Jumat, 31 Januari 2014

BIOGRAFI AL-IMAM ASY-SYAFI'I RAHIMAHULLAH

Sesungguhnya diantara tanda Allah menghendaki kebaikan bagi hambaNya adalah Allah menjadikannya cinta dengan ilmu. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ
"Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya maka Allah akan menjadikannya faqih/faham tentang agama" (HR Al-Bukhari)

Dan diantara keagungan agama ini Allah telah menjadikan adanya para imam yang memikul ilmu agama, yang menjelaskan kepada umat tentang urusan agama. 

Merekalah cahaya yang menerangi jalan menuju kebaikan…merekalah yang sangat dibutuhkan oleh orang yang menghadapi kebingungan dalam urusan agama mereka…, merekalah penyejuk hati bagi orang yang menghadapi problematika kehidupan dan berusaha mencari solusi agamis…, merekalah para pejuang yang memerangi jalan-jalan kesesatan yang selalu siap menyimpangkan umat ini…, merekalah yang Allah perintahkan umat agar bertanya kepada mereka dalam firmanNya :

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
"Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan/ilmu jika kamu tidak mengetahui" (QS An-Nahl : 43)

Banyak para imam umat ini yang kita banggakan, akan tetapi diantara mereka ada 4 imam yang tersohor, yaitu para pendiri 4 madzhab. Mereka itu adalah Al-Imam Abu Hanifah, Al-Imam Malik bin Anas, Al-Imam Asy-Syaf'i dan Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahumullah.

Meskipun ada madzhab-madzhab fikih yang lain akan tetapi keempat madzhab inilah yang diterima secara luas dalam dunia Islam hingga saat ini. Bahkan sebagian negeri dikenal dengan madzhab tertentu. Madzhab Syafi'i banyak tersebar di negara-negara Asia tenggara, madzhab Maliki banyak tersebar di negeri-negeri Afrika, madzhab Hanafi banyak tersebar di India, Pakistan, Bangladesh, dan Afghanistan, dan juga di China, adapun madzhab Hanbali banyak tersebar di negeri-negeri Arab, khususnya Arab Saudi.

Diantara keempat imam tersebut yang sangat cemerlang adalah Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah, beliaulah pendiri dan pemrakasa madzhab Syafi'i yang merupakan madzhab yang banyak dianut di bumi pertiwi nusantara ini.

Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Idris bin Al-'Abbas bin 'Utsman bin Syaafi' bin As-Saaib bin 'Ubaid bin 'Abd Yaziid bin Haasyim bin Al-Muthollib bin 'Abdi Manaaf, sehingga nasab beliau bermuara kepada Abdu Manaaf kakek buyut Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Al-Muthollib adalah saudaranya Hasyim ayahnya Abdul Muthholib kakek Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan kepada Syafi' bin As-Saaib penisbatan Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah (lihat Siyar A'laam An-Nubalaa 10/5-6 dan Tobaqoot Asy-Syaafi'iyah Al-Kubro 2/71-72)

Meskipun nenek moyang beliau suku Quraisy di Mekah akan tetapi beliau tidak lahir di Mekah, karena ayah beliau Idris merantau di Palestina. Sehingga beliau dilahirkan di Ghozza (Palestina) dan ada yang mengatakan bahwa beliau lahir di 'Asqolan pada tahun 150 Hijriah, tahun dimana wafatnya Al-Imam Abu Hanifah An-Nu'man bin Tsaabit Al-Kuufi rahimahullah, bahkan ada pendapat yang menyatakan di hari wafatnya Al-Imam Abu Hanifah.

Ayah beliau Idris meninggal dalam keadaan masih muda, hingga akhirnya Imam Asy-Syafi'i dipelihara oleh ibunya dalam kondisi yatim. Karena khawatir terhadap anaknya maka sang ibu membawa beliau –yang masih berumur 2 tahun- ke kampung halaman aslinya yaitu Mekah, sehingga beliau tumbuh berkembang di Mekah dalam kondisi yatim. Beliau menghafal Al-Qur'an tatkala berusia 7 tahun, dan menghafal kitab Al-Muwattho' karya Imam Malik tatkala umur beliau 10 tahun. Ini menunjukkan betapa cerdasnya Al-Imam Asy-Syafi'i.

Beliaupun belajar dari para ulama Mekah, diantaranya Muslim bin Kholid Az-Zanji Al-Makky yang telah memberi ijazah kepada Al-Imam Asy-Syafi'i untuk boleh berfatwa padahal umur beliau masih 15 tahun. Lalu setelah itu beliau bersafar ke Madinah dan berguru bertahun-tahun kepada Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah.

Pada tahun 195 H beliau pergi ke Baghdad, dan beliau mengajar di sana sehingga banyak ulama yang berputar haluan dari madzhab ahli ro'yu menuju madzhab Syafi'i. di Baghdad beliau banyak menulis buku-buku lama beliau, setelah itu beliaupun kembali ke Mekah. Pada tahun 198 beliau kembali lagi ke Baghdad dan menetap di sana selama sebulan lalu beliau pergi ke Mesir dan menetap di sana meneruskan dakwah beliau hingga akhirnya beliau sakit bawasir yang menyebabkan beliau meninggal dunia pada tahu 204 Hijriyah, rahimahullah rahmatan waasi'ah.

Imam Syafi'i adalah seorang sosok yang memiliki banyak keistimewaan, diantaranya :

PERTAMA : Al-Imam Asy-Syafi'i adalah imam dalam lugoh (bahasa). Beliau telah banyak tinggal bersama Qobilah Hudzal dan menghafalkan banyak qoshidah (bait-bait sya'ir) mereka, sehingga hal ini sangat mempengaruhi kekuatan bahasa Arab beliau. Karenanya tidak pernah ditemukan kesalahan bahasa dari beliau sebagaimana ditemukan dari para ulama yang lain. Ibnu Hisyaam (penulis siroh Nabi) berkata الشَّافِعِيُّ حُجَّةٌ فِي اللُّغَةِ "Asy-Syafi'i hujjah dalam bahasa Arab" (Al-Waafi bil Wafaayaat 19/143).

Adapun kritikan terhadap Al-Imam Asy-Syafi'i dalam masalah bahasa maka tidak mematahkan keimaman beliau dalam bahasa Arab. Diantara kritikan tersebut :

- Beliau dikritik karena menyatakan bahwa huruf jar baa' (الباء) memberikan faedah التَّبْعِيْض "sebagian/parsial". Karenanya beliau menyatakan bolehnya mengusap sebagian kepala tatkala berwudu karena Allah berfirman (وَامْسَحُوا بِـرُؤُوْسِكُمْ). Maka beliaupun diingkari oleh sebagian ulama, mereka menyatakan bahwa huruf baa' tidak mengandung makna "parsial", dan ini tidak dikenal dalam bahasa Arab, dan tidak ada ahli bahasa yang menyebutkan bahwa diantara makna-makna yang dikandung huruf baa' adalah untuk parsial. Akan tetapi kenyataannya ternyata banyak ahli bahasa yang menetapkan makna ini (huruf baa' memberi makna faedah parsial) diantaranya adalah Al-Ashma'i dan ulama Kufiyiin (lihat Al-Bahr Al-Muhiith fi Ushuul Al-Fiqh li Az-Zarkasyi 2/15-16).

Ternyata juga setelah diamati ada bukti yang tegas bahwasanya Al-Imam Asy-Syafi'i menyatakan bahwa huruf baa' memberi faedah "parsial". Dan penisbatan hal ini kepada Al-Imam Asy-Syafi'i merupakan kekeliruan sebagaimana dijelaskan oleh Az-Zarkasy (Al-Bahrul Al-Muhiith (2/15). Bahkan jika kita kembali kepada kitab Al-Umm kita akan dapati bahwasanya Asy-Syafi'i berkata :

وَدَلَّتْ السُّنَّةُ على أَنْ ليس على الْمَرْءِ مَسْحُ الرَّأْسِ كُلِّهِ وإذا دَلَّتْ السُّنَّةُ على ذلك فَمَعْنَى الْآيَةِ أَنَّ مَن مَسَحَ شيئا من رَأْسِهِ أَجْزَأَهُ
"Sunnah menunjukkan bahwasanya tidak wajib bagi seseorang untuk mengusap seluruh kepalanya, dan jika sunnah telah menunjukkan demikian maka makna ayat adalah barang siapa yang mengusap sesuatupun dari kepalanya maka sudah cukup/sah) (lihat Al-Umm 1/26)

Yang dimaksud dengan sunnah oleh Al-Imam Asy-Syafi'i di sini adalah hadits tentang Nabi yang berwudu dengan mengusap ubun-ubun beliau saja tatkala beliau memakai sorban.

- Beliau dikritik karena menafsirkan kata "الْعَوْلُ" dalam firman Allah
ذَلِكَ أَدْنَى أَلا تَعُولُوا (٣)
"Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya" (QS An-Nisaa :3).
Beliau tafsirkan dengan "كَثْرَةُ الْعِيَالِ" (banyaknya anak).

Tafsiran Asy-Syafi'i ini diingkari dengan keras oleh Ibnul 'Arobi yang bermadzhab Maliki, dan menyatakan bahwa tidak ada ahli bahasa yang berpendapat dengan pendapat Asy-Syafi'i (lihat Ahkaamul Qur'an li Ibnil 'Arobi 1/411). Akan tetapi perkataan Ibnul 'Arobi ini telah dibantah oleh para ulama. 

Makna tersebut ternyata telah disebutkan oleh Al-Kisaai dan Al-Farroo' (lihat Al-Haawi fi Fiqh Asy-Syaafi'i 11/415 dan Al-Majmuu' Syarh Al-Muhadzab 16/125). Bahkan Al-Qurthubi yang juga bermadzhab Malikiyah telah membantah perkataan Ibnul 'Arobi dengan menjelaskan bahwa tafsiran Asy-Syafi'i bukanlah tafsiran yang baru, telah mendahului beliau dua imam besar yaitu Zaid bin Aslam dan Jaabir bin Zaid (lihat Tafsiir Al-Qurthubi 5/21-22)


KEDUA : Sya'ir-sya'ir beliau yang istimewa

Al-Imam Asy-Syafi'i tidak banyak menulis sya'ir-sya'ir, akan tetapi sya'ir-sya'ir beliau sederhana mudah dipahami dan mengandung makna yang sangat dalam. Meskipun ada sya'ir-sya'ir para ulama bahasa yang lain yang lebih nampak ketinggian bahasanya dalam sya'ir-sya'ir mereka akan tetapi ternyata kesohoran sya'ir-sya'ir Asy-Syafi'i lebih besar karena kandungan makna yang dalam dengan penggunaan kata-kata yang sederhana.

Diantara sya'ir-sya'ir beliau:

أمَتُّ مَطَامِعي فأرحْتُ نَفْسي ** فإنَّ النَّفسَ ما طَمعَتْ تهونُ
Aku bunuh sifat tamak yang ada pada diriku, maka akupun menenangkan diriku
Karena jiwa kapan ia tamak maka rendahlah jiwa tersebut

وَأَحْيَيْتُ القُنُوع وَكَانَ مَيْتاً ** ففي إحيائهِ عرضٌ مصونُ
Dan aku hidupkan sifat qona'ah pada diriku yang tadinya telah mati….
Maka dengan mengidupkannya harga dirikupun terjaga…

إذا طمعٌ يحلُ بقلبِ عبدٍ ** عَلَتْهُ مَهَانَةٌ وَعَلاَهُ هُونُ
Jika sifat tamak telah menetap di hati seorang hamba….maka ia akan didominasi oleh kehinaan dan dikuasai kerendahan

Beliau berkata :

نَعِيبُ زمانَنا والعيبُ فِيْنا *** وَما لِزَمانِنا عَيْبٌ سِوانا
"Kita mencela zaman kita, padahal celaan itu ada pada diri kita sendiri...
Dan zaman kita tidaklah memiliki aib/celaan kecuali kita sendiri"

Beliau berkata :

لَمَّا عَفَوْتُ وَلَمْ أحْقِدْ عَلَى أحَدٍ ** أَرَحْتُ نَفْسِي مِنْ هَمَّ الْعَدَاوَاتِ
Tatkala aku memaafkan maka akupun tidak membenci seorangpun…
Akupun merilekskan diriku dari kesedihan dan kegelisahan (yang timbul akibat) permusuhan

إنِّي أُحَيِّي عَدُوِّي عنْدَ رُؤْيَتِهِ ** لِأَدْفَعَ الشَّرَّ عَنِّي بِالتَّحِيَّاتِ
Aku memberi salam kepada musuhku tatkala bertemu dengannya…untuk menolak keburukan dariku dengan memberi salam

وأُظْهِرُ الْبِشْرَ لِلإِنْسَانِ أُبْغِضهُ ** كَمَا إنْ قدْ حَشَى قَلْبي مَحَبَّاتِ
Aku menampakkan senyum kepada orang yang aku benci… sebagaimana jika hatiku telah dipenuhi dengan kecintaan

النَّاسُ داءٌ وَدَاءُ النَّاسِ قُرْبُهُمُ ** وَفِي اعْتِزَالِهِمُ قَطْعُ الْمَوَدَّاتِ
Orang-orang adalah penyakit, dan obat mereka adalah dengan mendekati mereka… dan sikap menjauhi mereka adalah memutuskan tali cinta kasih


Beliau berkata :
بقَدْرِ الكدِّ تُكتَسَبُ المَعَــالي ....ومَنْ طَلبَ العُلا سَهِـرَ اللّيالي
Ketinggian diraih berdasarkan ukuran kerja keras…
Barang siapa yang ingin meraih puncak maka dia akan begadang

ومَنْ رامَ العُلى مِن ْغَيرِ كَـدٍّ .....أضَاعَ العُمرَ في طَـلَبِ المُحَالِ
Barang siapa yang mengharapkan ketinggian/kemuliaan tanpa rasa letih…
Maka sesungguhnya ia hanya menghabiskan usianya untuk meraih sesuatu yang mustahil…

تَرُومُ العِزَّ ثم تَنامُ لَيـلاً .....يَغُوصُ البَحْرَ مَن طَلَبَ اللآلي
Engkau mengharapkan kejayaan lantas di malam hari hanya tidur aja??
Orang yang yang mencari mutiara harus menyelam di lautan…


Beliau berkata :
إِذَا أَصْبَحْتُ عِنْدِي قُوْتُ يَوْمٍ ... فَخَلِّ الْهَمَّ عَنِّي يَا سَعِيْدُ
Jika di pagi hari dan aku telah memiliki makanan untuk hari ini…
Maka hilangkanlah kegelisahan dariku wahai yang berbahagia

وَلاَ هُتَخْطُرْ مُوْمُ غَدٍ بِبَالِي ... فَإِنَّ غَدًا لَهُ رِزْقٌ جَدِيْدُ
Dan tidaklah keresahan esok hari terbetik di benakku….
Karena sesungguhnya esok hari ada rizki baru yang lain

أُسَلِّمُ إِنْ أَرَادَ اللهُ أَمْراً ... فَأَتْرُكُ مَا أُرِيْدُ لِمَا يُرِيْدُ
Aku pasrah jika Allah menghendaki suatu perkara…
Maka aku biarkan kehendakku menuju kehendakNya


KETIGA : Tegar Di Atas Sunnah dan Memerangi Bid'ah

Al-Imam Asy-Syafi'i digelari dengan نَاصِرُ الْحَدِيْثِ "Penolong hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam". Pengagungan beliau terhadap sunnah-sunnah Nabi sangatlah nampak. Karenanya beliau sering berdebat dengan ahlul bid'ah dan mematahkan hujjah-hujjah mereka. Demikian juga di Baghdad adanya sikap mendahulukan ro'yu (pendapat) dari pada sunnah-sunnah Nabi, sehingga sunnah-sunnah Nabi ditolak dengan berbagai metode. Al-Imam Asy-Syafi'i datang dan membantah dan mematahkan pemikiran yang menyimpang tersebut. Akan datang penjelasan yang lebih dalam tentang bantahan Al-Imam Asy-Syafi'i terhadap ahlul bid'ah.


KEEMPAT : Kharismatik Al-Imam Asy-Syafi'i

Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah memiliki kharismatik dan daya tarik yang luar biasa, hingga ulama-ulama besar yang ada di Baghdad tertarik dengan beliau dan belajar kepada beliau. Seperti Al-Imam Ahmad bin Hanbal dan Abu Tsaur yang masing-masing ternyata memiliki madzhab tersendiri, akan tetapi mereka belajar kepada Al-Imam Asy-Syafi'i dan sangat mencintai dan mengagungkan Al-Imam Asy-Syafi'i. Abu Tsaur pernah ditanya :

"Manakah yang lebih faqih, Asy-Syafi'i ataukah Muhammad bin Al-Hasan?". Dan Muhammad bin Al-Hasan adalah guru Al-Imam Asy-Syafi'i, beliau menimba ilmu darinya tatkala beliau menetap di Baghdad.

Akan tetapi apa jawaban Abu Tsaur??. Beliau berkata :

الشافعي أفقه من محمد، وأبي يوسف، وأبي حنيفة، وحماد، وإبراهيم، وعلقمة، والأسود
"Asy-Syafi'i lebih faqih dari pada Muhammad bin Al-Hasan dan juga Abu Yusuf (Muhamamad bin Al-Hasan dan Abu Yusuf adalah murid senior Abu Hanifah-pen), dan lebih faqih dari Abu Hanifah, dan juga lebih faqih dari Hammad (gurunya Abu Hanifah-pen), dan lebih faqih dari Ibrahim (gurunya Hammad-pen), dan lebih faqih daripada 'Alqomah (gurunya Ibrahim-pen), dan lebih faqih daripada Al-Aswad (gurunya 'Alqomah)" (Mukhtashor Taarikh Dimasyq 6/434)

Padahal Abu Tsaur dahulunya mengikuti madzhab Ahlu Ro'yi di Baghdad sebelum datangnya Al-Imam Asy-Syafi'i. Jawaban Abu Tsaur ini menunjukkan kecintaan yang sangat dalam kepada Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah.

Lihatlah bagaimana cintanya Al-Imam Ahmad kepada gurunya Asy-Syafi'i, sehingga beliau pernah berkata :

سِتَّةٌ أَدْعُوا لَهُمْ سَحراً، أَحَدُهُمْ الشَّافِعِيُّ
"Enam orang yang aku mendoaakan mereka di waktu sahur (sebelum subuh), salah satunya adalah Asy-Syafi'i" (Taariikh Al-Islaam li Adz-Dzhabi 14/312)

Al-Imam Ahmad bin Hanbal terlalu sering mendoakan Asy-Syafi'i, sampai-sampai anak beliau Abdullah bertanya kepada beliau :

يَا أَبَةِ، أَيُّ رَجُلٍ كَانَ الشَّافِعِيُّ فَإِنِّي سَمِعْتُكَ تُكْثِرُ مِنَ الدُّعَاءِ لَهُ
"Wahai ayahanda, siapakah Asy-Syafi'i itu, aku mendengarmu banyak mendoakannya?".

Al-Imam Ahmad menjawab :

يَا بُنَيَّ، كَانَ الشَّافِعِيُّ كَالشَّمْسِ لِلدُّنْيَا، وَكَالْعَافِيَةِ لِلنَّاسِ، فَهَل لِهَذَيْنِ مِنْ خَلَفٍ؟
"Wahai putraku, Asy-Syafi'i seperti matahari bagi dunia, seperti keselamatan bagi manusia, maka apakah ada pengganti bagi kedua kenikamatan ini?" (Taarikh Al-Islaam 14/312)

Karena ilmu dan dakwah Al-Imam Asy-Syafi'i diterima oleh masyarakat dan para ulama secara luas maka munculah orang-orang yang tidak suka kepada beliau. Diantara mereka adalah salah seorang ulama bermadzhab Maliki yang bernama Asyhub. Tatkala Al-Imam Asy-Syafi'i datang ke Mesir beliau tidak bertemu dengan murid-murid Imam Malik kecuali dua orang yaitu Muhammad bin Abdillah bin Abdil Hakim dan Asyhub.

Muhammad bin Abdillah bin Abdil Hakim berkata :

سَمِعْتُ أَشْهُبَ فِي سُجُوْدِهِ يَدْعُو عَلَى الشَّافِعِي بِالْمَوْتِ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلشَّافِعِي
"Aku mendengar Asyhub dalam sujudnya mendoakan agar Asy-Syafi'i meninggal. Maka akupun menyebutkan hal tersebut kepada Asy-Syafi'i"

Dalam riwayat yang lain Asyhub berdoa :

اللَّهُمَّ أَمِتِ الشَّافِعِيَّ فَإِنَّكَ إِنْ أَبْقَيْتَهُ اِنْدَرَسَ مَذْهَبُ مَالِكٍ
"Ya Allah matikanlah Asy-Syafi'i, karena kalau Engkau membiarkannya hidup maka akan punah madzhab Imam Malik"

Maka Al-Imam Asy-Syafi'i heran dengan hal ini, lalu ia berkata dengan menyebut sya'ir :

تَمَنَّى رِجَالٌ أَنْ أَمُوْتَ وَإِنْ أَمُتْ فَتِلْكَ سَبِيْلٌ لَسْتُ فِيْهَا بَأَوْحَدِ
Beberapa lelaki berangan-angan kematianku, dan jika akupun mati….
Maka (kematian) itu adalah jalan yang tidak ditempuh oleh aku sendirian…

فَقُلْ لِلَّذِي يَبْغِي خِلاَفَ الَّذِي مَضَى تَزَوَّدْ لِأُخْرَى مِثْلِهَا فَكَأَنْ قَدِ
Maka katakanlah kepada orang yang menginginkan berbedanya apa yang telah berlalu…
Hendaknya engkau berbekal untuk menghadapi kematian yang semisalnya maka seakan-akan ia telah datang…

Maka setelah itu Al-Imam Asy-Syafi'i pun meninggal, dan tidak lama kemudian sekita 18 hari atau sebulan Asyhub pun meninggal dunia.

(lihat : Taarikh Dimasyq 51/428, Siyar A'laam An-Nubalaa 10/72, Al-Waafi bil Wafayaat 9/165)


KELIMA : Inovasi Spektakuler

Diantara keistimewaan Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah beliau telah menyusun sebuah kitab istimewa yang berjudul Ar-Risaalah, yang kitab ini merupakan kitab pertama yang ditulis tentang kaidah-kaidah ushul fiqh. Beliau menulis buku tersebut atas permintaan Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah. 

Beliau menulis surat kepada Asy-Syafi'i –dan tatkala itu Asy-Syafi'i masih muda belia- agar Asy-Syafi'i membuat sebuah buku yang mencakup makna-makna Al-Qur'an dan mencakup ilmu-ilmu hadits, hujjahnya ijmak, serta nasihk dan mansukh dari Al-Qur'an dan hadits. Maka Al-Imam Asy-Syafi'i lalu menyusun kitab Ar-Risaalah. Maka Abdurrahman bin Mahdi berkata :

مَا أُصَلِّي صَلاَةً إِلاَّ وَأَنَا أَدْعُو لِلشَّافِعِي فِيْهَا
"Tidaklah aku sholat kecuali aku mendoakan Asy-Syafi'i dalam sholatku tersebut" (Tariikh Baghdaad 2/64-65)

Demikian pula halnya dengan kitab Al-Umm yang disusun oleh Al-Imam Asy-Syafi'i sebagai kitab fikih yang disusun dengan penyusunan bab-bab fikih yang luar biasa, sehingga memudahkan para murid beliau untuk belajar dengan baik. Dengan demikian Al-Imam Asy-Syafi'i telah menyusun kitab tentang ushul fikih dan juga menyusun kitab tentang penerapan ushul fikih tersebut dalam kitab fikih beliau yaitu Al-Umm.

Diantara keistimewaan beliau juga adalah beliau telah belajar dari dua madrosah, madrosah Hadits (yang dalam hal ini diwakili oleh Imam Malik yang merupakan guru beliau) dan madrosah Ar-Ro'yu (yang dalam hal ini diwakili oleh Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibaani yang juga merupakan guru beliau). Maka Al-Imam Asy-Syafi'i menggabungkan kebaikan dari dua madrosah ini sehingga jadilah madzhab beliau madzhab yang kokoh.

*) Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 30-10-1434 H / 06 September 2013 M
Abu Abdil Muhsin Firanda
www.firanda.com

Jumat, 03 Januari 2014

Tanya Jawab Tentang Perjalanan RUH

1. Apakah orang yang sedang sekarat dapat melihat malaikat?

2. Kapankah manusia dihimpit di alam kuburnya dan apakah semua manusia akan mengalaminya?

3. Apakah semua orang yang mati (dikubur atau tidak) akan ditanya malaikat Munkar Nakir?

4. Anggota manakah yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan malaikat Munkar Nakir bagi mayat yang mati dalam keadaan terpotong-potong dan dikubur terpisah?

5. Bahasa apa yang gunakan malaikat Munkar dan Nakir dalam menjalankan tugasnya?

6. Apa memang benar bahwa orang yang meninggal pada hari Jum’at akan dijaga dari fitnah kubur? Dan apa yang dimaksud dengan fitnah kubur tersebut?

7. Adakah diantara manusia yang tidak didatangi malaikat Munkar Nakir?

8. Apakah yang akan didatangi dua malaikat penanya hanya umat Nabi Muhammad Saw. atau juga umat nabi-nabi sebelum beliau?

9. Di manakah roh-roh manusia setelah mereka meninggal dunia?

10. Benarkah roh orang yang telah meninggal bisa mendatangi kuburan tempat pemakamannya atau bahkan menjenguk rumah dan keluarganya?

11. Benarkah orang yang sudah meninggal dunia dapat bangkit lagi dan menjadi hantu gentayangan?

12. Adakah dari kalangan manusia ketika dikumpulkan di padang Mahsyar tidak dalam keadaan telanjang?

13. Bagaimanakah keadaan anak kecil ketika dikumpulkan di padang Mahsyar?

14. Apakah anak yang masih kecil secara fisik kelak akan mengalami perubahan ketika dikumpulkan di padang Mahsyar? Kemudian setelah mereka masuk surga akankah mereka menikah dengan seorang bidadari?

15. Adakah dalil atau keterangan yang jelas tentang hal-hal yang berkenaan dengan jembatan atau shirath?

16. Apakah orang-orang kafir kelak di akhirat juga menjalani proses penitian jembatan atau shirath atau langsung dimasukkan ke dalam neraka?

17. Apakah peyeberangan manusia di atas shirath terjadi setelah penghitungan amal mereka atau sebelumnya?

18. Terbuat dari bahan apakah timbangan di akhirat dan apakah yang ditimbang?

19. Apakah anak-anak kecil yang meninggal dunia mengalami proses penghisaban (penghitungan amal)?



ROH DAN PERJALANAN MENUJU SURGA ATAU NERAKA

1. Kisi permasalahan: Apakah orang yang sedang sekarat (mau meninggal dunia) dapat melihat malaikat pencabut nyawa?

• Jawaban: Menurut sebagian keterangan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abi Nuaim memang benar demikian, akan tetapi hal tersebut hanya terjadi pada orang yang meninggal dunia tidak secara mandadak.

• Referensi: al-Fatawi al-Haditsiyah halaman 28.

وَسُئِلَتُ: هَلْ كُلُّ مُحْتَضَرٍ يَرَى مَلَكَ الْمَوْتِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ صَغِيْرٍ وَكَبِيْرٍ وَأَعْمَى وَبَصِيْرٍ آدَمِيٍّ وَغَيْرِهِ؟ فَأَجَبْتُ بِقَوْلِيْ: وَرَدَ مَا يَدُلُّ عَلَى مُعَايَنَةِ الْمُحْتَضَرِ الَّذِيْ لَمْ يَمُتْ فُجْأَةً لِمَلَكِ الْمَوْتِ أَوْ بَعْضِ أَعْوَانِهِ؛ فَمِنْ ذَلِكَ حَدِيْثُ أَبِيْ نُعَيْمٍ أَنَّهُ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلََّّمَ قَالَ: «احْضُرُوْا مَوْتَاكُمْ وَلَقِّنُوْهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَبَشِّرُوْهُمْ بِالْجَنَّةِ فَإِنَّّ الْحَلِيْمَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ يَتَحَيَّرُ عِنْدَ ذَلِكَ المَصْرَعِ، وَإِنَّ الشَّيْطَانَ أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ مِنِ ابْنِ آدَمَ عِنْدَ ذَلِكَ المَصْرَعِ، وَالّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَمُعَايَنَةُ مَلَكِ الْمَوْتِ أَشَدُّ مِنْ أَلْفِ ضَرْبَةٍ بِالسَّيْفِ فَقَوْلُهُ: «وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَمُعَايَنَةُ مَلَكِ الْمَوْتِ إلخ» الَّذِيْ َوَقَعَ كَالتَّعْلِيْلِ لِمَا قَبْلَهُ مِنْ طَلَبِ التَّلْقِيْنِ وَمَا مَعَهُ لِكُلِّ مَنْ حَضَرَهُ الْمَوْتُ يُوْمِىءُ إِلَى أَنَّ كُلَّ مُحْتَضَرٍ يُطْلَبُ تَلْقِيْنُهُ يُعَايِنُ مَلَكَ الْمَوْتِ وَإِلاَّ لَمْ يَكُنْ لِلْحَلَفِ عَلَى ذَلِكَ بَلْ وَلَا لِذِكْرِهِ مُنَاسَبَةٌ لِهَذَا الْمَقَامِ أَلْبَتَّةَ، وَفِي حَدِيْثِ «إِنَّ مَلَكَ الْمَوْتِ إِذَا سَمِعَ الصُّرَاخَ يَقُوْلُ: يَا وَيْلَكُمْ مِمَّ الْجَزَعُ وَفِيْمَ الْجَزَعُ؟ مَا أَذْهَبْتُ لِوَاحِدٍ مِنْكُمْ رِزْقاً وَلَا قَرَّبْتُ لَهُ أَجَلاً وَلَا أَتَيْتُهُ حَتَّى أُمِرْتُ، وَلَا قَبَضْتُ رُوْحَهُ حَتَّى اسْتَأْمَرْتُ، وَإِنَّ لِيْ فِيْكُمْ عَوْدَةً ثُمَّ عَوْدَةً ثُمَّ عَوْدَةً حَتَّى لَا أُبْقِىَ مِنْكُمْ أَحَداً. قال صلى الله عليه وسلّم: وَالّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ يَرَوْنَ مَكَانَهُ أَوْ يَسْمَعُوْنَ كَلَامَهُ لَذَهَلُوْا عَنْ مَيِّتِهِمْ وَلَبَكَوْا عَلَى أَنْفُسِهِمْ» الحديْثَ. وَفِيْ حَدِيْثٍ آخَرَ: «أنَّهُ صلى الله عليه وسلّم نَظَرَ لِمَلَكِ الْمَوْتِ عِنْدَ رَجُلٍ مِنَ الْأَنْصَارِ فَقَالَ: اُرْفُقْ بِصَاحِبِنَا فَإِنَّهُ مُؤْمِنٌ، فَقَالَ مَلَكُ الْمَوْتِ عليه السَّلَاُم: يَا محمّدُ طِبْ نَفْساً وَقُرَّ عيْناً فإِنِّيْ بِكُلِّ مُؤْمِنٍ رَفِيْقٌ.

2. Kisi permasalahan: Diantara peristiwa menakutkan yang akan dialami manusia setelah ajal menjemputnya adalah penghimpitan bumi terhadap jasad mereka dalam kubur. Apakah penghimpitan tersebut terjadi setelah datang malaikat Munkar Nakir atau sebelumnya? Dan apakah semua manusia mengalami penghimpitan itu atau ada pengecualiannya?

• Jawaban: Penghimpitan bumi terhadap manusia dalam kubur terjadi sebelum mereka didatangi malaikat Munkar Nakir. Karena peristiwa tersebut adalah hal pertama yang dialami manusia setelah dia dimasukkan ke dalam kuburnya. Dan semua manusia pasti mengalaminya baik yang muslim atau kafir, yang saleh atau durhaka. Hanya saja bagi yang muslim dan saleh, penghimpitan tersebut tidak berlangsumg lama, berbeda dengan orang-orang kafir.

• Referensi: Hamisy al-Fatawi al-Fiqhiyah al-Kubra juz 4 halaman 210-211.

وَضَمَّةُ الْقَبْرِ لِلْمَيِّتِ قَبْلَ سُؤَالِ الْمَلَكَيْنِ فَقَدْ رَوَى ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا وَالْحَكِيمُ التِّرْمِذِيُّ وَأَبُو يَعْلَى وَأَبُو أَحْمَدَ وَالْحَاكِمُ فِي الْكُنَى وَالطَّبَرَانِيُّ فِي الْكَبِيرِ وَأَبُو نُعَيْمٍ عَنْ أَبِي الْحَجَّاجِ التَُّمَالِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {يَقُولُ الْقَبْرُ لِلْمَيِّتِ حِينَ يُوضَعُ فِيهِ وَيْحَك يَا ابْنَ آدَمَ مَا غَرَّكَ بِي أَلَمْ تَعْلَمْ أَنِّي بَيْتُ الْفِتْنَةِ} الْحَدِيثَ .وَرَوَى ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُبَيْدٍ قَالَ بَلَغَنِي أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ {إنَّ الْمَيِّتَ يَقْعُدُ وَهُوَ يَسْمَعُ خَطْوَ مُشَيِّعِيهِ فَلَا يُكَلِّمُهُ شَيْءٌ أَوَّلُ مِنْ حُفْرَتِهِ فَيَقُولُ وَيْحَكَ يَا ابْنَ آدَمَ قَدْ حُذِّرْتَنِي وَحُذِّرْتَ ضِيقِي} الْحَدِيثَ .وَرَوَى أَبُو الْقَاسِمِ السَّعْدِيُّ فِي كِتَابِ الرُّوحِ لَهُ لَا يَنْجُو مِنْ ضَغْطَةِ الْقَبْرِ صَالِحٌ وَلَا طَالِحٌ غَيْرَ أَنَّ الْفَرْقَ بَيْنَ الْمُسْلِمِ وَالْكَافِرِ فَبَيْنَهُمَا دَوَامُ الضَّغْطَةِ لِلْكَافِرِ وَحُصُولُ هَذِهِ الْحَالَةِ لِلْمُسْلِمِ فِي أَوَّلِ نُزُولِهِ إلَى قَبْرِهِ ثُمَّ يَعُودُ إلَى الْإِفْسَاحِ لَهُ فِيهِ .ا هـ .

3. Kisi permasalahan: Setelah manusia mengalami penghimpitan bumi, selanjutnya mereka akan didatangi dua malaikat yang akan menginterogasi mereka. Apakah pertanyaan dua malaikat di atas hanya khusus bagi jenazah yang dikubur atau semua manusia yang meninggal dunia, baik dikubur atau tidak? Dan apakah semua manusia akan mengalaminya tanpa terkecuali?

• Jawaban: Memang benar, semua manusia yang telah meninggal dunia dan telah mangalami penghimpitan bumi pasti akan didatangi dua malaikat yang disebut Munkar dan Nakir. Mereka datang untuk menguji manusia dengan beberapa pertanyaan seputar pokok-pokok agama dan semuanya akan mengalami proses itu, baik jenazah tersebut dikubur atau tidak, seperti mati terbakar sampai menjadi abu atau dimakan binatang buas. Akan tetapi ada juga manusia yang punya keistimewaan sehingga selamat dari proses pengujian tersebut, mereka adalah muslimin yang gugur dalam medan perang (syuhada’ fi sabilillah) dan para nabi.

• Referensi: al-Fatawi al-Fiqhiyah al-Kubra juz 4 halaman 228 dan 387.

(سُئِلَ) عَنْ الْجَوَازِ عَلَى الصِّرَاطِ إلى أن قال …

وَهَلْ الْمَيِّتُ يُسْأَلُ قَبْلَ أَنْ يُقْبَرَ أَمْ لَا وَهَلْ الشَّهِيدُ فِي غَيْرِ مَعْرَكَةِ الْقِتَالِ يُسْأَلُ أَمْ لَا؟ (فَأَجَابَ) إلى أن قال … وَسُؤَالُ مُنْكَرٍ وَنَكِيرٍ عَامٌّ لِلْمَقْبُورِ وَغَيْرِهِ وَلَوْ مَصْلُوبًا أَوْ غَرِيقًا أَوْ مَأْكُولًا لِلدَّوَابِّ أَوْ أُحْرِقَ حَتَّى صَارَ رَمَادًا وَذُرِّيَ فِي الرِّيحِ كَمَا جَزَمَ بِهِ جَمَاعَةٌ مِنْ الْأَئِمَّةِ وَقَدْ تَبَرَّكَ الْجَلَالُ الْمُحَقِّقُ الْمَحَلِّيُّ بِلَفْظِ الْخَبَرِ فِي التَّعْبِيرِ بِالْمَقْبُورِ جَرْيًا عَلَى الْغَالِبِ. إلى أن قال وَقَدْ عُلِمَ أَنَّ الْمَقْبُورَ يُسْأَلُ فِي قَبْرِهِ ، وَأَنَّ غَيْرَهُ يُسْأَلُ أَيْضًا وَشَهِيدُ غَيْرِ الْمَعْرَكَةِ يُسْئَلُ لَا الْمَبْطُونُ فَإِنَّهُ لَا يُسْأَلُ …

(سُئِلَ) عَنْ الْأَنْبِيَاءِ هَلْ يُسْأَلُونَ كَآحَادِ النَّاسِ أَمْ لَهُمْ سُؤَالٌ مَخْصُوصٌ بِهِمْ وَهَلْ الشُّهَدَاءُ كَالْمَقْتُولِ بِالطَّعْنِ أَوْ الْبَطْنِ أَوْ الْحَرْقِ أَوْ الْغَرَقِ أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ يُسْأَلُونَ فِي قُبُورِهِمْ أَوْ لَا؟ (فَأَجَابَ) بِأَنَّهُ لَا يُسْأَلُ النَّبِيُّونَ فِي قُبُورِهِمْ وَكَذَلِكَ شَهِيدُ الْمَعْرَكَةِ .

4. Kisi permasalahan: Orang yang meninggal dunia sementara bagian-bagian tubuhnya terpotong-potong seperti kepala, tangan dan yang lain, kemudian dikubur di tempat yang berbeda. Bagian tubuh manakah yang akan didatangi dan ditanya malaikat?

• Jawaban: Yang akan ditanya oleh malaikat adalah bagian kepala, mengingat bagian inilah yang bisa berbicara karena punya mulut. Hal ini sebagaimana telah dijelaskan dalam salah satu hadits Nabi Saw., bahwa manusia di dalam menjawab pertanyaan malaikat Munkar Nakir dengan menggunakan mulut mereka.

• Referensi: al-Fatawi al-Fiqhiyah al-Kubra juz 4 halaman 233.

(سُئِلَ) عَمَّنْ قُطِعَ رَأْسُهُ وَدُفِنَ بِمَكَانٍ آخَرَ هَلْ يُسْأَلُ الرَّأْسُ أَمْ بَاقِي الْبَدَنِ أَمْ كِلَاهُمَا؟ (فَأَجَابَ) بِأَنَّ السُّؤَالَ لِلرَّأْسِ لِاشْتِمَالِهِ عَلَى اللِّسَانِ الْمُجِيبِ كَمَا وَرَدَ بِهِ الْحَدِيثُ

5. Kisi permasalahan: Bahasa apa yang gunakan malaikat Munkar dan Nakir dalam menjalankan tugasnya?

• Jawaban: Dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat antara para ulama. Ada yang perpendapat bahwa bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa Arab walaupun manusia yang ditanya bukanlah orang Arab. Dan hal tersebut bukanlah suatu kemustahilan karena akhirat merupakan tempat yang serba luar biasa. Sedangkan menurut versi lain mengatakan bahwa bahasa yang digunakan adalah bahasa Suryani.

• Referensi: al-Fatawi al-Haditsiyah halaman 11.

وَالحَاصِلُ الأَخْذُ بِظَاهِرِ الأَحَادِيْثِ هُوَ أَنَّ السُّؤَالَ لِسَائِرِ النَّاسِ بِالْعَرَبِيَّةِ نَظِيْرُ مَا مَرَّ أَنَّهُ لِسَانُ أَهْلِ الْجَنَّةِ إِلاَّ إِنْ ثَبَتَ خِلَافُ ذَلِكَ وَلاَ يُسْتَبْعَدُ تَكَلُّمُ غَيْرِ العَرَبِيِّ بِالعَرَبِيَّةِ لِأَنَّ ذَلِكَ الوَقْتَ وَقْتٌ تُخْرَقُ فِيْهِ العَادَةُ وَمِنْ ثَمَّ ذَكَرَ القُرْطُبِيّ وَالغَزَالِيّ عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ ” يَارسولَ اللهِ مَا أَوَّلُ مَا يَلْقَي الْمَيِّتُ إِذَا دَخَلَ قَبْرَهُ قَالَ يَا ابْنَ مَسْعُوْدٍ مَاسَأَلَنِيْ عَنْهُ إِلاَّ أَنْتَ فَأَوَّلُ مَا يَأْتِيْهِ مَلَكٌ اسْمُهُ رُوْمَانُ يَجُوْسُ بِخِلاَلِ الْمَقَابِرِ الحَدِيْثَ بِطُوْلِهِ .إلى قَوْلِهِ ثُمَّ رَأَيْتُ شَيْخَ الإِسْلَامِ صَالِحًا البُلْْقِيْنِيّ أَفْتَى بِأَنَّ السُّؤَالَ فِي القَبْرِ بِالسُّرْيَانِيّ لِكُلِّ مَيِّتٍ.

6. Kisi permasalahan: Apa memang benar bahwa orang yang meninggal pada hari Jum’at akan dijaga dari fitnah kubur? Dan apa yang dimaksud dengan fitnah kubur tersebut?

• Jawaban: Memang benar bahwa orang yang meninggal pada hari Jum’at akan dijaga dari fitnah kubur. Sebagaimana yang telah jelaskan dalam salah satu hadits bahwa Nabi Muhammad Saw. pernah bersabda: “Sesungguhnya siapa saja yang meninggal dunia pada hari Jum’at maka Allah akan menjaganya dari fitnah kubur.” Dan yang dimaksud fitnah kubur adalah datangnya dua malaikat yakni Munkar dan Nakir untuk menginterogasi manusia di dalamnya. Sedangkan maksud dari mendapat perlindungan Allah dari fitnah kubur adalah ketika bertemu dengan dua malaikat tersebut dia sama sekali tidak takut atau khawatir. Ada dua istilah peristiwa menakutkan yang akan menimpa manusia dalam kuburnya yaitu fitnah kubur sebagaimana di atas dan adzab kubur atau siksa kubur, yang maksudnya adalah semua siksaan yang bersifat umum baik karena ketidakmampuan mereka dalam menjawab pertanyaan dua malaikat tersebut atau karena faktor lain.

• Referensi: al-Fatawi al-Fiqhiyah al-Kubra juz 4 halaman 379 dan Hasyiyah al-Bujairami juz 2 halaman 299.

(سُئِلَ) هَلْ مَنْ مَاتَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ يُوقَى فِتْنَةَ الْقَبْرِ؟ (فَأَجَابَ) نَعَمْ وَرَدَ عَنْهُ {صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ مَنْ مَاتَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ وَقَاهُ اللَّهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ} وَمَعْنَاهُ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يَحْصُلُ لَهُ مِنْ رُؤْيَتِهِمَا وَسُؤَالِهِمَا خَوْفٌ وَلَا فَزَعٌ وَيُثَبَّتُ .

وَأَمَّا عَذَابُ الْقَبْرِ فَعَامٌّ لِلْمُسْلِمِ وَالْكَافِرِ وَالْمُنَافِقِ فَعُلِمَ الْفَرْقُ بَيْنَ فِتْنَةِ الْقَبْرِ وَعَذَابِهِ وَهُوَ أَنَّ الْفِتْنَةَ تَكُونُ بِامْتِحَانِ الْمَيِّتِ بِالسُّؤَالِ وَأَمَّا الْعَذَابُ فَعَامٌّ يَكُونُ نَاشِئًا عَنْ عَدَمِ جَوَابِ السُّؤَالِ وَيَكُونُ عَنْ غَيْرِ ذَلِكَ وَفِي بَعْضِ الْآثَارِ: يُكَرَّرُ السُّؤَالُ فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ، وَفِي بَعْضِهَا: إنَّ الْمُؤْمِنَ يُسْأَلُ سَبْعَةَ أَيَّامٍ وَالْمُنَافِقُ أَرْبَعِينَ يَوْمًا أَيْ قَدْ يَقَعُ ذَلِكَ ، وَفِي بَعْضِ الْآثَارِ: أَنَّ فَتَّانِي الْقَبْرِ أَرْبَعَةٌ: مُنْكَرٌ وَنَكِيرٌ يَكُونَانِ لِلْمُنَافِقِ ، وَمُبَشِّرٌ وَبَشِيرٌ يَكُونَانِ لِلْمُؤْمِنِ

7. Kisi permasalahan: Adakah diantara manusia yang tidak didatangi malaikat Munkar Nakir?

• Jawaban: Ada, yaitu orang-orang termasuk kategori berikut ini: a) Orang meninggal sebelum dia mukallaf. b) Orang mati syahid baik syahid dunia atau akhirat. c) Para nabi. d) Orang yang meninggal pada hari atau malam Jum’at (menurut sebagian keterangan). e) Orang yang punya amalan bacaan surat Tabarak setiap malam (menurut sebagian pendapat ditambah surah as-Sajdah). f) Orang kafir dan munafik

• Referensi: al-Fatawi al-Haditsiyah halaman 10.

(مَطْلَبُ سُؤَالِ الْمَلَكَيْنِ) وَسُؤَالُ الْمَلَكَيْنِ يَعُمُّ كُلَّ مَيِّتٍ وَلَوْ جَنِيْنًا وَغَيْرَ مَقْبُوْرٍ كَحَرِيْقٍ وَغَرِيْقٍ وَأَكِيْلِ سَبُعٍ كَمَا جَزَمَ بِهِ جَمَاعَةٌ مِنَ الأَئِمَّةِ وَقَوْلُ بَعْضِهِمْ يَسْأَلاَنِ الْمَقْبُوْرَ إِنَّمَا أَرَادَ بِهِ التَّبَرُّكَ بِلَفْظِ الْخَبَرِ نَعَمْ قَالَ بَعْضُ الْحُفَّاظِ وَالْمُحَقِّقِيْنَ الَّذِيْ يَظْهَرُ اخْتِصَاصُ السّؤُاَلِ بِمَنْ يَكُوْنُ لَهُ تَكْلِيْفٌ وَبِهِ جَزَمَ غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ أَئِمَّتِنَا الشَّافِعِيَّةِ وَمِنْ ثَمَّ لَمْ يَسْتَحِبُّوْا تَلْقِيْنَهُ وَمِنْ ثَمَّ خَالَفَ فِي ذَلِكَ القُرْطُبِي وَغَيْرُهُ فَجَزَمُوْا بِأَنَّ الطِّفْلَ يُسْئَلُ وَلاَ يُسْئَلُ الشَّهِيْدُ كَمَا صَحَّتْ بِهِ الأَحَادِيْثُ وَأُلْحِقَ بِهِ مَنْ مَاتَ مُرَابِطًا لِظَاهِرِ حَدِيْثٍ رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُوْ دَاوُدَ وَهُوَ ” كُلُّ مَيِّتٍ يُخْتَمُ عَلَى عَمَلِهِ إِلاَّ الَّذِيْ مَاتَ مُرَابِطًا فِي سَبِيْلِ اللهِ فَإِنَّهُ يَنْمُوْ عَمَلُهُ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ وَيؤمن من فتاني القبر ” وَأَلْحَقَ القُرْطُبِيّ بِالشَّهِيْدِ شَهِيْدَ الآخِرَةِ فَقَطْ وِالصِّدِّيْقَ لِأَنَّهُ أَعْلَى مَرْتَبَةٍ مِنَ الشَّهِيْدِ, وَمِنْهُ يُؤْخَذُ انْتِفَاءُ السُّؤَالِ فِي حَقِّهِ صلى الله عليه وسلم وَفِيْ حَقِّ سَائِرِ الأَنْبِيَاءِ, وَبَحَثَ بَعْضُ الْمُحَقِّقِيْنَ وَالْحُفَّاظُ أَنَّ الْمَلَكَ لاَيُسْئَلُ لِأَنَّ السُّؤَالَ يَخْتَصُّ بِمَنْ شَأْنُهُ أَنْ ُيُفْتَنَ, وَفِي حَدِيْثٍ حَسَّنَهُ التُّرْمُذِيّ وَالبَيْهَقِيّ وَضَعَّفَهُ الطَّحَاوِيّ ” مَنْ مَاتَ لَيْلَةََ الْجُمْعَةِ أَوْ يَوْمَهَا لَمْ يُسْئَلْ ” وَوَرَدَتْ أَخْبَارٌ بِنَحْوِهِ فِيْمَنْ يَقْرَأُ كُلَّ لَيْلَةٍ سُوْرَةَ تَبَارَكَ وَفِي بَعْضِهَا ضُمَّ سُوْرَةُ السَّجْدَةِ إِلَيْهَا, وَجَزَمَ التُّرْمُذِيّ الحَكِيْمُ بِأَنَّ الْمُعْلِنَ بِكُفْرِهِ لاَ يُسْئَلُ وَوَافَقَهُ ابْنُ عَبْدِ البَرِّ وَرَوَاُه بَعْضُ كِبَارِ التَّابِعِيْنَ لَكِِنْ خَالَفَهُ القُرْطُبِيّ وَابْنُ القَيِّمِ, وَاسْتَدَلَّالَهُ بِآيَةِ (يثبت الله الذين آمنوا بالقول الثابت) وَبِحَدِيْثِ البُخَارِيّ ” وَأَمَّا الكَافِرُ وَالْمُنَافِقُ ” بِالْوَاوِ وَرَجَّحَهُ شَيْخُ الإِسْلاَمِ ابْنُ حَجَرٍ بِأَنَّ الأَحَادِيْثَ مُتَّفَقٌ عَلَى ذَلِكَ وَهِيَ مَرْفُوْعَةٌ مَعَ كَثْرَةِ طُرُقِهَا الصَّحِِيْحَةِ .

8. Kisi permasalahan: Apakah yang akan didatangi dua malaikat penanya hanya umat Nabi Muhammad Saw. atau juga umat nabi-nabi sebelum beliau?

• Jawaban: Khilaf. Menurut Imam at-Tirmidzi dan Imam Ibnu ‘Abd al-Barr, yang akan didatangi malaikat Munkar dan Nakir hanyalah umat Nabi Muhammad Saw. saja, sedangkan menurut pendapat Imam Ibnu Qayyim dan ulama yang lain berpendapat bahwa umat para nabi sebelum Nabi Muhammad Saw. juga akan didatangi mereka.

• Referensi: al-Fatawi al-Haditsiyah halaman 11.

(مَطْلَبٌ سُؤَالُ القَبْرِ مِنَ خَوَاصّ ِهَذِهِ الأُمّةِ) وَجَزَمَ التُّرْمُذِيّ الحَكِيْمُ وَابْنُ عَبْدِ البَرِّ أَيْضًا بِأَنَّ السُّؤَالَ مِنْ خَوَاصِّ هَذِهِ الأُمَّةِ لِحَدِيْثِ مُسْلِمٍ ” إِنَّ هَذِهِ الأُمَّةَ تُبْتَلَى فِي قُبُوْرِهَا ” وَخَالَفَهُمَا جَمَاعَةٌ مِنْهُمْ ابْنُ القَيِّمِ وَقَالَ: لَيْسَ فِي الأَحَادِيْثِ مَا يَنْفِيْ السُّؤَالَ عَمَّنْ تَقَدَّمَ مِنَ الأُمَمِ, وَإِنَّمَا أَخْبَرَ النَِّبيّ صلى الله عليه وسلم أُمَّتَهُ بِكَيْفِيَّةِ امْتِحَانِهِمْ فِي القُبُوْرِ لاَ أَنَّهُ نَفَى ذَلِكَ عَنْ ذَلِكَ وَتَوَقَّفَ آخَرُوْنَ وَلِلتَّوَقُّفِ وَجْهٌ لِأَنَّ قَوْلَهُ ” إِنَّ هَذِهِ الأمَّةَ ” فِيْهِ تَخْصِيْصٌ فَتَعْدِيَةُ السُّؤَالِ إِلَى غَيْرِهِمْ تَحْتَاجُ إِلَى دَلِيْلٍ, وَعَلَى تَسْلِيْمِ اخْتِصَاصِهِمْ بِهِمْ فَهُوَ لِزِيَادَةِ دَرَجَاتِهِمْ وَلِخِفَّةِ أَهْوَالِ الْمَحْشَرِ عَلَيْهِمْ فَفِيْهِ رِفْقٌ بِهِمْ أَكْثَرَ مِنْ غَيْرِهِمْ ِلأنَّ الْمِحَنَ إذا فُرِّقَتْ هَانَ أَمْرُهَا بِخِلافِ مَا تَوالَتْ فَتَفْرِيْقُها لِهَذِهِ اْلأَمَّةِ عِنْدَ الْمَوْتِ وَفِي الْقُبُورِ وَالْمَحْشَرِ دَلِيْلٌ ظَاهِرٌ عَلى تَمَامِ عِنَاَيَةِ رَبِّهِمْ لِمَا تَقَرَّرَ فَتَأَمَّلْ ذَلِكَ, وَمُقْتَضَى أحَادِيْثِ سُؤَالِ الْمَلَكَيْنِ أَنَّ الْمُؤْمِنَ وَلَوْ فَاسِقًا يُجِيْبُهُمَا كَالْعَدْلِ وَلَكِنْ بِشَارَتُهُ تَحْتَمِلُ أنْ تَكُوْنَ بِحَسَبِ حَالِهِ وَيُوَافِقُهُ قَوْلُ ابْنِ يُوْنُسَ اِسْمُهُمَا عَلَى الْمُذْنِبِ مُنْكَرٌ: أَيْ بِفَتْحِ الْكَافِ . وَأَمَّا عَلَى الْمُطِيْعِ مُبَشِّرٌ وَبَشِيْرٌ .

9. Kisi permasalahan: Di manakah roh-roh manusia setelah mereka meninggal dunia?

• Jawaban: Roh-roh tersebut berada di suatu tempat sesuai dengan derajat atau tingkatan sebagaimana ketentuan berikut: a) Roh para nabi akan ditempatkan di surga ‘Illiyin. b) Roh para syuhada ditempatkan dalam perut burung hijau yang sewaktu-waktu bisa terbang ke surga. c) Sedangkan tempat roh orang-orang mukmin, para ulama berbeda pendapat. Menurut pendapat Imam Syafi’i, roh orang mukmin yang belum mukallaf akan ditempatkan dalam lentera yang tergantung di dinding Arsy dan sewaktu-waktu bisa pergi ke surga. Sedangkan roh orang mukmin yang sudah mukallaf menurut Imam Ahmad akan ditempatkan dalam surga. Menurut Syeikh Wahab, roh tersebut akan ditempatkan dalam rumah putih yang berada di atas langit yang ketujuh. Lain halnya dengan pendapat Imam Mujahid, menurut beliau roh-roh tersebut selama seminggu setelah kematian akan berada di sekitar kuburan, baru kemudian dipindahkan ke tempat lain. Dan menurut sumber yang ditarjih oleh Imam Ibnu Abd al-Barr mangatakan bahwa roh orang mukmin selain para syuhada bersemayam di sekitar kuburan mereka namun diberi kebebasan pergi ke manapun sekehendak mereka. Dan masih ada pendapat lain yang tidak jelas dari siapa menjelaskan bahwa roh mereka ditempatkan di suatu tempat di muka bumi ini yaitu dalam kolam yang sangat besar. Sedangkan roh orang-orang kafir ditempatkan suatu daerah yang bernama Barhut yaitu tempat yang sangat angker, tandus dan tak bertuan di kawasan Hadhramaut (Yaman).

• Referensi: al-Fatawi al-Haditsiyah halaman 6.

مَطْلَبٌ أَرْوَاحُ الأَنْبِيَاءِ فِي أَعْلَى عِلِّيِّيْنَ وَأَرْوَاحُ الشُّهَدَاءِ فِي أَجْوَافِ طُيُوْرٍ خُضْرٍ وَأَمَّا غَيْرُهُمْ فَفِيْهِ تَفْصِيْلٌ وَاخْتِلَافٌ وَذَكَرَ ابْنُ رَجَبَ أَنَّ الأَنْبِيَاءَ صلواتُ اللهِ وسلامُهُ عليْهِمْ تَكُوْنُ أَرْوَاحَهُمْ فِي أَعْلَى عِلِّيِّيْنَ وَيُؤَيِّدُهُ قَوْلُهُ صلى الله عليه وسلم ” اللّهُمَّ الرَّفِيْقَ الأَعْلَى ” وَأَكْثَرُ الْعُلَمَاءِ أَنَّ أَرْوَاحَ الشُّهَدَاِء فِي أَجْوَافِ طُيُوْرٍ خُضْرٍ لهَاَ قَنَادِيْلُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَسْرَحُ فِي الْجَنَّةِ حَيْثُ تَشَاُء كَمَا فِي مُسْلِمٍ وَغَيْرِهِ وَأَمَّا بَقِيَّةُ الْمُؤْمِنِيْنَ فَنَصَّ الشَّافِعِيُّ رضي اللهُ عَنْهُ وَرَحِمَهُ عَلَى أَنَّ مَنْ لَمْ يَبْلُغِ التَّكْلِيْفَ مِنْهُمْ فِي الْجَنَّةِِ حَيْثُ شَاءُوا فَتَأْوِى إِلَى قَنَادِيْلَ مُعَلَّقَةٍ بِالعَرْشِ وَأَخْرَجَهُ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنْ ابْنِ مَسْعُوْدٍ, وَأَمَّا أَهْلُ التَّكْلِيْفِ فَفِيْهِمْ خِلَافٌ كَثِيْرٌعَنْ أَحْمَدَ أنَّهَا فِي الْجَنَّةِ وَعَنْ وَهْبٍ أنَّهَا فِي دَارٍ يُقَالُ لَهَا الْبَيْضَاءُ فِي السَّمَاءِ السَّابِعَةِ وَعَنْ مُجَاهِدٍ تَكُونُ عَلَى الْقُبُورِ سَبْعَةَ أَيَّامٍ مِنْ يَوْمِ دَفْنٍ َلا تُفَارِقُهُ أيْ ثُمَّ تُفَارِقُهُ بَعْدَ ذَلِكَ إلَى قَوْلِهِ … وَقِيْلَ إنَّهَا تَزُوْرُ قُبُورَهَا يَعْنِي عَلَى الدَّوامِ وَلِذَا سُنُّ زِيارَةِ الْقُبُورِ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ وَيَوْمِها وَبُكْرَةَ السَّبْتِ اِنْتَهَى . وَرَجَّحَ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ: اَنَّ أرْواحَ غَيْرِ الشُّهَدَاءِ فِي اَفْنِيَةِ الْقُبُورِ تَسْرَحُ حَيْثُ شَائَتْ . وَقالَ فِرْقَةٌ: تَجْتَمِعُ اْلأرْواحُ بِمَوْضِعٍ مِنَ اْلأَرْضِ كَمَا رُوِيَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ ” أَرْوَاحُ الْمُؤْمِنِيْنَ تَجْتَمِعُ بِالْجَابِيَّةِ وَأمَّا أرْواحُ الْكُفَّارِ فَتَجْتَمِعُ بِسَبْخَةِ حَضْرَمَوْتَ يُقالُ لَهَا بَرَهُوْتُ وَلِذا وَرَدَ ” أَبْغَضُ بُقْعَةٍ فِي اْلأَرْضِ وَادٍ بِحَضْرَ مَوْتَ يُقَالُ بَرَهُوْتُ فِيْهِ أرْواحُ الْكُفَّارِ ” وَفِيْهِ بِئْرُ مَاءٍ يُرَى بِالنَّهَارِ أَسْوَدَ كَأنَّهُ قَيْحٌ يَأْوِى إلَيْهَا بِالنَّهَارِ الْهَوَامُّ . قَالَ سُفْيَانُ: وَسَأَلْنَا الْحَضْرَمِيِّيْنَ فَقَالُوا لاَيَسْتَطِيْعُ أَحَدٌ أنْ يَّثْبُتَ فِيْهِ باللَّيْلِ وَاللهُ سُبْحَانَهُ أَعْلَمُ .

10. Kisi permasalahan: Asumsi masyarakat mengenai roh gentayangan telah begitu kental tertancap di keyakinan mereka. Padahal mungkin saja itu semua hanya sekedar mitos warisan para nenek moyang sehingga dari hal tersebut ada sebuah permasalahan yakni benarkah roh orang yang telah meninggal bisa mendatangi kuburan tempat pemakamannya pada waktu-waktu tertentu atau bahkan menjenguk rumah dan keluarganya dan apakah roh itu bisa melihat mereka?

• Jawaban: Dalam hadits shahih telah dijelaskan bahwa roh orang yang telah meninggal dunia bisa masuk ke jasadnya kembali. Namun hal ini hanya berlaku bagi sebagian orang saja, tidak semuanya. Dan Imam al-Yafi’i juga mengatakan bahwa menurut madzhab Ahlussunnah, sesungguhnya roh-roh orang-orang yang telah meninggal pada saat-saat tertentu dikembalikan lagi ke jasadnya yang berada dalam kubur terutama pada malam Jum’at. Bahkan menurut keterangan Imam al-Qurthubiy mengatakan bahwa roh tersebut juga diberi kesempatan mendatangi rumah keluarganya pada saat-saat yang memang dikehendaki Allah. Dan apakah roh-roh tersebut adalah yang dimaksud dengan roh gentayangan atau dikenal dengan sebutan hantu? Hal ini akan dijelaskan dalam pembahasan mendatang.

• Referensi: al-Fatawi al-Fiqhiyah al-Kubra juz 4 halaman 234-235.

(سُئِلَ) عَنْ الْأَرْوَاحِ هَلْ وَرَدَ أَنَّهَا تَأْتِي إلَى الْقُبُورِ فِي كُلِّ لَيْلَةِ جُمُعَةٍ تَزُورُهَا وَتَمْكُثُ عَلَى ظَاهِرِهَا إلَى غُرُوبِ شَمْسِهَا ، وَإِنَّهَا تَأْتِي دُورَ أَهْلِهَا وَهَلْ تَأْتِي إلَى الْقُبُورِ فِي سَائِرِ أَيَّامِ الْجُمُعَةِ وَهَلْ تُبْصِرُ مَنْ هُنَاكَ أَوْ لَا؟ (فَأَجَابَ) بِأَنَّهُ قَدْ ثَبَتَ فِي الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ عَوْدُ الرُّوحِ إلَى الْجَسَدِ فِي الْقَبْرِ لِسَائِرِ الْمَوْتَى وَقَدْ قَالَ الْيَافِعِيُّ مَذْهَبُ أَهْلِ السُّنَّةِ أَنَّ أَرْوَاحَ الْمَوْتَى تُرَدُّ فِي بَعْضِ الْأَوْقَاتِ مِنْ عِلِّيِّينَ أَوْ مِنْ سِجِّينٍ إلَى أَجْسَادِهِمْ فِي قُبُورِهِمْ عِنْدَ إرَادَةِ اللَّهِ تَعَالَى وَخُصُوصًا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِإلى أن قال … قال القرطبي قَالَ الْقُرْطُبِيُّ وَقَدْ قِيلَ إنَّهَا تَزُورُ قُبُورَهَا كُلَّ جُمُعَةٍ عَلَى الدَّوَامِ وَقَدْ وَرَدَ أَنَّهَا تَأْتِي قُبُورَهَا وَدُورَ أَهْلِهَا فِي وَقْتٍ يُرِيدُهُ اللَّهُ لَهَا ؛ لِأَنَّهَا مَأْذُونٌ لَهَا فِي التَّصَرُّفِ ، وَإِنَّهَا تُبْصِرُ مَنْ هُنَاكَ سَوَاءٌ أَتَتْ إلَى الْقُبُورِ أَمْ الدُّورِ .

11. Kisi permasalahan: Sebagaimana banyak diyakini masyarakat timur yang sudah turun-temurun bahwa orang yang pada masa hidupnya selalu berbuat maksiat atau mati di hari-hari tertentu seperti Jum’at Kliwon, maka setelah dia mati akan menjadi hantu-hantu gentayangan yang selalu mengganggu ketenteraman manusia. Bahkan dia mampu menuntut balas atas kematiannya kalau dia mati terbunuh. Hantu-hantu ini ada yang meyebutkan jerangkong, sundel bolong, pocong dan banyak istilah lain lagi. Benarkah orang yang sudah meninggal dunia dapat bangkit lagi dan menjadi hantu gentayangan? Kalau memang benar, apakah yang keluar dari kubur tersebut, jasad ataukah rohnya? Dan kalau tidak benar, bagaimana hukum mempercayainya, mengingat hal ini sudah turun-temurun? Dan bagaimana pula cara mengusirnya?

• Jawaban: Fenomena hantu seperti pocong, jerangkong, sundel bolong dan entah apa lagi namanya, memang seakan sudah tertancap begitu dalamnya di lubuk hati masyarakat sekitar kita. Hal ini tentunya harus disikapi dengan arif dan bijak. Sehubungan dengan masalah bangkitnya orang yang sudah meninggal dunia dari alam kuburnya, setidaknya ada tiga kemungkinan pilihan sebagai perbandingan benar tidaknya keyakinan di atas. Pertama: yang bangkit dari alam kubur tersebut memang jasad dari orang yang telah meninggal dunia. Dan hal ini merupakan suatu ketololan apabila langsung dipercaya dan diyakini. Karena secara akal jasad orang yang telah meninggal dunia pasti mengalami pembusukan dan sangat tidak beralasan apabila dia tiba-tiba punya kekuatan dapat membelah bumi atau kuburnya untuk bangkit kembali. Sehingga apabila hal ini yang diyakini, jelas tidak beralasan dan mengada-ada. Hanya orang bodoh saja yang akan tertipu. Kedua: yang bangkit tersebut bukan jasad dari orang yang telah meningal dunia akan tetapi rohnya. Kalau hal ini yang terjadi maka jelas-jelas bertentangan dengan salah satu hadits Nabi Saw. yang berbunyi sebagai berikut:

لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ

“Tidak ada sesuatu (selain Allah) yang dapat membuat keburukan, tidak ada suara burung sebagai pertanda akan datangnya keburukan, tidak ada penampakan roh dan tidak ada ular yang berada dalam perut.“ Hadits ini menolak tegas terhadap segala bentuk penampakan roh-roh manusia dalam wujud apapun sekaligus melarang untuk mempercayainya. Sehingga apabila ada yang meyakini bahwa roh orang yang telah meninggal dapat bangkit kembali dan menampakkan diri dalam wujud-wujud yang menyeramkan misalnya, itu sama artinya dengan meyakini sesuatu yang dilarang agama untuk diyakini. Ketiga: makhluk lain yang sengaja merubah wujud yang sama dengan orang yang telah meninggal dunia. Dalam hal ini Nabi Saw. pernah bersabda:

لَا غَوْلَ وَلَكِنْ السَّعَالَي

“Tidak ada setan yang menampakkan diri tapi jin Sa’ala.“ Hadits ini dimaksudkan untuk menolak keyakinan bahwa pada saat itu di padang sahara ada setan yang menampakkan diri dan selalu mengganggu manusia dengan menyesatkan mereka yang melewati gurun sahara. Dengan hadits ini Nabi Saw. mengingatkan mereka bahwa makhluk itu sebetulnya tidak ada. Yang ada adalah jin bernama Sa’ala yang diberi kemampuan dapat merubah wujud dalam bentuk yang dikehendakinya. Dan walaupun makhluk ini dinyatakan ada pada hakikatnya, kemampuannya tak dapat membahayakan manusia. Hanya Allah saja yang mampu. Dengan hadits ini dapat disimpulkan bahwa memang ada makhluk halus bernama Sa’ala yang mampu merubah wujud dalam bentuk lain termasuk dalam bentuk orang yang telah meninggal dunia sebagaimana di atas. Namun yang perlu diyakini bahwa pada hakikatnya hanya Allah saja yang mampu berbuat. Kemudian benarkah hantu-hantu tersebut adalah jin yang bernama Sa’ala? Wallahu a’lam. Sedangkan cara mengusir hantu jin tersebut adalah dengan segera melakukan adzan.

• Referensi: Qurrot al-’Ain bi Fatawi Isma’il Zain halaman 20 dan al-Adab asy-Syar’iyyah juz 3 halaman 369.

(حَوْلَ خُرُوْجِ شِبْحِ الشَّخْصِ الْمَيِّتِ بَعْدَ مَوْتِهِ) سُؤَالٌ: وَقَعَ فِي بَلَدِنَا مُنْذُ زَمَنٍ قَدِيْمٍ مَا يُسَمُّوْنَهُ بِجَرَاغْكُوْغَ . وَتَوْضِيْحُ المَسْأَلَةِ أَنَّ مَنْ مَاتَ مِنَ أَهْلِ الفُجُوْرِ يَخْرُجُ مِنْ قَبْرِهِ خَلْقٌ يُشْبِهُ حَيَوَانًا ذُوْ صُوْرَةٍ مَخُوْفَةٍ . كَانَ يَخْرُجُ مِنْ قَبْرِ ذَلِكَ المَيِّتِ فَيَذْهَبُ إِلَى بُيُوْتِ النَّاسِ يُخَوِّفُهُمْ بِشَتىَّ أَنْوَاعِ الْمَخُوْفَاتِ يُخَوِّفُهُمْ بِصُوْرَتِهِ وَصَوِْتِهِ وَشَكْلِهِ وَغَيْرِ ذَلِكَ . وَهُوَ يَتَشَكَّلُ بِصُوَرٍ مُخْتَلِفَةٍ عَجِيْبَةٍ وَرُبَّمَا يُسْمَعُ صَوْتُهُ وَلاَ يُرَى شَخْصُهُ. وَكَثِيْرًا مَّا يَتَشَكَّلُ بِصُوْرَةِ ذَلِكَ الْمَيِّتِ تَمَامًا. وَيَكُوْنُ خُرُوْجُ ذَلِكَ الشَّيْءِ الخَبِيْثِ بَعْدَ الغُرُوْبِ إِلَى أَنْ طَلَعَ الفَجْرُ هَذَا مَا سَمِعْنَا مِنْ بَعْضِ النَّاسِ . ثُمَّ إِنَّهُمْ يَخْتَلِفُوْنَ فِي ذَلِكَ . فَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ ِإنَّهُ رُوْحُ ذَلِكَ الْمَيِّتِ أَخْرَجَهُ اللهُ إِلَى هَذِهِ الدُّنْيَا إِعْلَامًا مِنْهُ سُبْحَانَهُ أَنًَّ صَاحِبَهُ كَانَ مِنْ أَهْلِ الفُجُوْرِ . وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ إِنَّهُ شَيْطَانٌ يُفْتِنُ النَّاسَ . وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ إِنَّهُ عَمَلُ الْمَيِّتِ السَّيِّءِ خَلَقَهُ اللهُ وَجَسَّمَهُ. فَنَرْجُو مِنْكُمْ تَوْضِيْحَ الْجَوَابِ وَاللهُ يَجْزِيْكُمْ بِالأَجْرِ وَالثَّوَابِ.الجَوَابُ: وَاللهُ المُوَفِّقُ لِلصَّوَابِ:أَنّهُ لَا يَنْبَغِيْ أَنْ يَقُوْلَ الإِنْسَانُ كُلَّ مَا سَمِعَ, وَفِي الْحَدِيْثِ ” كَفَي بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ ” وَلاَ يَنْبَغِيْ أَنْ يَعْتَقِدَ مِثْلَ هَذَا. فَقَدْ جَاءَ الشَّرْعُ الْحَكِيْمُ بِالنَّهْيِ عَنْ مِثْلِ هَذَا الإِعْتِقَادِ . قَالَ صلى الله عليه وسلم ” لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ ” رَوَاهُ البُخَارِيّ وَمُسْلِمٌ. وَالهَامَةُ هِيَ نَوْعٌ مِنَ الطُّيُوْرِ كَانَ أَهْلُ الجَاهِلِيَّةِ يَعْتَقِدُوْنَ أَنَّ رُوْحَ الْمَيِّتِ تَتَجَسَّمُ فِيْهَا وَأَنَّهَا تَدُوْرُ حَوْلَ بَيْتِهِ وَتَِأْتِيْ لَيْلاً إِلَى أَهْلِهِ فَنَهَى رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلَّم عَنْ ذَلِكَ وَأَكَّدَ النَّهْيَ بِصِيْغَةِ النَّفْيِ إِشَارَةً إِلَى أَنَّ هَذَا غَيْرُ وَاقِعٍ. وَمَا فِي صُوْرَةِ السُّؤَالِ مَنْ هَذَا النَّوْعِ فََيَنْبَغِيْ أَنْ لاَ يَعْتَقِدَ ذَلِكَ وَلاَ يُصَدِّقَهُ الْمُؤْمِنُوْنَ العُقَلاَءُ . وَقُدْرَةُ اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى صَالِحَةٌ لِكُلِّ شَيْءٍ لَكِنَّهُ مِنْ رَحْمَتِهِ لِعِبَادِهِ وَلاَ سِيَّمَا هَذِهِ الأُمّةِ الْمُحَمَّدِيَّةِ جَعْلُ بَعْضِ الأُمُوْرِِ مَسْتُوْرَةً وَمَخْفِيَّةً وَبَعْضِ الأُمُوْرِ مَوْكُوْلَةً إِلَيْهِ لاَ يَعْلَمُ حَقِيْقَةَ مَصِيْرِهَا إِلاَّ هُوَ.

فَصْلٌ فِي الْمُسْنَدِ, وَالصَّحِيْحَيْنِ وَغَيْرِهَا عَنْهُ عَلَيْهِ السّلامُ قَالَ: {لاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ} زَادَ مُسْلِمٌ وَغَيْرُهُ {وَلاَ نَوْءَ وَلاَ غَوْلَ} فَالْهَامَةُ مُفْرَدُ الْهَامِ وَكَانَ أَهْلُ الجَاهِلِيَّةِ يَقُوْلُوْنَ لَيْسَ أَحَدٌ يَمُوْتُ فَيُدْفَنُ إِلاَّ خَرَجَ مِنْ قَبْرِهِ هَامَةٌ وَكَانَتِ العَرَبُ تَزْعُمُ أَنَّ عِظَامَ الْمَيِّتِ تَصِيْرُ هَامَةً فَتَطِيْرُ وَكَانُوْا يَقُوْلُوْنَ إِنَّ القَتِيْلَ يَخْرُجُ مِنْ هَامَتِهِ أَيْ مِنْ رَأْسِهِ هَامَةٌ فَلاََ تَزَالُ تَقُوْلُ اسْقُوْنِيْ اسْقُوْنِيْ حَتّىَ يُؤْخَذَ بِثَأْرِهِ وَيَقْتُلَ قَاتِلَهُ . وَقَوْلُهُ ” لاَ صَفَرَ ” قِيْلَ: كَانُوْا يَتَشَاءَمُوْنَ بِدُخُوْلِ صَفَرَ فَقَالَ عليه السّلامُ {لاَ صَفَرَ} وَقِيْلَ: كَانَتِ العَرَبُ تَزْعُمُ أَنَّ فِي البَطْنِ حَيَّةً تُصِيْبُ الإِنْسَانَ إِذَا جَامَعَ وَتُؤْذِيْهِ ِوَإِنَّمَا تُعَدِّيْ فَأَبْطَلَهُ الشَّارِعُ . وَقَالَ مَالِكٌ كَانَ أَهْلُ الجَاهِلِيَّةِ يُحِلُّوْنََ صَفَرَ عَامًا وَيُحَرِّمُوْنَهُ عَامًا . إِلَى أَنْ قَالَ … وَالغَوْلُ أَحَدُ الغَيْلاَنِ وَهِيَ جِنْسٌ مِنَ الْجِنِّ, والشَّيَاطِيْنِ . كَانَتِ العَرَبُ تَزْعُمُ أَنَّ الغَوْلَ فِي الْفَلاَةِ يَتَرَاءَى لِلنَّاسِ فَيَتَغَوَّلُ تَغَوُّلاً أَيْ: يَتَلَوَّنُ تَلَوُّنًُا فِي صُوَرٍ شَتَّى وَيُغَوِّلُهُمْ أَيْ: يُضِلُّهُمْ عَنِ الطَّرِيْقِ وَيُهْلِكُهُمْ, فَنَفَاهُ الشَّارِعُ وَأَبْطَلَهُ قِيْلَ هَذَا وَقِيْلَ لَيْسَ نَفْيًا لِعَيْنِ الغَوْلِ وَوُجُوْدِهِ وَإِنَّمَا فِيْهِ إِبْطَالُ زَعْمِ العَرَبِ وَتَلَوُّنِهِ بِالصُّوَرِ الْمُخْتَلِفَةِ وَاغْتِيَالِهِ فَيَكُوْنُ مَعْنىَ ” لاَ غَوْلَ ” لِأَنَّهَا لاَ تَسْتَطِيْعُ أَنْ تُضِلَّ أَحَدًا وَيَشْهَدُ لَهُ الحَدِيْثُ الأَخِيْرُ {لاَ غَوْلَ وَلَكِنِ السَّعاَلَي}. وَهُوَ فِي مُسْلِمٍ وَغَيْرِهِ, وَالسَّعاَلَي سَحَرَةُ الْجِنِّ لَكِنْ فِي الْجِنِّ سَحَرَةٌ لَهُمْ تَلْبِيْسٌ وَتَخْيِيْلٌ وَمِنْهُ الْحَدِيْثُ {إِذَا تَغَوَّلَتِ الْغَيَلاَنُ فَبَادِرُوْا بِالْأَذَانِ} أَيْ: اِدْفَعُوْا شَرَّهَا بِذِكْرِ اللهِ وَمِنْهُ حَدِيْثُ أَبِيْ أَيُّوْبَ وَأَبِي هُرَيِرَةَ فَجَاءَتَ الغَوْلُ فَكَانَتْ تَأْخُذُ التَّمْرَ وَهُوَ مَشْهوْرٌ . وَرَوَى الخَلاَّلُ عنَ ْطَاوُسٍ أَنَّ رَجُلاً صَحِبَهُ فَصَاحَ غُرَابٌ فَقَالَ خَيْرٌ خَيْرٌ, فَقَالَ لَهُ طَاوُسٌ وَأَيُّ خَيْرٍ عِنْدَ هَذَا وَأَيُّ شَرٍّ؟ لاَ تَصْحَبْنِيْ .

12. Kisi permasalahan: Dalam beberapa keterangan telah dijelaskan bahwa manusia ketika dikumpulkan di padang Mahsyar kelak dalam keadaan telanjang bulat. Adakah dari kalangan manusia yang pada saat itu tidak dalam keadaan telanjang? Dan dari manakah pakaian tersebut mereka peroleh?

• Jawaban: Memang benar, ada sebagian manusia yang tidak telanjang pada saat tersebut yaitu para nabi, syuhada. Mereka dikumpulkan di padang Mahsyar dengan menggunakan kain kafan yang mereka pakai pada saat dikuburkan. Dan menurut keterangan lain mengatakan bahwa para ahli zuhud sama seperti para syuhada akan tetapi keterangan ini dinilai kurang valid.

• Referensi: al-Fatawi al-Haditsiyah halaman 183.

وَسُئِلَ نَفَعَ اللهُ بِهِ: هَلْ يُحْشَرُ أَحَدٌ غَيْرُ عَارٍ؟ فَأجَابَ بِقَوْلِهِ: نَعَمْ, بَعْضُ النَّاسِ أَيْ وَهُمْ الشُّهَدَاءُ يُحْشَرُ فِيْ أَكْفَانِهِمْ كَمَا قَالَهُ البَيْهَقِيْ, وَحُمِلَ عَلَى ذَلِكَ الْحَدِيْثُ الصَّحِيْحُ ” يُبْعَثُ الْمَيِّتُ فِيْ ثِيَابِهِ الَّتِيْ يَمُوْتُ فِيْهَا ” وَجَاءَ عَنِ عُمَرَ وَمُعَاذٍ رَضِيَ الله ُعَنْهُمَا ” حَسِّنوُا أَكْفَانَ مَوْتاَكُمْ فَإِنَّ النَّاسُ يُحْشَرُ فِي أَكْفَانِهِمْ ” وَهَذَا مِنْهُمَا لَهُ حُكْمُ الْمَرْفُوْعِ, وَأَخْرَجَ الدَّيْنُوْرِيُّ عَنِ الْحَسَنِ ” أَنَّ أَهْلَ الزُّهْدِ كَالشُّهَدَاءِ ” وَهُوَ فِيْ حُكْمِ المُْرْسَلِ الْمَرْفُوْعِ وَإِذَا ثَبَتَ ذَلِكَ لِهَؤُلاَءِ فَالأَنْبِيَاءُ أَوْلَى .

13. Kisi permasalahan: Anak kecil yang telah meninggal dunia atau lahir dalam keadaan sudah mati tentunya masih bersih dari noda dan dosa. Apakah kelak mereka ketika mendatangi padang Mahsyar mendapat fasilitas tertentu yaitu dengan menaiki kendaraan sebagaimana orang-orang yang bertakwa? Dan apakah mereka akan dikumpulkan di padang Mahsyar sebagaimana umur mereka pada saat meninggal dunia?

• Jawaban: Memang benar, kelak mereka akan menaiki kendaraan sebagaimana para muttaqin (orang-orang yang bertakwa). Sementara mengenai batasan umur mereka kelak, kalau melihat keterangan al-Quran, secara tersirat mengatakan bahwa mereka akan dikumpulkan di padang Mahsyar sama seperti ketika meninggal dunia (masih kecil). Akan tetapi menurut keterangan yang diriwayatkan Ibnu Abi Hatim bahwa janin-janin yang terlahir sudah dalam keadaan mati akan dikumpulkan di surga sampai hari kiamat dan akan dibangunkan kelak seakan telah berumur 40 tahun.

• Referensi: Hamisy al-Fatawi al-Fiqhiyah al-Kubra juz 4 halaman 233.

(سُئِلَ) عَنْ الْأَطْفَالِ وَالسِّقْطِ هَلْ يَأْتُونَ إلَى الْمَحْشَرِ رُكْبَانًا كَالْمُتَّقِينَ أَمْ لَا؟ (فَأَجَابَ) نَعَمْ يَأْتُونَ الْمَحْشَرَ رُكْبَانًا كَالْمُتَّقِينَ . (سُئِلَ) هَلْ يُحْشَرُ الْأَطْفَالُ وَالسُّقُوطُ عَلَى قَدْرِ أَعْمَارِهِمْ أَمْ لَا؟ (فَأَجَابَ) تُحْشَرُ الْأَطْفَالُ وَالسُّقُوطُ عَلَى قَدْرِ أَعْمَارِهِمْ هَذَا مُقْتَضَى الْكِتَابِ الْعَزِيزِ لَكِنْ رَوَى ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ قَالَ إنَّ سِقْطَ الْمَرْأَةِ يَكُونُ فِي نَهْرٍ مِنْ أَنْهَارِ الْجَنَّةِ يَتَقَلَّبُ فِيهِ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ فَيُبْعَثُ ابْنَ أَرْبَعِينَ سَنَةً .

14. Kisi permasalahan: Apakah anak yang masih kecil secara fisik kelak akan mengalami perubahan pada saat mereka dikumpulkan di padang Mahsyar? Kemudian setelah mereka masuk surga akankah mereka menikah dengan seorang bidadari?

• Jawaban: Sebagaimana diterangkan di atas bahwa saat berada di padang Mahsyar, secara fisik mereka tidak mengalami perubahan. Akan tetapi setelah mereka masuk surga, secara mendadak berubah menjadi anak remaja kemudian mereka menikah bukan hanya dengan bidadari saja akan tetapi juga dengan perempuan yang berasal dari dunia.

• Referensi: al-Fatawi al-Haditsiyah halaman 183.

وَسُئِلَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: هَلْ يُحْشَرُ الطِّفْلُ عَلَى صُوْرَتِهِ؟ وَهَلْ يَتَزَوَّجُ مِنَ الْحُوْرِ اْلعِيْنِ؟ وَهَلْ اْلوِلْدَاُن مِنْ جِنْسِ الْحُوْرِ؟ فَأَجَابَ بِقَوْلِهِ: الطِّفْلُ يَكُوْنُ فِي الْحَشْرِ عَلَى خِلْقَتِهِ, ثُمَّ عِنْدَ دُخُوْلِ الْجَنَّةِ يُزَادُ فِيْهَا حَتَّى يَكُوْنَ كَالْبَالِغِ ثُمَّ يَتَـزَوَّجُ مِنْ نِسَاءِ الدُّنْيَا وَمِنَ الْحُوْرِ وَهُنَّ وَالْوِلْدَانُ جِنْسٌ وَاحِدٌ .

15. Kisi permasalahan: Hampir semua umat Islam meyakini bahwa kelak mereka akan menjalani sebuah proses yang amat menentukan yaitu dengan melewati jembatan. Bagi yang berhasil melewatinya dia akan masuk surga sedangkan yang tidak selamat akan kecebur ke dalam neraka. Adakah dalil atau keterangan yang jelas tentang hal-hal yang berkenaan dengan jembatan atau shirath tersebut?

• Jawaban: Mengenai keterangan terbuat dari bahan apa jembatan tersebut, belum ditemukan. Yang ada adalah dalil yang menerangkan bahwa shirath ini semacam jembatan panjang yang membentang di atas neraka Jahanam. Bentuknya lebih tipis dari sehelai rambut dan lebih tajam dari sebilah mata pedang. Ada beberapa malaikat di pinggirnya dan beberapa anjing juga ada di tempat itu. Jembatan ini akan dilewati semua manusia. Bagi yang berhasil melaluinya, dia termasuk orang-orang beruntung. Dan bagi yang terpeleset akan langsung tercebur ke dalam neraka yang menganga di bawahnya. Tingkat keberhasilan dan kesulitan dalam melalui jembatan tersebut sangat tergantung dengan tingkat ketaatan manusia terhadap ajaran agama.

• Referensi: Hamisy al-Fatawi al-Fiqhiyah al-Kubra juz 4 halaman 209-211.

(سُئِلَ) عَنْ الصِّرَاطِ هَلْ وَرَدَ أَنَّهُ مِنْ كَذَا وَفِي ضَمَّةِ الْقَبْرِ لِلْمَيِّتِ هَلْ هِيَ قَبْلَ السُّؤَالِ أَوْ بَعْدَهُ؟ (فَأَجَابَ) بِأَنَّ الَّذِي وَرَدَ أَنَّ الصِّرَاطَ جَسْرٌ مَمْدُودٌ عَلَى مَتْنِ جَهَنَّمَ يَمُرُّ عَلَيْهِ جَمْعُ الْخَلَائِقِ يَعْبُرُهُ أَهْلُ الْجَنَّةِ وَتَزِلُّ فِيهِ أَقْدَامُ أَهْلِ النَّارِ وَقَدْ وَرَدَتْ بِهِ الْأَحَادِيثُ الصَّحِيحَةُ وَاسْتَفَاضَتْ وَهُوَ مَحْمُولٌ عَلَى ظَاهِرِهِ وَفِي رِوَايَةٍ {أَنَّهُ أَدَقُّ مِنْ الشَّعْرِ وَأَحَدُّ مِنْ السَّيْفِ} وَقَدْ أَجْرَاهُ أَكْثَرُ أَهْلِ السُّنَّةِ عَلَى ظَاهِرِهِ ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَوْ ثَبَتَ ذَلِكَ لَوَجَبَ تَأْوِيلُهُ لِيُوَافِقَ الْحَدِيثَ الْآخَرَ فِي قِيَامِ الْمَلَائِكَةِ جَنْبَيْهِ وَكَوْنِ الْكَلَالِيبِ فِيهِ وَإِعْطَاءِ الْمَارِّ عَلَيْهِ مِنْ النُّورِ قَدْرَ مَوْضِعِ قَدَمَيْهِ وَمَا هُوَ فِي دِقَّةِ الشَّعْرِ لَا يَحْتَمِلُ ذَلِكَ بَلْ بِأَنَّ كَوْنَهُ أَدَقَّ مِنْ الشَّعْرِ يُضْرَبُ مَثَلًا لِلْخَفِيِّ الْغَامِضِ . وَوَجْهُ غُمُوضِهِ أَنَّ يُسْرَ الْجَوَازِ عَلَيْهِ وَعُسْرَهُ عَلَى قَدْرِ الطَّاعَاتِ وَالْمَعَاصِي وَإِنْ دَقَّ كُلٌّ مِنْ الْقِسْمَيْنِ وَلَا يَعْلَمُ حُدُودَ ذَلِكَ إلَّا اللَّهُ . وَكَوْنُهُ أَحَدَّ مِنْ السَّيْفِ بِسُرْعَةِ إنْفَاذِ الْمَلَائِكَةِ أَمْرَ اللَّهِ بِإِجَازَةِ النَّاسِ عَلَيْهِ .

16. Kisi permasalahan: Apakah orang-orang kafir kelak di akhirat juga menjalani proses penitian jembatan yang terbentang di antara surga dan neraka (shirath) atau langsung dimasukkan ke dalam neraka?

• Jawaban: Dalam sebagian keterangan dijelaskan mereka juga akan melalui jembatan tersebut. Sedangkan keterangan yang lain tidak demikian. Namun keterangan yang pertama diarahkan bagi orang-orang munafik bukan orang kafir. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa yang menempuh jembatan tersebut hanya orang-orang munafik, kafir Yahudi dan Nasrani. Hal ini sangat kontradiksi dengan pendapat yang mengatakan mereka langsung dimasukkan kedalam neraka.

• Referensi: al-Fatawi al-Haditsiyah halaman 182.

وَسُئِلَ نَفَعَ اللهُ بِهِ: هَلْ يَمُرُّ الْكَافِرُ عَلَى الصِّرَاطِ؟ فَأَجَابَ بِقَوْلِهِ: فِي أَحَادِيْثَ مَا يَقْتَضِي أَنَّهُمْ يَمُرُّوْنَ وَفِي أَحَادِيْثَ مَا يَقْتَضِي خِلاَفَهُ, وَجَمَعَ بِحَمْلِ اْلأَوَّلِ عَلَى الْمُنَافِقِيْنَ. إِلَى أَنْ قَالَ … قِيْلَ: الظَّاهِرُ أَنَّهُ لاَ يَمُرُّ عَلَيْهِ إِلاَّ الْمُنَافِقُوْنَ وَاْليَهُوْدِيُّ وَالنَّصَارَى, فَقَدْ وَرَدَ فِي الْحَدِيْثَ أَنَّهُمْ يُحْمَلُوْنَ عَلَيْهِ ثُمَّ يَسْقُطُوْنَ فِي النَّارِ .

17. Kisi permasalahan: Apakah peyeberangan manusia di atas shirath terjadi setelah penghitungan amal mereka atau sebelumnya?

• Jawaban: Penyeberangan manusia melewati jembatan atau shirath terjadi sebelum ditimbangnya amal mereka karena penimbangan amal adalah proses terakhir sebelum mereka menerima keputusan berada di surga atau neraka. Dan bagi mereka yang beriman akan dimasukkan ke dalam neraka atas dosa yang telah diperbuatnya. Namun pada saatnya nanti akan diangkat kembali setelah mendapat syafaat.

• Referensi: Hamisy al-Fatawi al-Fiqhiyah al-Kubra juz 4 halaman 228.

(سُئِلَ) عَنْ الْجَوَازِ عَلَى الصِّرَاطِ هَلْ هُوَ قَبْلَ وَزْنِ الْأَعْمَالِ أَمْ بَعْدَهُ اِلَى أَنْ قَالَ …(فَأَجَابَ) نَعَمْ الْجَوَازُ عَلَى الصِّرَاطِ قَبْلَ وَزْنِ الْأَعْمَالِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَعْدَ الْوَزْنِ إلَّا الِاسْتِقْرَارُ فِي أَحَدِ الدَّارَيْنِ إلَى أَنْ يُرِيدَ اللَّهُ إخْرَاجَ مَنْ قَضَى بِتَعْذِيبِهِ مِنْ الْمُوَحِّدِينَ فَيَخْرُجُونَ مِنْ النَّارِ بِالشَّفَاعَةِ

18. Kisi permasalahan: Disamping melalui proses penyeberangan, masih ada proses lain untuk menuju surga atau neraka yaitu penimbangan atau penghitungan amal perbuatan mereka. Proses ini untuk mengetahui seberapa banyak perbuatan baik dan yang tercela. Terbuat dari bahan apakah timbangan tersebut? Apakah sama sebagaimana timbangan yang di dunia? Dan yang ditimbang apakah amal perbuatan manusia itu sendiri atau buku catatannya?

• Jawaban: Menurut keterangan yang ada, secara garis besar timbangan tersebut hampir sama sebagaimana timbangan yang ada di dunia yakni punya lidah atau tanda untuk mengetahui kadar berat sesuatu yang ditimbang, disamping punya dua piringan yang satu mengkilap penuh cahaya sebagai tempat amal perbuatan yang baik dan yang kedua adalah piringan kotor dan lusuh sebagai tempat amal perbuatan yang tercela. Sebagaimana keterangan di atas maka yang ditimbang adalah amal perbuatan itu sendiri yang telah berubah bentuk menjadi jauhar. Namun menurut keterangan lain, yang ditimbang bukan amal perbuatan akan tetapi buku catatannya.

• Referensi: Hamisy al-Fatawi al-Fiqhiyah al-Kubra juz 4 halaman 233-234.

(سُئِلَ) عَنْ الْمِيزَانِ هَلْ وَرَدَ أَنَّهُ مِنْ كَذَا وَمَا الْمَوْزُونُ؟ الْأَعْمَالُ وَحْدَهَا أَمْ صُحُفُهَا؟ (فَأَجَابَ) بِأَنَّهُ قَدْ وَرَدَ أَنَّ الْمِيزَانَ ذُو لِسَانٍ وَكِفَّتَيْنِ ، وَأَنَّ كِفَّةَ الْحَسَنَاتِ مِنْ نُورٍ وَكِفَّةَ السَّيِّئَاتِ مِنْ ظُلْمَةٍ وَقَدْ وَرَدَ أَيْضًا مَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ الْمَوْزُونَ أَشْخَاصُ الْأَعْمَالِ بِأَنْ تَصِيرَ جَوَاهِرَ وَمَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ الْمَوْزُونَ صُحُفُهَا وَرَجَّحَ كُلًّا مِنْهُمَا جَمَاعَةٌ.

19. Kisi permasalahan: Apakah anak-anak kecil yang meninggal dunia juga mengalami proses penghisaban atau penghitungan amal?

• Jawaban: Mengingat mereka belum mukallaf maka amal perbuatan mereka tidak dihitung.

• Referensi: Hamisy al-Fatawi al-Fiqhiyah al-Kubra juz 4 halaman 380.

(سُئِلَ) عَنْ الْأَطْفَالِ هَلْ يُحَاسَبُونَ؟ (فَأَجَابَ) بِأَنَّهُمْ لَا يُحَاسَبُونَ لِعَدَمِ تَكْلِيفِهِمْ .

Fikih Puasa yang Wajib Diketahui

Makna puasa Puasa dalam bahasa Arab disebut dengan Ash Shiyaam (الصيام) atau Ash Shaum (الصوم). Secara bahasa Ash Shiyam artinya adalah al i...