusahaan serta dua Dirketur Muda Perusahaan.

Sedangkan Pengelolaan bisnis telekomunikasi merupakan suatu entitas, baru terwujud pada tanggal 6 Juli 1965. Saat itu sebagai Perusahaan Negara Telekomunikasi yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.30 tahun 1965 (Lembaran Negara No.62 dan No.63 tahun 1965). Tepatnya tanggal 6 Juli 1965.

Dari analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa tanggal 6 Juli 1965 merupakan salah satu waktu yang PALING TEPAT untuk dijadikan sebagai Hari jadi TELKOM.

Pada tanggal, bulan dan tahun itu, telah diajukan ke Dirut untuk mendapat penetapan dalam Radir. Namun entah mengapa, ada apa dan bagaimana, waktu itu tidak mendapatkan respon. Bahkan terpending cukup lama. Selentingan kabar, kalau ditetapkan pada tahun itu, usia Telkom tampak masih terlalu muda. Padahal kenyataannya tidak demikian.

Bagaimana dengan tanggal 23 Oktober

Usulan hari jadi Telkom tanggal 6 Juli 1965 terpending. Kemudian ditemukan suatu hari yang sangat bersejarah bagi pertelekomunikasian di republik ini yaitu tanggal 23 Oktober 1856. Alternatif untuk penetapan hari jadi ini mengacu pada pengoperasian layanan jasa telegrap elektromagnetik pertama yang menghubungkan Batavia (Jakarta) dengan Buitenzorg (Bogor) pada tanggal 23 Oktober 1856.

Pertimbangan untuk memilih waktu ini agar eksistensi Telkom sebagai satu-satunya operator telekomunikasi merah-putih tampak lebih dewasa, tua dan sarat pengalaman. Peringatan hari jadi Telkom pun kemudian digelar pada tanggal ini, Yakni, dilakukan pada tahun 2009 silam sebagai hari jadi yang ke-153.

Peringat Hari Jadi Telkom waktu itu bersamaan dengan pelaksanaan rangkaian transformasi perusahaan. Mulai dari perubahan logo, terutama guna memenuhi keinginan stakeholders, agar Telkom melakukan perubahan secara mendasar. Agar Telkom mampu menampilkan sesuatu yang baru. Tidak hanya mengganti corporate identity (logo) saja. Namun yang terpenting adalah Telkom saat itu mendeklarasikan sebuah perubahan business portofolio dari Infocomm ke TIME sebagai satu-satunya operator TIME di Indonesia.

Perubahan pada tubuh Telkom terus bergulir. Dimulai dengan positioning baru, value baru, taqline baru, corporate identity baru serta culture baru. Harapannya, citra baru Telkom ini mampu meningkatkan ekspektasi stakeholder pada Telkom.

Salah satu stakeholders, yakni kastamer, tentu saja ingin mendapatkan dan merasakan sebuah layanan yang berbeda dari sebelumnya. Layanan yang lebih baik dari operator manapun yang pernah mereka kenal dan rasakan. Sebuah layanan yang akan membangkitkan gairah baru dan experience baru yang benar-benar memorable. Menuju Telkom dengan Era Baru, Bercitra Baru, dan tentu saja saat itu dimulai dengan tag-line baru: the world in your hand. Dunia dalam genggaman tangan anda...

Jadikan momentum bagi pensiunan

Peringatan hari jadi perusahaan sepantasnya untuk dirayakan. Namun situasi dan kondisi perusahaan dan sosial masyarakat, maka perayaan itu cukup dilakukan secara sederhana, namun khidmat. Terpenting justru bagaimana momentum ini dapat dijadikan peningkatan kesejahteraan bagi para pensiunan, terutama pensiunan pra 2002.

Alangkah indahnya jika setiap peringatan hari jadi ada tambahan MP bagi para pensiunan, yang notabene tak pernah meningkat seumur-umur. Jadi dalam setahun mereka bisa menerima dua kali TMP, yakni pada saat jelang Idul Fitri dan hari jadi. Direksi cq Manajemen jangan terlalu pelit untuk tujuan yang sangat mulia ini. Dengan melibatkan Dapen, P2Tel dan Sekar, bisa mulai merintisnya untuk hari jadi oktober mendatang. Semoga harapan ini menjadi kenyataan...//**nana suryana

Senin, 15 Juni 2020

Perubahan...Bulshit??

Secangkir Anggur Merah (Edisi-4)

by: Nana Suryana

Kita harus berubah! Ya, ucapan bernada instruksi ini kerap dilontarkan para CEO atau para pejabat perusahaan. Sampai-sampai ucapan itu menjadi terasa klise. Bulshit, modus atau Omdo, kata orang sekarang. Bahkan ada yang protes: ”Sekarang zamannya role model bung! Sebelum memberi instruksi lakukan dulu perubahan diri sendiri.”

Mengapa, tekanan bernada perintah kepada akar rumput itu bisa berbuah apatisme? Karena melakukan perubahan, dirasakan kurang enak alias gak nyaman. Itulah sebabnya tidak banyak orang yang menyukai perubahan.

Untuk berubah ke arah yang lebih baik, biasanya memang tidak gratis. Ada harga yang harus dibayar. Ada pengorbanan yang harus diganjar! Boleh dalam bentuk pengendalian sikap, prilaku, manajemen waktu, sampai pada tuntutan untuk fokus. Terkadang turut mengimbas pula pada pengorbanan keluarga. Diburu dan dikejar target hingga harus pulang larut malam.

Memang yang paling gerah adalah mengubah attitude. Betapa tidak, selama ini mungkin kita sangat suka dan terlanjur nyaman dengan sikap yang dimiliki. Apalagi jika telah terlanjur terbuai zona nyaman. Ucapan seperti "EGP", "mana ada urus" atau "bukan urusan saya" telah menjadi kalimat sanggah yang paling diandalkan. Sampai-sampai, harus memvonis orang lain agar rela untuk menerima sikap dirinya yang semau gue.

Lalu bagaimana jika tiba-tiba diminta untuk melakukan perubahan sikap dari yang selama ini sangat nyaman? Mungkin siapa pun akan mulai berpikir dan mencari alasan pengingkaran. Boleh jadi akan keluar kalimat argumentatif, seperti ini: “Untuk apa sih gue ini harus kerja gini-gini amat! kaki dibikin kepala, kepala dibikin kaki (maksudnya kerja sampai jungkir balik, red.), padahal gaji gue dengan si polan yang gebleknya ga kira2 tak ada bedanya!!”

Kalau selama ini kita tergolong orang cuwek bebek yang senang dilayani, lalu diajarkan untuk berubah menjadi orang yang suka melayani, sudah tentu, pastilah ini tidak mudah. Bisa saja terjadi banyak pergolakan batin. Bermunculan keluhan atas kesulitan hingga terjadi tekanan emosi yang menghimpit.

Contohnya, tengoklah kondisi para karyawan beberapa waktu lalu banyak yang mengeluh sampai keinginan untuk dikabulkan pensiun dininya (pendi). Mengapa? karena tak tahan sewaktu ditantang harus berjualan produk sesuai target selangit dengan pelayanan prima kepada calon pelanggan.

Namun apapun alasannya, siapapun kita termasuk para pensiunan, mendapat tuntutan untuk berubah. Perubahan harus sudah dimulai dan harus terus berjalan. "With or without you," kata seorang Senior Leader yang idealis.

Memang sepertinya kita tak punya pilihan lain. Option-nya hanya satu,: “We must change!” Kita harus berubah. Terpaksa atau dipaksa harus berubah. Siapapun kita itu, dimanapun kita berada, di level apapun tanggungjawab kita. Semua harus berubah! Mengapa? Karena situasi dan kondisi kehidupan di alam Pandemik Covid-19 saat ini yang semakin memaksa untuk berubah.

Lantas mengapa perubahan telah menjadi sesuatu yang amat penting? Sebab, itulah resep orang-orang sukses di jagad raya ini. Karena mereka berani berubah. Mereka bersedia keluar dari zona nyaman (comfort zone). Apapun kondisinya, baik itu kekurangan diri, kelemahan diri, keterbatasan sarana dan prasarana, sesungguhnya tak bisa dibilang sebagai kendala.

Karena perubahan, Julius Caesar, si penderita epilepsy, berhasil menjadi seorang jenderal lalu menjadi kaisar. Napoleon, yang terlahir dari keluarga melarat, juga berhasil menjadi jenderal. Bethoven menghasilkan lagu terbaiknya justru setelah telinganya tuli total. Charles Dickens terkenal menjadi penulis novelis Inggris terbesar dari keluarga miskin dengan kaki pincang. Atau Milton yang menggubah sajak-sajaknya yang terindah sepanjang masa setelah ia menjadi buta.

Orang-orang itu, sungguh, telah sanggup mengubah kekalahan menjadi kemenangan. Kekurangan menjadi prestasi. Hambatan dijadikan peluang. Kini yakinlah bahwa keunggulan, kemenangan, keberhasilan dan kejayaan adalah fungsi garis lurus dari kemauan, kemampuan dan keberanian untuk berubah.

Menurut para psikolog bahwa keberanian adalah 50% dari kesuksesan. Sementara kemauan merupakan 50% menjadi kemampuan. Namun sialnya, banyak dari kita yang mampu tapi tidak mau. Banyak yang mau tapi tidak mampu. Dan banyak yang mampu dan mau tapi tidak berani.

Inikah yang disebut demotivasi? Yang lebih suka bersiul di kursi goyang seraya mereguk secangkir kopi? Atau berongkang kaki bersama kepulan asap sebatang rokok? Atau duduk merenung nostalgia di masa jaya? Atau malah telah kehilangan jati diri?

Ah, sepertinya memang kita harus berubah. Berubah untuk berbuat sesuatu yang lebih bermakna. Berubah untuk berrbuat sesuatu yang lebih bermanfaat bagi keluarga dan orang lain. Berubah agar lebih lebih bernilai ibadah untuk bekal akhirat kelak...

Yuk, akh, kita gapai misi hidup kita "Mati masuk surga bersama ridhoNya"...!! (N425)

Minggu, 14 Juni 2020

Quo Vadis Telkom, Pasca Disentil Erick THohir

(Telkom Landmark Tower Jakarta)
by: Nana Suryana

Selama ini Telkom dikenal sebagai BUMN papan atas. Bahkan dengan segenap kebanggaan kerap didaulat sebagai BUMN Merah Putih pemberi deviden terbesar pada negara. Tak ayal, Citra Telkom membumbung ke angkasa. Para pencari kerja di republik ini menempatkan Telkom sebagai pilihan pertama sebagai tempat bekerja.

Namun seiring waktu dan perkembangannya, bisnis Telkom terus melesak dihajar lingkungan bisnis yang semakin kompetitif. Tentu saja termasuk efek kemajuan teknologi yang mengalir deras tanpa batas. Pada gilirannya bisnis Telkom mulai terpuruk. Dan hanya bisa mengandalkan dari revenue salah satu anak perusahaannya, Telkomsel.

Kondisi bisnis Telkom yang semakin menukik itu terasa berbau menyengat. Pada gilirannya tercium Menteri Badan Usaha Milik Negara, Erick Thohir (ET). Sentilan pertama ET, ia merasa kesal dan tak sudi melihat bisnis Telkom begini-begini saja. Apalagi pada era disrupsi bisnis seperti sekarang, ia meminta Telkom berinovasi lewat pengembangan teknologi kekinian.

Waduh, kesongongan apa yang telah diumbar Meneg BUMN pada Kabinet Kerja ini. Karuan saja jajaran direksi, para mantan petinggi Telkom, para petinggi Sekar sampai pada jajaran Manajemen Telkom terasa panas dingin, kalau tak mau dibilang meriang.

“Wah, jangan-jangan beneran Telkom mau dibubarin nih,” demikian letupan suara sumbang yang terdengar santer di pertengahan Pebruari silam.

Memang benar, ET tak berniat mendiskreditkan Telkom. Apalagi Telkom dikenal sebagai jagonya teknologi. Dalam angan dan pikiran bisnisnya: Ya, inovasi Telkom harus dipacu dong. Sektor teknologi gak boleh dilupakan dalam rencana pengembangan bisnis BUMN.

Untuk itu, Telkom sejatinya segera berbenah diri dalam mengembangkan bisnisnya.
ET pun berangan-angan agar Telkom segera bermetamorfosis. Tinggalkan cara lama dan sudah sejatinya masuk pada cara baru sesuai tuntutan jaman. Lebih ke profit oriented dan lebih menjanjikan. Apalagi kalau Telkom malah an-sich menjadi penonton, ditengah hiruk-pikuk bisnis cloud dan big data yang kini digarap asing. Padahal Telkom, kan, memiliki kekuatan jaringan dan database yang besar.

Sayang sekali, tutur ET, jika database atau jaringan ini diambil asing. Padahal yang selalu bicarakan database ini adalah the new oil . Karena melalui big data kita bisa memprediksi apa yang akan dikehendaki dan dibeli orang.
Sentilan yang dirasakan cukup perih itu, ketika ET menyinggung Telkom yang justru mengandalkan keuntungan dari anak usahanya yakni, Telkomsel.

Menurut Erick, industri telekomunikasi sudah jauh berubah dengan tidak sekadar menjual layanan pesan suara, melainkan juga data. Dengan infrastruktur yang dimiliki, Telkom seharusnya bisa mengembangkan bisnisnya lebih masif.

Coba saja, sentil Erick, pendapatan Telkomsel digabung ke Telkom hampir 70 persen. Ya, mendingan enggak usah ada Telkom. Mendingan punya Telkomsel saja yang langsung dimiliki Kementerian BUMN. Devidennya lebih jelas.

Pernyataan ET itu mengindikasikan, bukankah sebaiknya Telkom dibubarkan saja. Wow, kritikan yang sangat menyengat, kalau tak mau dibilang bagai menampar wajah jajaran Manajemen Telkom. Apalagi ketika Erick meminta Telkom melirik peluang bisnis baru, contohnya cloud computing.

Erick mengaku sempat terpaksa menggunakan layanan cloud dari Alibaba yakni Alicloud saat Asian Games 2018 lantaran tak ada BUMN yang mampu memenuhinya. Erick saat itu sangat prihatin. Mengapa peluang ini bisa lepas dari Telkom.

Kita mau Telkom ke depan berubah ke arah database, big data, cloud, masa cloud saja dipegang Alicloude (Alibaba). Kan, gak lucu. Bigdata dan cloud bisa menjadi sebuah bisnis yang lebih menjanjikan bagi Telkom. Jangan malah diambil asing.

Respon Telkom

Lantas quo vadis Telkom? Mau kemana Telkom pasca disentil ET? Dirut Telkom, Ririek Adriansyah, memang lumayan gerah mendapat sentilan ET. Namun kepiawaiannya dalam mengelola krisis, rupanya beliau sikapi dengan tangan dingin. Ia menanggapi kritik dan sentilan Erick terhadap perusahaan yang dipimpinnya dengan positive thinking. “Tujuannya pak Menteri sangat baik” tandasnya. Ia menilai, pak menteri mengharapkan Telkom lebih cepat bertransformasi.

“Beliau ingin Telkom bertransformasi ke depan,” ujar Ririek. Padahal, sesungguhnya kita sudah punya rencana itu. Tapi rupanya beliau ingin lebih cepat lagi. Tak mengapa.
Telkom, tambah Ririek, juga berkomitmen untuk melakukan transformasi bisnis sekaligus berinovasi untuk mengembangkan bisnis di Indonesia. Walaupun kalau untuk masuk ke sector cloud computing masih belum saatnya dimulai. Namun dapat dipastikan segera meluncur.

Fokus pengembangan bisnis Telkom saat ini, kata mantan Dirut Telkomsel ini, adalah memodernisasi jaringan telekomunikasi dengan menggunakan teknologi 100 persen berbasis fiber optik di kota dan kabupaten seluruh Indonesia. Ini sangat urgent, terutama guna mempersiapkan layanan 5G.

Program modernisasi itu dikenal dengan istilah Modern Broadband City. Ini adalah komitmen Telkom untuk meningkatkan kualitas layanan Information & Communication Technology (ICT) bagi masyarakat guna mempercepat terwujudnya digitalisasi Indonesia.

Pada era digital saat ini, tergelarnya infrastruktur 100 persen fiber optik itu diharapkan dapat menjawab kebutuhan masyarakat terhadap layanan broadband berkualitas. Ini menjadi landasan penting dalam penyediaan layanan digital baik digital platform maupun services, yang dapat diakses melalui jaringan fixed broadband maupun seluler berkecepatan tinggi 3G/4G. Sekaligus juga menjadi langkah penting TelkomGroup dalam mempersiapkan hadirnya layanan 5G.

ET Minta Maaf

Setelah dilakukan sowan Dirut Telkom ke Meneg BUMN, barulah kisruh bernada sentilan itu mulai mencair. ET dan Ririek, sesungguhnya memiliki konsep sama terkait pengembangan Telkom ke depan.. Erick mengatakan, Telkom dipastikan bakal moving. Akan segera bergeser ke bisnis cloud dan big data. Dan di-iya-kan oleh Ririek.

Erick pun meminta maaf karena sebelumnya menyinggung Telkom yang hanya mengandalkan dividen anak usahanya,Telkomsel.

Dalih ET, sebenarnya diniatkan untuk memastikan bahwa dividen Telkomsel digunakan dengan sebaik-baiknya.
"Saya mohon maaf, kalau bicara kurang baik tentang Telkom. Sebelumnya, saya sudah duduk bersama Dirut Telkom, Pak Ririek, jauh-jauh hari. Beliau ini, bekas Dirut Telkomsel. Jadi tahu persis dividen Telkomsel yang masuk ke Telkom, dipastikan benar-benar dipergunakan sebaik-baiknya. Dan saya juga pastikan Telkom punya dividen yang baik," katanya dalam acara Economic Outlook 2020 yang diselenggarakan CNBC Indonesia di Ritz Carlton, Pacific Place, Jakarta, Rabu (26/2/20).***//nas

Sabtu, 13 Juni 2020

Tak Sudi Menerima Kegagalan

*) Secangkir Anggur Merah (edisi-3)

by: Nana Suryana

Kalau kita mau jujur dan masih dalam koridor waras alias sehat lahir batin, kita pasti tak sudi menerima kegagalan.

Mengapa? Karena kegagalan adalah sesuatu yang tidak mengenakan. Tidak nyaman. Bahkan mungkin akan terasa menyakitkan. Oleh karena itu dengan sekuat urat dan tenaga, kita pasti akan berupaya untuk mengusir kegagalan dari kehidupan kita.

Namun demikian, kegagalan rupanya sudah terlanjur akrab dalam setiap denyut nadi kita. Kegagalan telah menjadi bagian dari hidup kita. Tak ada manusia di jagat raya ini yang belum pernah mengalami kegagalan. Sebagai seorang pegawai, misalnya, tentu pernah merasakan adanya target yang tidak tercapai. Banyak sasaran yang melenceng dari target. Atau kegagalan menghadapi kehidupan lainnya, misalnya cinta kasih yang tak sampai ke pelaminan. Akhirnya yang namanya sukses menjadi harapan tinggal fatamorgana. Dalam istilah yang menyentil dikatakan juga sebagai "gigit jari."

Lantas mengapa kita harus mengalami kegagalan? Atau mengapa kita tak ramah dengan sukses, malah lebih suka bersua dengan wajah kekecewaan? Apakah kegagalan sebuah realitas hidup yang wajib dan mutlak keberadaannya. Lantas mengapa sebuah kegagalan harus disikapi dengan bijak?

Tapi, ah, rupanya kegagalan tak harus terjadi dalam semalam. Sukses pun tak lantas tercapai dalam sehari. Kedua tesis di atas sangat sederhana namun cukup teruji kebenarannya. Keberhasilan yang sesungguhnya adalah kemampuan kita untuk mengambil langkah-langkah kecil guna menggapai hasil yang besar. Dan sebuah kegagalan sebenarnya adalah ketidakmampuan menghindari hal-hal kecil. Hingga ia menumpuk sedemikian besar dan tak terelakan lagi.

Mari kita ambil sebuah contoh kasus gagal jantung. Sesungguhnya serangan jantung tidak datang dengan tiba-tiba, tetapi bertahun-tahun bahkan memakan waktu puluhan tahun. Penyakit jantung mungkin telah tertimbun sejak mulai merokok, serta pola makan yang tidak sehat atau tidak seimbang. Bisa pula akibat kondisi stress dan malas berolahraga. Akibatnya sedikit demi sedikit pembuluh darah semakin menyempit. Dampak lanjutannya cukup serius, terjadi kegagalan jantung. Kini yakin lah seperti yang dikatakan para dokter jantung bahwa kegagalan jantung itu sesungguhnya terjadi secara bertahap. Secuil demi secuil.

Demikian halnya tentang sebuah keberhasilan. Ia pun sesungguhnya berlangsung dengan modus yang sama. Sedikit demi sedikit ditumpuk secara intens sehingga kesuksesan itu lama kelamaan menjadi numpuk. Bahkan semakin besar dengan menghasilkan buah manis dan ranum.

Contoh yang agak teoritis demikian. Jika seseorang mempelajari lima kata bahasa Inggris per hari maka dalam setahun dia akan memiliki hampir dua ribu kosa kata dan dalam lima tahun pasti bisa menguasai sepuluh ribu kosa kata. Tetapi berapa banyak kah orang yang sanggup melakukannya? Tentu tak banyak, termasuk para mahasiswa dan kaum sarjana serta tentu saja penulis sendiri. Sehingga kalau ada pertanyaan, berapakah lulusan perguruan tinggi yang mampu berbahasa Inggris dengan lancar? Tentu saja tidak banyak. Mengapa? Karena mereka gagal membunuh kemalasan hingga tak sudi menghafal lima kata Inggris per hari. Persis seperti yang dialami penulis.

Ada beberapa rahasia kegagalan yang bisa menjadi bahan renungan kita. Diantaranya adalah gagal mengucapkan terima kasih. Gagal minta maaf. Gagal memberi perhatian pada seorang staff. Gagal meningkatkan kesejahteraan karyawan. Gagal megurus organisasi. Gagal bertekun saat bekerja. Gagal berolahraga setengah jam per hari. Gagal membawa mobil ke bengkel untuk service rutin. Gagal menabung 5% dari penghasilan per bulan. Gagal menutup mulut dari ucapan tak bermutu. Gagal mendirikan sholat tepat waktu. Gagal berlaku jujur dengan vendor. Gagal melakukan transformasi, Gagal mendidik keluarga. Dan yang paling parah adalah gagal tersenyum alias cemberut seumur-umur.

Serta tentu saja masih ada ribuan kegagalan lainnya yang ujung-ujungnya bisa gagal ginjal dan gagal jantung sampai pada gagal bernafas sehingga gagal hidup lebih lama. Yang paling repot dan justru paling dikhawatirkan adalah gagal masuk surga. Alaaa Maaakkk...! (N425) ).

Jumat, 12 Juni 2020

Aku tak bisa memberimu segelas beras

Kisah Inspiratif

Suatu ketika mobil pengangkut beras tiba di sebuah toko. Oang-orangpun datang berebut untuk membelinya. Terjadilah antrian panjang di toko pedagang beras.

Tibalah giliran seorang wanita tua miskin. Dengan tangan gemetar ia menyodorkan gelas plastik yang dibawanya kepada si penjual beras.

Wanita tua itu berkata : "aku tidak mampu membeli berasmu, sudikah engkau bersedekah untukku dengan segelas beras saja.?"

Dengan suara keras, penjual beras itu berkata: "Tidak, aku tidak bisa memberimu segelas beras!!."

Tetapi kemudian penjual beras itu menyuruh pembantunya untuk membawa sekarung beras dan mengantarkannya ke rumah wanita tua itu. Wanita tua tersebut menerimanya dengan mata berkaca-kaca. Ia tidak percaya dengan apa yang telah terjadi. Air mata bahagia mengalir deras di pipi keriputnya.

Seorang pembeli yang tadinya antri di belakang wanita tua bertanya pada si penjual beras: "Pak, bukankah yang diminta wanita tua itu hanya segelas beras? Mengapa bapak memberinya sekarung beras?

Dengan lembut, penjual beras berkata ..
"Itu karena dia meminta sesuai dengan KEBUTUHANNYA, sedangkan aku memberi sesuai KEMAMPUANKU... aku melakukan itu karena begitu pula yang ALLAH lakukan kepadaku selama ini... Setiap kali aku MEMINTA kepadaNYA apa yang kuinginkan, Ia selalu MEMBERIKU berdasarkan KUASA-NYA.."*

"Dan pemberian-NYA bukan hanya sekedar cukup, melainkan SELALU LEBIH dari cukup... ALLAH memberi apa yang aku BUTUHKAN, LEBIH dari sekedar apa yang aku INGINKAN.."*

Bersyukurlah atas nikmat² yang Allah Shubhana Wa Ta'ala berikan karena siapa saja yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah Shubahanhu Wa Ta'ala, pasti akan Allah tambahkan nikmatnya.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]: 7)

Semoga kita termasuk kedalam orang2 yg pandai bersyukur...Aamiin Ya'robbal'aalamiin. ***//

Kamis, 11 Juni 2020

Memuji bersholawat kepada Rasulullah, Lidah dipotong

اللهم صل وسلم عدد من احب النبى والصديق على سيدنا محمد افضل من يدعو الى الحق صلاة وسلاما ننال بهما حسن الرفيق وامان الطريق والفرج من كل شدة وضيق وعلى اله وصحبه ومن بالنبى تعلق

Kisah ini terjadi di masa lalu. Seorang penyair hebat dan sangat terkenal, Syaikh Farazdaq, selalu asyik memuji Rosululloh ﷺ. 

Setiap beliau melaksanakan ibadah haji, beliau berziarah ke makam Rosululloh ﷺ dan membaca syair-syair pujian kepada Rasulullah Shallallahu Allaihi Wassalam. Ketika itu ada seseorang yang mendengarkan qosidah atay syair-syair pujian yang dilantunkannya.

Setelah selesai membaca qosidah, orang itu menemui Syaikh Farazdaq dan mengajak beliau untuk makan siang ke rumahnya.

Beliau pun menerima ajakan orang tersebut dan setelah berjalan jauh hingga keluar dari Madinah al-Munawwaroh sampailah keduanya di rumah yang dituju.

Sesampainya di dalam rumah, orang tersebut memegangi Syaikh Farazdaq dan berkata : “Sungguh aku sangat membenci orang-orang yang memuji-muji Muhammad ﷺ, dan kubawa engkau ke sini untuk ku gunting lidahmu!.”

Maka orang itu menarik lidah beliau lalu mengguntingnya dan berkata :
“Ambillah potongan lidahmu ini dan pergilah untuk kembali memuji Muhammad!ﷺ.”

Syaikh Farazdaq pun menangis karena rasa sakit dan juga sedih tidak boleh lagi membaca syair untuk Sayyidina Muhammad ﷺ.

Kemudian beliau datang ke makam Rosululloh ﷺ seraya berdoa :

“Ya Alloh ﷻ jika penghuni makam ini tidak suka atas pujian-pujian yang aku lantunkan untuknya, maka biarkan aku tidak lagi boleh berkata-kata seumur hidupku, karena aku tidak memerlukan lidah ini kecuali hanya untuk memujiMu dan memuji NabiMu. Namun jika Engkau dan NabiMu ridho, maka kembalikanlah lidahku ini ke mulutku seperti semula.”

Beliau terus menangis hingga tertidur dan bermimpi berjumpa dengan Rosululloh ﷺ yang berkata :
“Aku suka mendengar pujian-pujianmu, berikanlah potongan lidahmu.”

Lalu Rosululloh ﷺ mengambil potongan lidah itu dan mengembalikannya pada tempatnya semula.

Ketika Syaikh Farazdaq terbangun dari tidurnya beliau mendapati lidahnya telah kembali seperti sediakala, maka beliaupun bertambah dahsyat memuji Rosululloh ﷺ

Hingga di tahun selanjutnya beliau datang lagi menziarahi Rosululloh ﷺ dan kembali membaca pujian-pujian untuk Rosululloh ﷺ
Dan di saat itu datanglah seorang yang masih muda dan gagah serta berwajah cerah menemui beliau dan mengajak beliau untuk makan siang di rumahnya.

Beliau teringat kejadian tahun yang lalu namun beliau tetap menerima ajakan tersebut sehingga beliau dibawa ke rumah anak muda itu

Sesampainya di rumah anak muda itu, beliau dapati rumah itu adalah rumah yang dulu pernah beliau datangi lalu lidah beliau dipotong
Anak muda itu pun meminta beliau untuk masuk yang akhirnya beliau pun masuk ke dalam rumah itu hingga mendapati sebuah kurungan besar terbuat dari besi dan di dalamnya ada seekor kera yang sangat besar dan kelihatan sangat ganas, maka anak muda itu berkata :

“Engkau lihat kera besar yang ada di dalam kandang itu, dia adalah ayahku yang dahulu telah menggunting lidahmu, maka keesokan harinya Alloh mengubahnya menjadi seekor kera.”

Dan hal yang seperti ini telah terjadi pada ummat terdahulu, sebagaimana firman Alloh ﷻ :

فَلَمَّا عَتَوْا عَنْ مَا نُهُوا عَنْهُ قُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ ( الأعراف : ١٦٦)

“Maka setelah mereka bersikap sombong terhadap segala apa yang dilarang, Kami katakan kepada mereka: “Jadilah kalian kera yang hina." (QS. al-A’raf ayat 166)

Kemudian anak muda itu berkata : “Jika ayahku tidak boleh sembuh, maka lebih baik Alloh matikan saja.”

Maka Syaikh Farazdaq berdoa : “Ya Alloh ﷻ aku telah memaafkan orang itu dan tidak ada lagi dendam dan rasa benci kepadanya.”

Dan seketika itu pun Alloh ﷻ mematikan kera itu dan mengembalikannya pada wujud yang semula

Dari kejadian ini jelaslah bahwa  Allah ﷻ sangat mencintai orang-orang yang suka memuji Nabi Muhammad ﷺ . .
Terlebih lagi  pujian kepada Nabi Muhammad ﷺ itu disebabkan oleh rasa cinta yang sangat mendalam...

اللهم صل علی روح سيدنا محمد فی الأرواح وعلی جسده فی الأجساد وعلی قبره فی القبور وعلی اله وصحبه وسلم



Selasa, 09 Juni 2020

Mana itu spiritual marketing Indihome

*) Secangkir Anggur Merah (Edisi-1)By: Nana Suryana

Pendekatan spiritual tampaknya telah merambah ke setiap denyut sendi kehidupan. Aktivitas spiritual, dalam persepsi masyarakat biasanya diarahkan dalam konteks relijius atau keberagamaan atau untuk membangun komunikasi vertikal dengan Sang Khaliq, Allah Shubhanahu Wa Ta”ala, Tuhan Yang Maha Kuasa.

Namun itu jaman kuda gigit besi. Dunia marketing kini sudah semakin maju bung! Kini dikenal istilah baru dengan nama spiritual marketing atau spiritual branding. Wah, istilah ini memang keren ya. Malah kini semakin populer dan diterapkan di lingkungan perusahaan. Misalnya, dalam upaya meningkatkan keterbukaan, kejujuran, kesantunan dan nilai-nilai moral baik lainnya.

Menurut suhu Marketing, Hermawan Kartadjaya, pendekatan spiritual dapat berguna dalam membangun brand. Diyakini tidak hanya sanggup mendongkrak profit, Namun lebih dari itu mampu menebarkan value yang menjamin kelanggengan merek. Bahkan sanggup membentuk diferensiasi yang tak tertandingi. Lalu dimana sesungguhnya efek luar biasanya?

Kisah Pilu Indihome

Apa yang terjadi dengan produk andalan Telkom saat ini, IndiHome? Produk ini, kini tengah berduka. Itu terjadi lantaran dihujani keluhan dari pengguna mereka di berbagai media sosial, terutama Twitter. Banyak pengguna yang mengeluhkan jaringan IndiHome yang sering bermasalah saat work from home (WFH) di tengah pandemic Covid-19.

Apalagi pemerintah telah menerapkan sistem belajar secara online dan bekerja dari rumah, sehingga mengharuskan pengguna memanfaatkan jaringan internet, khususnya Wifi, yang lebih sering dibanding biasanya.

Pada akun @HisyamMhp, misalnya, ia mencuitkan sudah tiga kali jaringan IndiHome terputus saat ia melakukan rapat online bersama rekan kerja. Ia mengatakan kalau sudah empat kali mengajukan komplain dan telah mengikuti instruksi yang diminta pihak IndiHome, tetapi tetap tidak ada perubahan.

Padahal di masa-masa saat ini, masa WFH, hampir segala urusan pekerjaan bergantung sama koneksi internet. Terus kalau koneksi sering macet seperti itu bagaimana? Apalagi saat anteng-antengnya meeting, eh sudah tiga kali koneksi terputus,

Lain lagi kisah pilu di beberapa Apartemen, seperti di Apartemen Kalibata City dan Apartemen Green Pramuka, para pengguna internet lebih memilih GIG Indosat ketimbang IndiHome. Pertimbangnnya, GIG Indosat jaringannya lebih stabil, pelayannya sangat baik dengan harga yang lebih bersahabat. Sementara IndiHome sebaliknya.

Sentuhan Compassion

Keluhan-keluhan pengguna Indihome yang ditumpahkan di media sosial, mestinya dapat segera diselesaikan secara baik. Pemilik merek, Telkom, mestinya tidak sekadar harus memberikan jaminan kepuasan atau hanya mengincar an-sich profitabilitas, melainkan juga harus lah memiliki compassion. Misalnya dengan menunjukkan rasa kasih sayang, rasa iba, dan rasa peduli dalam mengatasi keluhan-keluhan yang terjadi. Baik dari sisi pelayanan, harga dan pendekatan-pendekatan yang lebih menyentuh qolbu.

Menurut Hermawan bahwa pemasaran tidak hanya dalam pengertian the meaning of marketing, melainkan juga dalam pengertian marketing of the meaning. Yang berarti adanya tuntutan agar dunia pemasaran menunjukkan nilainya. Bahwasanya pemasaran tidak hanya produk dengan manfaat fungsional ataupun manfaat emosional, melainkan mesti pula menonjolkan manfaat spiritual.

Tentu saja bahwa maksud sang suhu, bahwa pendekatan untuk merespon setiap keluhan pengguna produk wajib dilakukan dengan berbasis pada nilai spiritual (jujur, terbuka, santun, dll). Dengan mendasarkan pada nilai-nilai (spiritual), dapat dipastikan akan mendapatkan hasil yang berbeda.
Contoh penerapan spiritual branding seperti yang diterapkan Grameen Bank, yang secara konsisten telah menanamkan nilai kemanusiaan kepada nasabahnya. Begitupun The Body Shop, melalui pemberdayaan para petani lemah sebagai pemasok. Serta Story TBS yang telah sukses mengkampanyekan untuk tidak melukai binatang. Ternyata semuanya telah berhasil mendapat tempat di hati masyarakat dan kastamernya dengan meraih nilai di atas rata-rata.

Lantas mengapa Indihome tidak memanfaatkan momentum Pandemi Covid-19? Padahal momentum ini sangat ideal dalam mengaplikasikan spiritual marketing. Misalnya, bisa bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) atau Tim Penanggulan Covid-19.

Produk-produk yang bernilai spiritual, seperti yang mereka lakukan, terbukti memiliki reputasi tinggi dengan daya saing (diferensiasi) yang sulit tertandingi. Tidak seperti umumnya produk lain yang hanya didorong dan menawarkan added value (nilai lebih) saja. Tapi pendekatan spiritual, telah berhasil mengantarkan merk/produknya dari value menjadi values.

Dengan demikian jika proses kerjanya sudah menggunakan nilai spiritual, maka produk atau jasa yang dihasilkannya pun dengan sendirinya mengandung nilai spiritual. Inilah yang disebutnya sebagai spiritual marketing. Sama halnya dengan konsep VBM (Salah satu buku Hermawan K), bagaimana marketer menyampaikan value dengan values. Sehingga produk/jasa yang dihasilkannya memperlihatkan compassion, mengunggulkan hasrat, mengincar keberlanjutan, dan terlihat sangat berbeda dari produk lain.

Nah, kini bagaimana dengan branding dari berbagai produk Telkom, sudahkah bernuansakan atau membawakan nilai-nilai spiritual? Memang tak mudah untuk menciptakan sebuah brand yang bernilai spiritual. Diperlukan pemahaman dan pemilihan isu yang benar-benar sangat menyentuh nilai kemanusiaan. Diperlukan suatu rancangan atau sebuah Story yang mengacu pada value kemanusiaan kastamer kita.

Beberapa waktu lalu ada kegiatan marketing yang mendompleng pada kegiatan olahraga, seperti Speedy Tour d'Indonesia pada balap sepeda atau Garuda Speedy pada olahraga bola basket. Masih lumayan ada kegiatan seperti ini. Namun sekarang nyaris tak ada kegiatan serupa. Sepi.

Walau sebetulnya masih banyak bidang atau isu lain yang lebih menyentuh. Misalnya, dengan mengangkat isu mengenai polusi udara, narkoba dan aids, pramuka atau lewat seni budaya. Dan yang paling ideal saat ini adalah dengan memanfaatkan sikon Pandemik Covid-19. Bagaimana? Bisa diterima atau lebih memilih masabodoh ajah?....(N425).

Minggu, 24 Mei 2020

Mohon maaf lahir bathin




Assalamualaikum Wr Wb

TAQOBBALALLAAHU MINNA WA MINKUM*
WA TAQOBBAL YAA KARIIM*
BARAKALLAAHU FIIKUM*

Semoga kita semua
dipertemukan kembali dengan
Ramadhan tahun depan dalam keadaan sehat wal afiat.
آمين يا رَبَّ الْعَالَمِيْن

Saya mohon maaf lahir dan bathin atas segala kesalahan & kekhilafan...Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala menerima segala amal ibadah kita dan mengangkat derajat kita menjadi orang bertaqwa...
Aamiin Ya'Robbal Aalamiin

Wassalamu'alaikum Wr.Wb.
Drs. H. Nana Suryana & Fam

Selamat Idul Fitri 1441 H



وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُلِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِين

Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, bimbingan dan lindungan Nya pd kita semua serta mengijabah doa2 kita

Allahumma yassir walaa tu'assir*
Man Jadda wa jada*

*آمِيّن آمِيّنْ آمِــــــــــيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِــــــــــيْنَ َ...* 🤲🤲



Jumat, 03 April 2020

Dispensasi tak menghadiri shalat Jum'at

Apa hukum dispensasi tidak menghadiri shalat jum’ah dan shalat jamaah dalam kondisi terjadinya wabah (penyakit) atau khawatir tersebarnya wabah?

Alhamdulillah otoritas perkumpulan para ulama besar pemerintahan Saudi Arabia telah mengeluarkan keputusan no (246) pada tanggal 16/7/1441H berikut ini teksnya:

Segala puji hanya milik Allah Tuhan seluruh alam, shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan seluruh shahabatnya, amma ba’du:

Otoritas perkumpulan para ulamaa besar dalam pertemuan khusus ke-24 yang dilaksanakan di kota Riyad pada hari Rabu bertepatan pada tanggal 16/7/1441H telah melihat apa yang disodorkan terkait dispensasi tidak menghadiri shalat jum’ah dan jamaah dalam kondisi menyebarnya wabah atau takut tersebarnya wabah. Setelah mengadakan kajian mendalam dalam nash syariat Islam, tujuan dan kaidah-kaidahnya serta perkataan ahli ilmu dalam masalah ini, maka otoritas perkumpulan para ulama besar memberikan penjelasan berikut ini:

Pertama: Pasien yang terkena musibah ini diharamkan menghadiri shalat jum’ah dan jamaah berdasarkan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam:
لا يُورِدَنَّ مُمْرِضٌ علَى مُصِحٍّ . متفق عليه
“Jangan dikumpulkan Orang yang sakit dengan orang sehat” [Muttafaq’alaihi]

Dan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam:

إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا. متفق عليه

“Kalau kamu semua mendengar penyakit tho’un (wabah penyakit) suatu daerah, maka jangan masuk ke dalamnya. Dan ketika (wabah) telah memasuki suatu daerah sementara anda semua berada di dalamnya, maka jangan keluar darinya.” [Muttafaq’alaihi]

Kedua: Siapa yang diputuskan oleh instansi khusus untuk diasingkan, maka dia harus berkomitmen akan hal itu dan tidak menghadiri shalat jamaah dan jum’ah, dia menunaikan shalat-shalatnya di rumah atau di tempat pengasingannya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Syuraid bin Suwaid At-Tsaqofi Radhiyallahu ahhu berkata,

كان في وَفْدِ ثَقِيفٍ رَجُلٌ مَجْذومٌ، فأَرْسَلَ إليه النبيُّ صلى الله عليه وسلم: إنّا قَدْ بايَعْناكَ فَارْجِعْ .أخرجه مسلم

“Dahulu ada utusan dari Tsaqif ada yang terkena kusta. Maka Nabi sallallahu alihi wa sallam mengirim pesan ‘Sungguh kami telah membait anda, maka pulanglah.” [HR. Muslim]

Ketiga: Siapa yang khawatir terkena celaka atau mencelakai orang lain, maka dia diberi keringanan tidak menghadiri jum’ah dan jamaah berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ . رواه ابن ماجه

“Tidak boleh mencelakai diri dan mecelakai orang lain” [HR. Ibnu Majah]

Dari semua yang disebutkan, kalau dia tidak menghadiri jum’ah, maka dia shalat dhuhur 4 rakaat.

Dan otoritas perkumpulan ulama besar memberikan wasiat agar semua mengikuti taklimat, arahan dan aturan-aturan yang dikeluarkan oleh instansi khusus. sebagaimana memberikan wasiat agar semuanya bertakwa kepada Allah azza wa Jalla dan kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan berdoa dan merendahkan diri dihadapan-Nya agar mengangkat cobaan ini. Allah Ta’ala berfirman:

وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ ۖ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ ۚ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۚ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Yunus/10:107]

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu” [Al-Ghaafir/40:60]

Semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan semua shahabatnya.

(Dari link: https://www.spa.gov.sa/2047028
Read more https://almanhaj.or.id/14636-hukum-menghadiri-shalat-jumah-dan-jamaah-dalam-kondisi-tersebarnya-wabah-atau-takut-terjadi-penyebarannya.html)

Jumat, 27 Maret 2020

Jihad Melawan Covid-19 dengan laku Sufi

Virus Corona atau yang dikenal dengan Covid-19 yang awalnya hanya bersifat endemic di Wuhan, Tiongkok, kini sudah mewabah menjadi pandemic yang mengancam bangsa manusia di planet bumi. Tentu ini bukan masalah sederhana walaupun banyak orang dungu menyederhanakannya. 

Kekuatan Covid-19 bisa jadi bukan dari daya bunuhnya, tetapi dari daya tularnya yang sangat cepat dan sulit dikontrol. Pandemi Corona telah meruntuhkan mitologi “kesaktian” orang-orang sakti dan “juru bicara” langit pun mesti harus mematuhi doktrin medis dan ilmu pengetahuan.

Penanganan dan antisipasi tentu harus mengikuti prosedur penanganan dan antisipasi sesuai dengan kaidah hukum alam (sunnatullah). Hukum alam berjalan tanpa pandang bulu agama dan keyakinan. Jika ada pertanyaan soal Covid-19 maka perlu ditanyakan kepada ahli medis, pakar farmasi ataupun formulator herbal. Jangan bertanya kepada agamawan ataupun ahli di luar bidang kedokteran dan farmasi, sebagaimana firman Allah:

فاسألوا اهل الذكر ان كنتم لا تعلمون

Artinya: “bertanyalah kepada ahli ilmu, ketika kamun tidak tahu”. Ahl al-dzikr diartikan sebagai orang yang hidupmya senantiasa berkomitmen dalam bidang keilmuan tertentu. Mereka kemudian disebut pakar.

Dalam menghadapi pandemic Covid-19, ahl al-dzikr itu adalah pakar kedokteran dan biologi. Mereka adalah orang alim di bidangnya. Dengan demikian maka di tengah terjangan badai Corona, nasehat dan doktrin-doktrin medis harus diterima tanpa syarat.

Tulisan ini akan mendeskripsikan nilai-nilai tasawuf dalam memberikan kontribusi positif dalam menghadapi kasus Corona. Tentu tulisan ini bukan bicara amalan atau wirid anti Covid-19. Orang yang menawarkan metode keagamaan sebagai langkah alternatif dalam menghadapi terjangan badai Covid-19, sungguh ia merupakan orang yang lemah akal, dan pikirannya rusak oleh imajinasi keagamaannya sendiri. 

Nabi saja ketika menghadapi wabah memberikan anjuran medis, dan bukan memberikan amalan bukan meruqyah. Nabi memerintahkan umat untuk tidak memasuki daerah wabah, dan yang berada daerah wabah endemi supaya tidak keluar.

Jadi, jika kita dengan cerdas mengikuti Nabi, maka tidak membuat “teori” teknis melawan corona dengan amalan-amalan keagamaan yang tidak sejalan dengan doktrin medis. Ditakutkan masyarakat awam akan mengikuti petunjuk “spiritual” lalu percaya diri dan hidup sembrono. Tentu itu menyesatkan. Maka, kembalikan pada petunjuk medis. Para agamawan boleh membuat fatwa moral untuk menguatkan jiwa umat, tapi jangan sampai membuat fatwa teknis “alternatif” terkait penanggulangan Covid-19.

Uzlah dan Khalwat

Dalam tradisi sufi dikenal istilah uzlah (mengasingkan diri) dan khalwat (menyendiri). Uzlah dan khalwat dapat dimaknai menjauhkan diri tempat-tempat keramaian. Khalwat yang dilakukan dalam dalam waktu yang panjang maka disebut uzlah. Khalwat maupun uzlah dilakukan dengan cara mengasingkan diri dari hiruk pikuk dinamika kehidupan duniawi. 

Inti dari khalwat adalah meninggalkan kesibukan duniawi, dan melakukan dzikir dan tafakkur agar memiliki kesadaran yang dalam akan kehadiran Tuhan. Secara fisik, kondisi khalwat adalah sepi, akan tetapi secara batin akan ramai. Khalwat itu seperti berdansa dalam batin, merayakan kejayaan cinta illahi.

Khalwat artinya menyendiri atau menyepi untuk sementara waktu, yakni memisahkan dari keramaian untuk pendekatan diri kepada Allah. Lawan katanya shuhbah atau berkumpul. Khalwat dimaksudkan untuk melindungi diri dari pengaruh negatif baik yang datang dari diri sendiri maupun dari luar diri.

Perilaku inilah yang saat ini dibutuhkan oleh masyarakat dunia. Tidak ada langkah yang lebih baik dan lebih tepat dalam berjihad melawan terjangan pandemic Covid-19 kecuali uzlah dan khalwat. Dalam konteks ini, bisa ditegaskan bahwa uzlah dan khalwat adalah cara paling efektif dalam memutus mata rantai penularan Covid-19. Hal ini sudah sering ditegaskan oleh para pakar medis di dunia. Uzlah dan khalwat dalam konteksi ini dimaknai isolasi, social distance maupun jika diperlukan lockdown. Ketiganya adalah bentuk khalwat dan uzlah dalam konteks tafsir pandemik Covid-19.

Menghidarkan diri dari keramaian sosial adalah khalwat dan sekaligus uzlah. Begitu juga instruksi untuk dunia pendidikan agar menyelenggarakan proses belajar mengajar jarak jauh dan online, atau ketentuan pegawai bekerja di rumah. Penutupan sementara tempat-tempat ibadah, semua adalah khalwat dan uzlah. Larangan berkumpul dalam jumlah yang banyak adalah bentuk persepian khalwat yang nyata. Dan hal ini akan memangkas jalur-jalur saraf dan nadi penyebaran Covid-19.

Siapapun yang tidak mengindahkan khalwat dan uzlah, walaupun atas nama kegiatan agama dan keagamaan, maka mereka adalah orang dungu. Disebut dungu karena melawan ilmu pengetahuan. Tentu, sebagai umat beragama, harus terus berdoa dan bermunajat kepada Tuhan SWT agar dijauhkan dari Covid-19, tapi doa tidak dapat menggantikan keharusan untuk mengikuti petunjuk medis. 

Jangan sampai hanya mengandalkan doa dan amalan keagamaan saja. Ibarat lapar, maka yang paling penting adalah makan, bukan doa supaya kenyang. Berdoa memberi bobot pada nilai makan, dan bukan menggantikan aktivitas makan. Jika motormu mogok, ikuti petunjuk teknis menyervise. Jika hanya berdoa saja, maka motor tetap akan mogok, karena doa dan amalan wirid tidak dapat menmperbaiki motor yang mogok. 

Tuhan melakukan intervensi atas problem-problem manusia melalui tangan manusia dalam kerangka hukum alam (sunnatullah). Kitab suci tidak bicara teknis soal ilmu pengetahuan. Kitab suci hanya bicara ide-ide moral dan spirit ilmu pengetahuan. Begitu juga soal Covid-19, antisipasinya juga harus dengan metode saintifik, bukan keyakinan keagamaan. Ini soal sains, bukan soal dogma. Mari berfikir positivistik.

Tabligh akbar, doa bersama, pengajian, dan acara keagamaan lainnya, bahkan jika dimaksudkan untuk memohon pertolongan Tuhan agar dijauhkan dari Covid-19, tetapi jika mengumpulkan banyak manusia, maka sesungguhnya mereka telah melawansunnatullah. Mereka sembrono melawan ilmu pengetahuan. Mereka menghina sains. Kita berlindung kepada Allah dari godaan imajinasi keagamaan yang berlawanan dengan ilmu pengetahuan. Fatwa Jumhur Ulama tentang “penutupan” masjid di zona merah dan kuning adalah tindakan yang rasional walaupun masih ada yang lebih percaya pada keyakinan imajinatifnya sendiri dengan mengabaikan perintah akal sehat. Tuhan memberi akal kepada manusia bukan sekedar benda simpanan.

Inilah khalwat dan uzlah, doktrin tasawuf yang mesti harus dipraktikkan dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Dengan berkhalwat dan beruzlah sesungguhnya kita sedang melakukan hal-hal yang ilmiah yang diterima akal sehat. Kita bisa beribadah dan taqarrub kepada Allah di bilik rumah dan kantor, tanpa harus “kemruyuk”. 

Percayalah kepada efektifitas khalwat dan uzlah ketimbang amalan-amalan alternatif. Para agamawan sebaiknya menahan diri untuk tidak banyak bicara alias “kemrutuk” tentang sesuatu yang tidak diketahui terkait covid-19. Semoga Allah memberi jalan terang, dan badai Corona segera berlalu.
(Oleh: Dr.H.Syamul Bakri, S.Ag., M.Ag//Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama IAIN Surakarta)

Keutamaan Memperingati Maulid Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam

* بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ* * السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه* * اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى س...