Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2019

Tentang Syahadah dari Alam Ide ke Realitas Empirik (Bag-I)

Gambar
Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan anak keturunan Adam dari sulbi mereka dan Dia mengambil kesaksian pada diri mereka “bukankah Aku ini Tuhanmu”? Mereka menjawab, “benar, kami bersaksi bahwa Engkau adalah Tuhan kami”. Demikian ini supaya nanti di hari kiamat kamu sekalian tidak berkata, “sesungguhnya kami lupa terhadap kesaksian itu”. (S. al-A’raf: 172). Materi pokok dari ayat ini adalah mengenai kesaksian manusia akan adanya wujud Tuhan (syahadah). Akan tetapi, kesaksian ini tidak terjadi di alam empirik melainkan di alam lain sebelum manusia menginjak alam empirik, yaitu alam sebelum manusia dilahirkan,before born, di alam itu manusia telah mengenal ide, atau innate idea. Karena penyaksian ini terjadi di alam sebelum alam empirik, maka tidak mustahil jika manusia lupa atau tidak menyadari kejadian (penyaksian) tersebut. Oleh sebab itu, ayat ini mengingatkan anak keturunan Adam mengenai syahadah tersebut supaya nanti pada hari kiamat mereka tidak mencari alasan untuk mengelakk...

Tentang Syahadah dari Alam Ide ke Realitas Empirik (Bag-2)

Gambar
2. Tentang Penyaksian (syahadah) terhadap wujud Tuhan. Meskipun Plato secara implisit menyatakan bahwa ide itu ada di alam Tuhan, namun ia tidak memberi contoh konkrit seperti apa ide-ide di alam Tuhan itu sendiri.  Ini artinya Plato meninggalkan ruang kosong dan bagi umat Islam, kekosongan ini dapat diisi dengan menunjuk al-Qur’ân sebagai contoh konkrit, sebab al-Qur’ân bukan ide-ide yang lahir dari akal pikiran Nabi Muhammad saw melainkan dari Tuhan Allah sendiri yang setelah turun di dunia empirik untuk kepentingan sejarah dan perdaban manusia, ide-ide itu menjelma menjadi lambang-lambang bahasa yang bisa diungkapkan dan ditulis melalui salah seorang hamba yang dipilih oleh-Nya, yakni Nabi Muhammad saw. Kini penulis akan membahas materi pokok ayat di atas yaitu tentang penyaksian manusia kepada Tuhan. Para mufassir mencoba memperkirakan alam di mana terjadi penyaksian ini. Al-Suyuthi, Ibn Katsir dan beberapa mufassir lain menjelaskan bahwa kesaksian manusia ini terjadi d...

Mujahadah An Nafs

Gambar
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari) keridhaan Kami, benar-benar akan Kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan Kami, dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” (QS Al Ankabut : 69) Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khurdry (Said bin Malik bin Sanan Al Nashari Al Kahzrajy 10 sH – 74H/613-693 M, seorang sahabat Rasulullah SAW, ikut berperang 12 kali dan meriwayatkan 1170 hadits, meninggal di Madinah). Bahwa ketika Rasulullah ditanya mengenai jihad terbaik, beliau menjawab : “Adalah perkataan yang adil yang disampaikan kepada seorang penguasa yang dzalim” (HR Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah). Ibrahin bin Adham mengatakan : “Seseorang baru akan mencapai derajat keshalehan, sesudah melakukan enam hal : (1) menutup pintu bersenang-senang dan membuka pintu penderitaan (2) menutup pintu keangkuhan dan membuka pintu kerendahan hati (3) menutup pintu istirahat dan membuka pintu perjuangan (4) menutup pintu tidur dan membuka pintu jaga (5) menutup pintu...

Tentang Syahadah dari Alam Ide ke Realitas Empirik (Bag-3/habis)

Gambar
3. Pembawa tugas syahadah: Nabi dan Rasul Kita semua mafhum bahwa membaca syahadah dengan lafal “Asyhadu an lâ ilâha illa-Allâh, wa asyhadu anna Muhammadan rasul Allâh” menjadi rukun pertama agama Islam.  Ini artinya ada kemungkinan terjadi syahadah (penyaksian) manusia kepada Dzat Tuhan Allah di alam dunia ini sebagaimana telah terjadi penyaksian manusia kepada Dzat Tuhan di alam dzar. Sebab, kata “syahidna” dalam ayat al-Qur’ân di atas dengan kata “asyhadu” dalam lafal syahadah sebagai rukun Islam berasal dari akar kata yang sama, “syuhud” yang punya arti “menyaksikan” atau “bersaksi”.  Di dalam logika al-Ghazali yang ditulis dalam kitab Ihya Ulumuddin juz 3 dinyatakan, iman (percaya) yang didasarkan atas penyaksian sendiri lebih mantap dibanding dengan iman yang hanya didasarkan atas berita-berita dari orang lain. Lebih lanjut al-Ghazali membagi jenis iman lengkap dengan penjelasannya menjadi tiga, pertama, imannya orang-orang awam yang hanya didasa...