Para ulama telah sepakat bahwa surga itu terletak di atas langit ketujuh.
Letak Surga dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman dalam Surat An-Najm ayat 13-15,
وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى
عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى
عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى
Artinya:
13. dan Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,
14. (yaitu) di Sidratil Muntaha[1430].
15. di dekatnya ada syurga tempat tinggal,
[1430] Sidratul Muntaha adalah tempat yang paling tinggi, di atas langit ke-7, yang telah dikunjungi Nabi ketika mi'raj.
Ketika Rasulullah SAW dalam perjalanan mi'raj, Beliau telah berhenti di Sidratul Muntaha. Menurut beliau Sidratul Muntaha itu berada jauh di luar alam langit (di luar ruang angkasa). Di situlah beliau mendapati letaknya surga.
Luas Surga
Kemudian dikatakan bahwa surga itu luasnya seluas langit dan bumi. Sebagaimana firman Allah SWT dalan Surat Ali Imran ayat 133.
Allah SWT berfirman,
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
Artinya:
133. dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
Udara Surga
Di surga juga udaranya nyaman, tidak panas membakar juga tidak dingin menggigil, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-insan ayat 13.
Allah SWT berfirman,
مُتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الأرَائِكِ لا يَرَوْنَ فِيهَا شَمْسًا وَلا زَمْهَرِيرًا
Artinya:
13. di dalamnya mereka duduk bertelakan di atas dipan, mereka tidak merasakan di dalamnya (teriknya) matahari dan tidak pula dingin yang bersangatan.
Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Bahwa dinding-dinding di surga terbuat dari batu-batu emas dan perak. Lantainya dari pohon kimkuma (Za'faran) dan buminya emas."
(HR. Al Bazzar).
Sedangkan dalam hadits yang lain diceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Tanah surga itu licin, putih, kasturi murni."
(HR. Muslim).
Dan harumnya bau surga ini dapat dicium dari jarak 100 tahun perjalanan.
Subhanallah...
Kamis, 07 Mei 2015
Rabu, 06 Mei 2015
Apakah Musibah Tanda Murka Allah?
Bisa jadi musibah, hidup yang miskin, kesusahan, kesedihan, dan hal-hal lain yang tidak menyenangkan itu ditimpakan kepada kita justru karena kasih sayang Allah. Beberapa penyebabnya adalah sebagai berikut :
1. Sebagai Peringatan Agar Tidak Terus Melakukan Dosa
Jika dibukakannya dunia bisa menjadikan kita lalai sehingga hal itu bisa menjadi istidraj, maka sebaliknya jika Allah mencabut kesenangan itu, menaik kenikmatan itu, bisa jadi itu pertanda Allah masih sayang pada kita. Ibarat orang tua menjewer anaknya agar supaya anaknya ingat dan insyaf dari kenakalannya.
Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang maka dipercepat tindakan hukuman atas dosanya (di dunia) dan jika Allah menghendaki bagi hambanya keburukan maka disimpan dosanya sampai dia harus menebusnya pada hari kiamat. (HR. Tirmidzi dan Al-Baihaqi)
Kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dengan merendahkan diri. (Q.S. Al-A’raaf [7] : 94)
Dan tidaklah mereka perhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun? Namun mereka tidak juga bertaubat dan tidak pula mengambil pelajaran (Q.S. At-Taubah [9] : 126)
Jadi jelas ujian dan kesempitan serta penderitaan itu ada yang bertujuan untuk mengingatkan kita. Tentu ini merupakan kasih sayang Allah pada diri kita agar kita tidak terus menerus bergelimang dosa. Jika tidak demikian, lalu bagaimana? Apakah Anda ingin terus melakukan dosa sementara kita berharap Allah terus menambah nikmatnya? Jika demikian yang terjadi, maka itu adalah istidraj.
2. Karena Allah Tahu Kita Tak Akan Kuat Pada Godaan Dunia
Bisa jadi Allah justru menghindarkan kita dari dunia demi kebaikan kita. Mungkin karena tahu jika dunia dibukakan kepada kita, maka justru kita akan terlalaikan oleh dunia.
Sesungguhnya Allah melindungi hambaNya yang mukmin dari godaan dunia dan Allah juga menyayanginya sebagaimana kamu melindungi orangmu yang sakit dan mencegahnya dari makanan serta minuman yang kamu takuti akan mengganggu kesehatannya. (H.R. Al-Hakim dan Ahmad)
3. Karena Allah Hendak Menerima Amal Kita Yang Sedikit
Terkadang kita berlaku tidak adil pada Allah. Kita meminta yang banyak dan meminta sesuatu yang besar pada Allah namun kita hanya bisa mempersembahkan amal yang sedikit. Bahkan kadang kala kita tetap memohon surga sementara kita tetap melakukan kemaksiatan.
Ali bin Abi Thalib r.a. pernah berkata :” Ia mengharapkan Allah untuk memperoleh sesuatu yang besar sedangkan kepada sesama hamba ia mengharapkan sesuatu yang kecil, namun ia bersedia memberi untuk si hamba sesuatu yang tidak diberikannya kepada Tuhannya. Sungguh mengherankan betapa Allah diperlakukan kurang dari perlakuannya untuk hamba-hambaNya” (Mutiara Nahjul Balaghoh Hal 26)
Barang siapa ridho dengan rezeki yang sedikit dari Allah maka Allah akan ridho dengan amal yang sedikit dari dia (H.R. Bukhari)
Sesungguhnya Allah azza wa jalla menguji hambanya dengan rezeki yang diberikan Allah kepadanya. Kalau dia ridho dengan bagian yang diterimanya maka Allah akan memberkahinya dan meluaskan pemberianNya. Kalau Dia tidak ridho dengan pemberianNya maka Allah pun tidak akan memberinya berkah (H.R. Ahmad)
4. Karena Allah Hendak Mengampuni Dosa Kita
“Tiada seorang muslim tertusuk duri atau lebih dari itu kecuali Allah mencatat baginya kebaikan dan menghapus darinya dosa” (H.R. Bukhari)
Tiada seorang muslim ditimpa rasa sakit, kelelahan, diserang penyakit atau kesedihan sampai pun duri yang menusuk kecuali dengan itu Allah menghapus dosa-dosanya (H.R. Bukhari)
5. Karena Allah Hendak Menaikkan Derajat Kita
Seorang hamba memiliki suatu derajat di surga. Ketika dia tidak dapat mencapai (derajat itu) dengan amal-amal kebaikannya, maka Allah akan menguji dan mencobanya agar dia mencapai derajat itu (H.R. Athabrani)
6. Karena Allah Menaikkan Kita Pada Maqom (Derajat) Tertentu
Ada kalanya Allah menempatkan hambanya pada maqom (tempat/derajat) yang tinggi dimana dia ditugaskan di dunia ini untuk berdakwah saja atau untuk memberi penerangan ilmu pada masyarakat, sedangkan Allah tidak menghendaki ia menjadi pengusaha atau orang yang disibukkan dengan mencari rezeki. Maka untuk maqom ini Allah telah sediakan rezeki tanpa ia harus mencarinya.
Ibnu Atho’ilah dalam Al-Hikam berkata : “keinginan Anda untuk melakukan tajrid (mengkhususkan diri beribadah semata-mata dan meninggalkan pekerjaan duniawi) padahal Alalh menempatkan Anda pada maqom asbab (yaitu harus mencari sebab / jalan untuk datangnya karunia Allah) maka hal itu termasuk syahwat yang tersembunyi. Terkadang Allah menahan asbab darimu lalu Anda menjumpainya terputus naja dinilah letak tajrid. Maka tajrid itu datang lantaran suatu sebab yang engkau tak mampu melawannya yaitu engkau diminta meninggalkan asbab dan mencurahkan pada sesuatu yang fardhu ain atau fardhu kifayah. Allah menutup pintu-pintu asbab duniawi dan membukakan pintu-pintu ukhrawu. Maka keinginanmu melakukan asbab padahal Allah telah menempatkan mu pada kedudukan tahrid maka hal itu berarti sebuah kemerosotan himmah (hasrat) yang luhur”.
Maka bagaimanakah kita tahu maqom kita dimana? Ibnu ‘Abbad mengatakan : “Tanda bahwa Allah menempatkan sesorang dalam maqom asbab adalah hal itu berbuah dimudahkan berjalan terus menerus dan nampak buah hasilnya, yaitu ketika ia sibuk dengan asbab duniawi membawa pada keselamatan dalam agamanya. Sedangkan ciri Allah mendudukkan seseorang pada maqom tajrid adalah ketenangan jiwa ketika melakukan tahrid dan dawam (terus menerus) berbuah hasilnya membawa kebaikan pada agamanya.”
Jadi untuk menentukan maqom seseorang itu adalah datag dari Allah sendiri bukan keinginan dari orang itu. Said Hawwa mengatakan : Setan ingin mengeluarkan mereka dari pilihan Allah menuju pilihan nya sendiri. Padahal jika Allah memasukkan mu pada sesuatu maka ia akan menolongmu atas hal itu sedangkan jika engkau memasuki sesuatu karena keinginanmu sendiri maka hal itu akan dibebankan padamu. Yang dituntut oleh yang Maha Haq adalah agar engkau tetap berada pada posisi di mana Dia menempatkanmu, hingga Al-Haq yang Maha Suci sendiri berkenan untuk mengeluarkanmu sebagaimana Dia telah memasukkanmu (Mudzakiraat fii Manazilil Shiddiqiin wa Robbaniyyin Hal 163)
Ibrahim Al Khawwash mengatakan : “Janganlah engkau memberat-beratkan diri dengan apa yang telah dicukupkan untukmu dan janganlah engkau menyia-nyiakan apa yang engkau diminta untuk mencukupinya”
7. Karena Allah Hendak Mewafatkan Kita Dalam Keadaan Khusnul Khotimah
Khusnul Khotimah ialah akhir yang baik. Artinya seseorang keluar dari dunia ini dalam keadaan diampuni dosanya atau bersih dosanya sehingga tidak perlu lagi mendapat adzab kubur dan adzab neraka. Karena adzab kubur dan adzab neraka lebih berat daripada hukuman di dunia.
Maka terkadang seseorang ingin dibersihkan dosa-dosanya oleh Allah namun orang itu tak bisa mengejar dengan ibadahnya dan amal sholehnya, karena mungkin dosanya kelewat banyak. Maka Allah menjadikan pahalnya itu dari buah kesabaran atas musibah yang ditimpaka kepadanya
Dari Sa’ad bin Abi Waqash r.a. Rasulullah bersabda : “Seseorang diuji menurut kadar agamanya. Kalau agamanya lemah dia diuji dengan itu (ringan) dan bila imannya kuat dia akan diuji sesuai dengan itu (keras). Seseorang akan diuji terus menerus sehingga dia berjalan di muka bumi ini bersih dari dosa-dosanya” (H.R. Bukhari)
8. Karena Allah Ingin Mendengar Ratapan Kita
Kadangkala seseorang mendapat ujian karena cintanya dan rindunya Allah kepada orang tersebut sehingga Allah suka apabila ambanya itu memohon dan Allah suka jika hambanya itu meratap.
Apabila Allah menyenangi seorang hamba maka dia akan diuji agar Allah mendengar permohonannya (ratapannya) (H.R. Baihaqi)
9. Karena Allah Ingin Memberikan Cintanya
Demikian pula terkadang Allah menghindarkan seseorang dari gemerlapnya dunia karena cintaNya. Karena tahu justru dunia itu buruk bagi orang tersebut dan Allah ingin melindunginya dari godaan dunia agar ia tidak terjerumus dosa. Maka kadangkala Allah berikan kemiskinan itu bukan karena murkaNya melainkan justru karena cintaNya.
Besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian dan cobaan. Sesungguhnya Allah azza wa jalla bila menyenangi suatu kaum maka Allah akan menguji mereka. Barang siapa bersabar maka baginya manfaat kesabarannya dan barang siapa murka maka baginya murka Allah (H.R. Tirmidzi)
Dalam hadits di atas, jika Allah mencintai suatu kaum maka justru Allah akan berikan ujian dan cobaan karena disitulah lumbung pahala jika ia bersabar menghadapi ujian tersebut
10. Karena Allah Berkehendak Memberikan Yang Lebih Baik
Kadang kala Allah mengambil sesuatu dalam rangka menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik. Bahkan lebih baik daripada apa yang orang tersebut minta. Namun apa yang lebih baik menurut Allah belum tentu lebih baik di mata manusia.
Ibnu Atho’ilah dalam Al Hikam mengatakan : “adakalanya Allah tidak memberimu kesenangan dunia dan Dia juga tidak memberimu taufiq dan pemahaman. Kadang kala Allah memberimu kesenangan dunia dan Dia juga memberimu taufiq dan pemahaman. Jika Allah menyibakkan kepadamu pintu untuk memahami penahanan pemberian maka penahanan pemberian itu bisa berubah menjadi pemberian itu sendiri. Maka bila penahanan pemberian itu menyakitimu itu hanya karena ketiadaan pemahamanmu tentang Allah di dalamnya. Bila Allah memberikan karunia kepadamu maka Dia mempelihatkan kebaikan Nya kepadamu. Bila ia menahan pemberian kepadamu maka Dia menunjukkan kekuasaanNya padamu. Dalam semua keadaan itu sesungguhnya Dia memperkenalkan diriNya kepadamu dan menghadapimu dengan kelembutan.”
1. Sebagai Peringatan Agar Tidak Terus Melakukan Dosa
Jika dibukakannya dunia bisa menjadikan kita lalai sehingga hal itu bisa menjadi istidraj, maka sebaliknya jika Allah mencabut kesenangan itu, menaik kenikmatan itu, bisa jadi itu pertanda Allah masih sayang pada kita. Ibarat orang tua menjewer anaknya agar supaya anaknya ingat dan insyaf dari kenakalannya.
Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang maka dipercepat tindakan hukuman atas dosanya (di dunia) dan jika Allah menghendaki bagi hambanya keburukan maka disimpan dosanya sampai dia harus menebusnya pada hari kiamat. (HR. Tirmidzi dan Al-Baihaqi)
Kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dengan merendahkan diri. (Q.S. Al-A’raaf [7] : 94)
Dan tidaklah mereka perhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun? Namun mereka tidak juga bertaubat dan tidak pula mengambil pelajaran (Q.S. At-Taubah [9] : 126)
Jadi jelas ujian dan kesempitan serta penderitaan itu ada yang bertujuan untuk mengingatkan kita. Tentu ini merupakan kasih sayang Allah pada diri kita agar kita tidak terus menerus bergelimang dosa. Jika tidak demikian, lalu bagaimana? Apakah Anda ingin terus melakukan dosa sementara kita berharap Allah terus menambah nikmatnya? Jika demikian yang terjadi, maka itu adalah istidraj.
2. Karena Allah Tahu Kita Tak Akan Kuat Pada Godaan Dunia
Bisa jadi Allah justru menghindarkan kita dari dunia demi kebaikan kita. Mungkin karena tahu jika dunia dibukakan kepada kita, maka justru kita akan terlalaikan oleh dunia.
Sesungguhnya Allah melindungi hambaNya yang mukmin dari godaan dunia dan Allah juga menyayanginya sebagaimana kamu melindungi orangmu yang sakit dan mencegahnya dari makanan serta minuman yang kamu takuti akan mengganggu kesehatannya. (H.R. Al-Hakim dan Ahmad)
3. Karena Allah Hendak Menerima Amal Kita Yang Sedikit
Terkadang kita berlaku tidak adil pada Allah. Kita meminta yang banyak dan meminta sesuatu yang besar pada Allah namun kita hanya bisa mempersembahkan amal yang sedikit. Bahkan kadang kala kita tetap memohon surga sementara kita tetap melakukan kemaksiatan.
Ali bin Abi Thalib r.a. pernah berkata :” Ia mengharapkan Allah untuk memperoleh sesuatu yang besar sedangkan kepada sesama hamba ia mengharapkan sesuatu yang kecil, namun ia bersedia memberi untuk si hamba sesuatu yang tidak diberikannya kepada Tuhannya. Sungguh mengherankan betapa Allah diperlakukan kurang dari perlakuannya untuk hamba-hambaNya” (Mutiara Nahjul Balaghoh Hal 26)
Barang siapa ridho dengan rezeki yang sedikit dari Allah maka Allah akan ridho dengan amal yang sedikit dari dia (H.R. Bukhari)
Sesungguhnya Allah azza wa jalla menguji hambanya dengan rezeki yang diberikan Allah kepadanya. Kalau dia ridho dengan bagian yang diterimanya maka Allah akan memberkahinya dan meluaskan pemberianNya. Kalau Dia tidak ridho dengan pemberianNya maka Allah pun tidak akan memberinya berkah (H.R. Ahmad)
4. Karena Allah Hendak Mengampuni Dosa Kita
“Tiada seorang muslim tertusuk duri atau lebih dari itu kecuali Allah mencatat baginya kebaikan dan menghapus darinya dosa” (H.R. Bukhari)
Tiada seorang muslim ditimpa rasa sakit, kelelahan, diserang penyakit atau kesedihan sampai pun duri yang menusuk kecuali dengan itu Allah menghapus dosa-dosanya (H.R. Bukhari)
5. Karena Allah Hendak Menaikkan Derajat Kita
Seorang hamba memiliki suatu derajat di surga. Ketika dia tidak dapat mencapai (derajat itu) dengan amal-amal kebaikannya, maka Allah akan menguji dan mencobanya agar dia mencapai derajat itu (H.R. Athabrani)
6. Karena Allah Menaikkan Kita Pada Maqom (Derajat) Tertentu
Ada kalanya Allah menempatkan hambanya pada maqom (tempat/derajat) yang tinggi dimana dia ditugaskan di dunia ini untuk berdakwah saja atau untuk memberi penerangan ilmu pada masyarakat, sedangkan Allah tidak menghendaki ia menjadi pengusaha atau orang yang disibukkan dengan mencari rezeki. Maka untuk maqom ini Allah telah sediakan rezeki tanpa ia harus mencarinya.
Ibnu Atho’ilah dalam Al-Hikam berkata : “keinginan Anda untuk melakukan tajrid (mengkhususkan diri beribadah semata-mata dan meninggalkan pekerjaan duniawi) padahal Alalh menempatkan Anda pada maqom asbab (yaitu harus mencari sebab / jalan untuk datangnya karunia Allah) maka hal itu termasuk syahwat yang tersembunyi. Terkadang Allah menahan asbab darimu lalu Anda menjumpainya terputus naja dinilah letak tajrid. Maka tajrid itu datang lantaran suatu sebab yang engkau tak mampu melawannya yaitu engkau diminta meninggalkan asbab dan mencurahkan pada sesuatu yang fardhu ain atau fardhu kifayah. Allah menutup pintu-pintu asbab duniawi dan membukakan pintu-pintu ukhrawu. Maka keinginanmu melakukan asbab padahal Allah telah menempatkan mu pada kedudukan tahrid maka hal itu berarti sebuah kemerosotan himmah (hasrat) yang luhur”.
Maka bagaimanakah kita tahu maqom kita dimana? Ibnu ‘Abbad mengatakan : “Tanda bahwa Allah menempatkan sesorang dalam maqom asbab adalah hal itu berbuah dimudahkan berjalan terus menerus dan nampak buah hasilnya, yaitu ketika ia sibuk dengan asbab duniawi membawa pada keselamatan dalam agamanya. Sedangkan ciri Allah mendudukkan seseorang pada maqom tajrid adalah ketenangan jiwa ketika melakukan tahrid dan dawam (terus menerus) berbuah hasilnya membawa kebaikan pada agamanya.”
Jadi untuk menentukan maqom seseorang itu adalah datag dari Allah sendiri bukan keinginan dari orang itu. Said Hawwa mengatakan : Setan ingin mengeluarkan mereka dari pilihan Allah menuju pilihan nya sendiri. Padahal jika Allah memasukkan mu pada sesuatu maka ia akan menolongmu atas hal itu sedangkan jika engkau memasuki sesuatu karena keinginanmu sendiri maka hal itu akan dibebankan padamu. Yang dituntut oleh yang Maha Haq adalah agar engkau tetap berada pada posisi di mana Dia menempatkanmu, hingga Al-Haq yang Maha Suci sendiri berkenan untuk mengeluarkanmu sebagaimana Dia telah memasukkanmu (Mudzakiraat fii Manazilil Shiddiqiin wa Robbaniyyin Hal 163)
Ibrahim Al Khawwash mengatakan : “Janganlah engkau memberat-beratkan diri dengan apa yang telah dicukupkan untukmu dan janganlah engkau menyia-nyiakan apa yang engkau diminta untuk mencukupinya”
7. Karena Allah Hendak Mewafatkan Kita Dalam Keadaan Khusnul Khotimah
Khusnul Khotimah ialah akhir yang baik. Artinya seseorang keluar dari dunia ini dalam keadaan diampuni dosanya atau bersih dosanya sehingga tidak perlu lagi mendapat adzab kubur dan adzab neraka. Karena adzab kubur dan adzab neraka lebih berat daripada hukuman di dunia.
Maka terkadang seseorang ingin dibersihkan dosa-dosanya oleh Allah namun orang itu tak bisa mengejar dengan ibadahnya dan amal sholehnya, karena mungkin dosanya kelewat banyak. Maka Allah menjadikan pahalnya itu dari buah kesabaran atas musibah yang ditimpaka kepadanya
Dari Sa’ad bin Abi Waqash r.a. Rasulullah bersabda : “Seseorang diuji menurut kadar agamanya. Kalau agamanya lemah dia diuji dengan itu (ringan) dan bila imannya kuat dia akan diuji sesuai dengan itu (keras). Seseorang akan diuji terus menerus sehingga dia berjalan di muka bumi ini bersih dari dosa-dosanya” (H.R. Bukhari)
8. Karena Allah Ingin Mendengar Ratapan Kita
Kadangkala seseorang mendapat ujian karena cintanya dan rindunya Allah kepada orang tersebut sehingga Allah suka apabila ambanya itu memohon dan Allah suka jika hambanya itu meratap.
Apabila Allah menyenangi seorang hamba maka dia akan diuji agar Allah mendengar permohonannya (ratapannya) (H.R. Baihaqi)
9. Karena Allah Ingin Memberikan Cintanya
Demikian pula terkadang Allah menghindarkan seseorang dari gemerlapnya dunia karena cintaNya. Karena tahu justru dunia itu buruk bagi orang tersebut dan Allah ingin melindunginya dari godaan dunia agar ia tidak terjerumus dosa. Maka kadangkala Allah berikan kemiskinan itu bukan karena murkaNya melainkan justru karena cintaNya.
Besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian dan cobaan. Sesungguhnya Allah azza wa jalla bila menyenangi suatu kaum maka Allah akan menguji mereka. Barang siapa bersabar maka baginya manfaat kesabarannya dan barang siapa murka maka baginya murka Allah (H.R. Tirmidzi)
Dalam hadits di atas, jika Allah mencintai suatu kaum maka justru Allah akan berikan ujian dan cobaan karena disitulah lumbung pahala jika ia bersabar menghadapi ujian tersebut
10. Karena Allah Berkehendak Memberikan Yang Lebih Baik
Kadang kala Allah mengambil sesuatu dalam rangka menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik. Bahkan lebih baik daripada apa yang orang tersebut minta. Namun apa yang lebih baik menurut Allah belum tentu lebih baik di mata manusia.
Ibnu Atho’ilah dalam Al Hikam mengatakan : “adakalanya Allah tidak memberimu kesenangan dunia dan Dia juga tidak memberimu taufiq dan pemahaman. Kadang kala Allah memberimu kesenangan dunia dan Dia juga memberimu taufiq dan pemahaman. Jika Allah menyibakkan kepadamu pintu untuk memahami penahanan pemberian maka penahanan pemberian itu bisa berubah menjadi pemberian itu sendiri. Maka bila penahanan pemberian itu menyakitimu itu hanya karena ketiadaan pemahamanmu tentang Allah di dalamnya. Bila Allah memberikan karunia kepadamu maka Dia mempelihatkan kebaikan Nya kepadamu. Bila ia menahan pemberian kepadamu maka Dia menunjukkan kekuasaanNya padamu. Dalam semua keadaan itu sesungguhnya Dia memperkenalkan diriNya kepadamu dan menghadapimu dengan kelembutan.”
(Abu Akmal Mubarok/seteteshidayah.wordpress.com)
Senin, 04 Mei 2015
Apa itu alam Malakut
Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Kata ansya’nahu khalqan akhar dalam ayat di atas, menurut para mufasir, maksudnya adalah unsur rohani setelah unsur jasad dan nyawa (nafs). Hal ini sesuai dengan riwayat ibnu Abbas yang menafsirka kata ansya’nahu dengan ja’ala ansya’al ruh fih, atau penciptaan roh kedalam diri adam. Unsur ketiga ini kemudian disebut unsur ruhani, atau lahut atau malakut, yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk biologis lainnya.
Unsur ketiga ini merupakan proses terakhir dan sekailgus penyempurnaan subtansi manusia sebagaimana di tegaskan di dalam beberapa ayat, seperti dalam surah al-Hijr: 28-29. Setelah pencitaan unsur ketiga ini selesai, para makhluk lain termasuk para malaikat dan jin bersujud kepada Adam dan alam raya pun di tundukkan (taskhir) untuknya. Unsur ketiga ini pulalah yang mendukung kapasitas manusia sebagai khalifah Tuhan di bumi (QS al-An’am [6]: 165) disamping sebagai hamba (QA al Zariat [51]:56).
Meskipun memiliki unsur ketiga, manusia akan tetap menjadi satu-satunya makhluk eksistensialis karena hanya makhluk ini yang bisa turun naik derajatnya di sisi Tuhan. Sekalipun manusia ciptaan terbaik (ahsan taqwim/QS at-tin [95]:4), ia tidak mustahil akan turun kederajat paling rendah (asfala sa-filin)/Qs At-Tin [95]:5), bahkan bisa lebih rendah dari pada binatang ( Qs –al A’raf [7]:179).
Eksistensi kesempurnaan manusia dapat di capai manakala ia mampu menyinergikan secara seimbang potensi berbagai kecerdasan yang di milikinya. Seperti orang sering menyebutnya dengan kecerdasan unsur jasad (IQ), kecerdasan nafsni EQ), dan kecerdasan ruhani (SQ). Tidak semua aspek manusia itu dapat dipahami secara ilmiyah dan terukur oleh kekuatan panca indra manusia. Karena memang unsur manusia memiliki unsur berlapis-lapis.
Dari lapis mineral tubuh kasar sampai kepada roh (unsur Lahut/malakut) yang di install Allah SWT sebagaimana di tegaskan lagi di dalam Alquran, “kemudian apabila telah aku sempurnakan kejadiannya dan aku tiupkan roh-Ku kepadanya, tunduklah kamu dengan bersujud kepadanya. Lalu para malaikat itu bersujud semuanya”.(QS Shad[38]:72-73).
para penghuni alam malakut terdiri atas para jin dan malaikat, termasuk iblis. Alam ini tidak bisa di akses dengan panca indra atau kekuatan-kekuatan fisik manusia. Alam ini hanya bisa di akses manusia jika mereka mampu menggunakan potensi lahut dan malakut yang dimilikinya. Hubungan interaktif antara para penghuni alam dimungkinkan, mengingat berbagai alam itu sama-sama ciptaan Allah SWT.
Manusia sebagai makhluk utama memiliki kemampuan untuk itu karena kedahsyatan unsur ketiga tadi. Jika kita merujuk kepada pendapat Syekh Abdul qodir Jailani yang membagi Roh itu dalam empat tingkatan, semakin mudah kita memahami kemungkinan itu. Menurut Syekh Abdul Qodir Jailani dalam kitabnya sirr al – asrar, roh itu memiliki empat tingkatan.
Tingkatan itu adalah roh jasadi yang berinteraksi dengan alam mulk; roh ruhani yang berinteraksi dengan alam malakut; roh sulthoni yang beriteraksi dengan alam jabarut; dan roh al quds yang berinteraksi alam lahut. Namun perlu diingatkan di sini kit asebagai hamba tidak boleh terkecoh oleh bayangan keindahan alam-alam di atas manusia.
Jangan sampai kita lengah sehingga seolah-olah pencarian kita bukan lagi tertujuh kepada Ridha Allah semata, melainkan sesudahterkecoh oleh unsur-unsur kekeramatan. Semakin tinggi tigkat pencarian seseorang, semakin tinggi pula unsur pengecohnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits Qudsi diatas. “kerjakanlah semuanya dengan semata - mata karena Allah SWT.
Tingkatan-tingkatan alam dalam dunia tasawuf yaitu alam mulk, Miotsal atau hayal, dan alam barzakh, yang keseluruhannya ternyata akrab dengan manusia. Sementara alam malakut yang lebih di kenal dengan alamnya para malaikat dan jin, merupakan suatu alam yang tingkat kedekatannya dengan alam puncak lebih utama dari pada alam—alam sebelumnya.
Namun, alam malakut masih lebih rendah dari pada alam diatasnya, seperti jabarrut dan al-a’yan al-Tsabitah,. Mulai alam miotsal sampai alam-alam di atasnya tidak bisa di tangkap panca indra dasaratau fisik manusia karena sudah masuk wilayah alam ghaib. Manusia dengan panca indra fisiknya hanya mampu mengobservasi secara fisik alam syahadah mutlak, seperti alam mineral, alam tumbuh-tumbuhan, alam hewan, dan sebagian dari dirinya sendiri.
Alquran mengisyaratkan unsur kejadian manusia ada tiga, yaitu unsur badan atau jasad, unsur nyawa (nafs), da unsur roh (ruh). Dalam Alquran, nyawa dan ruh berbeda. Nyawa dimiliki tumbuh-tumbuhan dan binatang, tetapi unsur roh tidak dimiliki keduanya, bahkan oleh seluruh makhluk Tuhan lainnya. Unsur roh inilah yang membuat para malaikat dan seluruh makhluk lainnya sujud kepada manusia (Adam).
Roh yang merupakan unsur yang ketiga manusia ini menjadi potensi amat dasyat baginya untuk mengakses alam puncak sekalipun. Unsur ketiga inilah yang disebut sebagai ciptaaan khusus (khalqon akhar)di dalam Alquran.
“sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati (berasal) dari tanah. Kemudian, kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang-belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian, kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci Allah, pencipta Yang paling baik”.(QS al-mukmin [23]:12-14).
Namun, alam malakut masih lebih rendah dari pada alam diatasnya, seperti jabarrut dan al-a’yan al-Tsabitah,. Mulai alam miotsal sampai alam-alam di atasnya tidak bisa di tangkap panca indra dasaratau fisik manusia karena sudah masuk wilayah alam ghaib. Manusia dengan panca indra fisiknya hanya mampu mengobservasi secara fisik alam syahadah mutlak, seperti alam mineral, alam tumbuh-tumbuhan, alam hewan, dan sebagian dari dirinya sendiri.
Alquran mengisyaratkan unsur kejadian manusia ada tiga, yaitu unsur badan atau jasad, unsur nyawa (nafs), da unsur roh (ruh). Dalam Alquran, nyawa dan ruh berbeda. Nyawa dimiliki tumbuh-tumbuhan dan binatang, tetapi unsur roh tidak dimiliki keduanya, bahkan oleh seluruh makhluk Tuhan lainnya. Unsur roh inilah yang membuat para malaikat dan seluruh makhluk lainnya sujud kepada manusia (Adam).
Roh yang merupakan unsur yang ketiga manusia ini menjadi potensi amat dasyat baginya untuk mengakses alam puncak sekalipun. Unsur ketiga inilah yang disebut sebagai ciptaaan khusus (khalqon akhar)di dalam Alquran.
“sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati (berasal) dari tanah. Kemudian, kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang-belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian, kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci Allah, pencipta Yang paling baik”.(QS al-mukmin [23]:12-14).
Kata ansya’nahu khalqan akhar dalam ayat di atas, menurut para mufasir, maksudnya adalah unsur rohani setelah unsur jasad dan nyawa (nafs). Hal ini sesuai dengan riwayat ibnu Abbas yang menafsirka kata ansya’nahu dengan ja’ala ansya’al ruh fih, atau penciptaan roh kedalam diri adam. Unsur ketiga ini kemudian disebut unsur ruhani, atau lahut atau malakut, yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk biologis lainnya.
Unsur ketiga ini merupakan proses terakhir dan sekailgus penyempurnaan subtansi manusia sebagaimana di tegaskan di dalam beberapa ayat, seperti dalam surah al-Hijr: 28-29. Setelah pencitaan unsur ketiga ini selesai, para makhluk lain termasuk para malaikat dan jin bersujud kepada Adam dan alam raya pun di tundukkan (taskhir) untuknya. Unsur ketiga ini pulalah yang mendukung kapasitas manusia sebagai khalifah Tuhan di bumi (QS al-An’am [6]: 165) disamping sebagai hamba (QA al Zariat [51]:56).
Meskipun memiliki unsur ketiga, manusia akan tetap menjadi satu-satunya makhluk eksistensialis karena hanya makhluk ini yang bisa turun naik derajatnya di sisi Tuhan. Sekalipun manusia ciptaan terbaik (ahsan taqwim/QS at-tin [95]:4), ia tidak mustahil akan turun kederajat paling rendah (asfala sa-filin)/Qs At-Tin [95]:5), bahkan bisa lebih rendah dari pada binatang ( Qs –al A’raf [7]:179).
Eksistensi kesempurnaan manusia dapat di capai manakala ia mampu menyinergikan secara seimbang potensi berbagai kecerdasan yang di milikinya. Seperti orang sering menyebutnya dengan kecerdasan unsur jasad (IQ), kecerdasan nafsni EQ), dan kecerdasan ruhani (SQ). Tidak semua aspek manusia itu dapat dipahami secara ilmiyah dan terukur oleh kekuatan panca indra manusia. Karena memang unsur manusia memiliki unsur berlapis-lapis.
Dari lapis mineral tubuh kasar sampai kepada roh (unsur Lahut/malakut) yang di install Allah SWT sebagaimana di tegaskan lagi di dalam Alquran, “kemudian apabila telah aku sempurnakan kejadiannya dan aku tiupkan roh-Ku kepadanya, tunduklah kamu dengan bersujud kepadanya. Lalu para malaikat itu bersujud semuanya”.(QS Shad[38]:72-73).
para penghuni alam malakut terdiri atas para jin dan malaikat, termasuk iblis. Alam ini tidak bisa di akses dengan panca indra atau kekuatan-kekuatan fisik manusia. Alam ini hanya bisa di akses manusia jika mereka mampu menggunakan potensi lahut dan malakut yang dimilikinya. Hubungan interaktif antara para penghuni alam dimungkinkan, mengingat berbagai alam itu sama-sama ciptaan Allah SWT.
Manusia sebagai makhluk utama memiliki kemampuan untuk itu karena kedahsyatan unsur ketiga tadi. Jika kita merujuk kepada pendapat Syekh Abdul qodir Jailani yang membagi Roh itu dalam empat tingkatan, semakin mudah kita memahami kemungkinan itu. Menurut Syekh Abdul Qodir Jailani dalam kitabnya sirr al – asrar, roh itu memiliki empat tingkatan.
Tingkatan itu adalah roh jasadi yang berinteraksi dengan alam mulk; roh ruhani yang berinteraksi dengan alam malakut; roh sulthoni yang beriteraksi dengan alam jabarut; dan roh al quds yang berinteraksi alam lahut. Namun perlu diingatkan di sini kit asebagai hamba tidak boleh terkecoh oleh bayangan keindahan alam-alam di atas manusia.
Jangan sampai kita lengah sehingga seolah-olah pencarian kita bukan lagi tertujuh kepada Ridha Allah semata, melainkan sesudahterkecoh oleh unsur-unsur kekeramatan. Semakin tinggi tigkat pencarian seseorang, semakin tinggi pula unsur pengecohnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits Qudsi diatas. “kerjakanlah semuanya dengan semata - mata karena Allah SWT.
Sabtu, 02 Mei 2015
Riyadhus Shalihin: Menjadi Orang Jujur
1. Dari Ibnu Mas’ud ra., dari Nabi SAW, beliau bersabda :
“Apa saja yang diperintahkan oleh Nabi SAW kepada kamu ?” Abu Sufyan berkata : “Nabi SAW bersabda : “Sembahlah Allah Yang Maha Esa dan janganlah kamu menyekutukan apapun dengan-Nya, tinggalkanlah ajaran-ajaran nenek moyangmu. Beliau juga menyuruh kami untuk melaksanakan salat, jujur, pemaaf dan menghubungkan sanak kerabat .” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Dari Abu Tsabit, (Abu Sa’id atau Abul Walid Sahl bin Hunaif), ia adalah orang yang ikut perang Badar. Menurut beliau, Nabi SAW bersabda :
“Sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang akan selalu bertindak jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu membawa ke neraka. Seseorang akan selalu berdusta sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai pendusta .” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Dari Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra., ia berkata :
2. Dari Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra., ia berkata :
“Saya menghafal beberapa kalimat dari Rasulullah SAW, yaitu : “Tinggalkanlah apa yang kamu ragukan dan kerjakanlah apa yang tidak kamu ragukan. Sesungguhnya jujur itu menimbulkan ketenangan dan dusta itu menimbulkan kebimbangan .” (HR. Tirmidzi)
3. Dari Abu Sufyan Shahr bin Harb ra., di dalam haditsnya yang panjang tentang cerita pertanyaan Heraklius kepadanya :
3. Dari Abu Sufyan Shahr bin Harb ra., di dalam haditsnya yang panjang tentang cerita pertanyaan Heraklius kepadanya :
“Apa saja yang diperintahkan oleh Nabi SAW kepada kamu ?” Abu Sufyan berkata : “Nabi SAW bersabda : “Sembahlah Allah Yang Maha Esa dan janganlah kamu menyekutukan apapun dengan-Nya, tinggalkanlah ajaran-ajaran nenek moyangmu. Beliau juga menyuruh kami untuk melaksanakan salat, jujur, pemaaf dan menghubungkan sanak kerabat .” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Dari Abu Tsabit, (Abu Sa’id atau Abul Walid Sahl bin Hunaif), ia adalah orang yang ikut perang Badar. Menurut beliau, Nabi SAW bersabda :
“Siapa saja yang benar-benar mohon untuk mati syahid kepada Allah Ta’ala niscaya Allah akan mengabulkan ke tingkat orang yang mati syahid walaupun ia mati di atas tempat tidur.“ (HR. Muslim)
5. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata :
5. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata :
“Rasulullah SAW bersabda : “Ada salah seorang di antara para nabi sewaktu akan berangkat perang, ia berpesan kepada kaumnya : “Janganlah mengikuti kami, yaitu orang yang baru kawin, sedangkan ia belum berkumpul dengan isterinya. Orang membangun rumah, sedangkan ia belum selesai membangunnya. Dan janganlah mengikuti kami orang yang baru membeli kambing atau onta, dan ia menunggu kelahiran anaknya .” Kemudian Nabi berangkat berperang dan ketika mendekati sebuah dusun kira-kira menjelang Nabi itu berkata kepada matahari : “Wahai matahari, sesungguhnya kamu diperintah dan saya pun diperintah. Ya Allah, tahanlah ia untuk membantu kami.”
Maka tertahanlah matahari itu, sehingga Allah memberikan kemenangan kepada nabi itu.
Maka tertahanlah matahari itu, sehingga Allah memberikan kemenangan kepada nabi itu.
Kemudian Nabi itu mengumpulkan barang-barang rampasan perang dan mendatangkan api untuk memakannya, tetapi api itu tidak mau memakannya, oleh karenanya Nabi itu bersabda:
“Sesungguhnya ada di antara kamu sekalian yang tidak ikhlas, maka setiap kelompok harus mengirimkan seorang laki-laki untuk berbai’at kepadaku.” Kemudian melekatlah
tangan dua atau tiga orang dengan tangan Nabi, maka beliau bersabda : “Kalianlah yang tidak ikhlas.” Orang-orang itu lalu membawa emas sebesar kepala sapi kemudian diletakkan di hadapan Nabi dan datanglah api, memakan emas tadi.
Barang-barang rampasan perang belum dihalalkan bagi seseorang sebelum kami. Kemudian Allah melihat kelemahan kami, karena Allah itu menghalalkan barang rampasan itu
bagi kami.” (HR. Bukhari dan Muslim)
6. Dari Abu Khalid Hakim bin Hizam ra., ia masuk Islam sewaktu pembukaan kota Makkah, sedangkan ayahnya termasuk tokoh Quraisy, baik di zaman Jahiliyah maupun setelah masuk Islam, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda :
tangan dua atau tiga orang dengan tangan Nabi, maka beliau bersabda : “Kalianlah yang tidak ikhlas.” Orang-orang itu lalu membawa emas sebesar kepala sapi kemudian diletakkan di hadapan Nabi dan datanglah api, memakan emas tadi.
Barang-barang rampasan perang belum dihalalkan bagi seseorang sebelum kami. Kemudian Allah melihat kelemahan kami, karena Allah itu menghalalkan barang rampasan itu
bagi kami.” (HR. Bukhari dan Muslim)
6. Dari Abu Khalid Hakim bin Hizam ra., ia masuk Islam sewaktu pembukaan kota Makkah, sedangkan ayahnya termasuk tokoh Quraisy, baik di zaman Jahiliyah maupun setelah masuk Islam, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda :
“Dua orang yang berjual beli itu haruslah bebas memilih sebelum mereka berpisah. Apabila keduanya jujur dan berterus terang di dalam berjual beli, maka keduanya akan mendapatkan berkah. Tetapi apabila keduanya menyembunyikan dan dusta, maka jual belinya itu tidak akan membawa berkah.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Kapan Do'a Kita Mustajab
1. DOA setelah Sholat TAHAJJUD
2. DOA setelah Sholat DHUHA
3. DOA menjelang BERBUKA PUASA
4. DOA antara ADZAN DAN IQOMAT
5. DOA antara DUA KHUTBAH JUM'AT
6. DOA Di Penghujung Hari Jum'at ( BA'DA
ASHAR SD MAGHRIB )
7.DOA Di kala Turun Hujan
8. DOA Di kala mendengar KOKOK AYAM ( Diriwayatkan Ayam Adalah Hewan Yang Dapat Melihat MALAIKAT/WAKTU SUBUH).
9. DOA IMAM dan KHOLIFAH/PEMIMPIN YANG ADIL
10. DOA Seorang yang TERDZOLIMI
11. DOA ORANG TUA kepada Anaknya
12. DOA pada sujud terakhir dalam shalat
13. DOA Ketika Malam Lailatul Qodar
14. DOA Ketika Hari Arofah
15. DOA Ketika Minum Air Zam-Zam.
Orang-orang yang senantiasa di doakan oleh para
malaikat:
1. ORANG yang selalu BERSHALAWAT
2. ORANG yang berada Di SHAF TERDEPAN DALAM SHALAT
3. ORANG yang Merapat dan Meluruskan SHAF SHALAT
4. WANITA yang HAMIL.
5. WANITA yang MERAWAT ANAKNYA
6. ORANG yang Mendoakan ORANG LAIN
7. ORANG yang Duduk Menunggu SHALAT
8. ORANG yang Tidur Dalam KEADAAN SUCI
9. ORANG yang Membesuk ORANG SAKIT
Jangan, Pernah berhenti berdoa karena dengan berdoalah kita akan merasa dekat dengan
ALLAH SWT....
Subhanallah...Walhamdulillah...Walailahailallah...Wallahuakbar...
Semoga kita bisa mengamalkannya...Aamiin YRA
Langganan:
Postingan (Atom)
Keutamaan Memperingati Maulid Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam
* بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ* * السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه* * اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى س...
-
Islam (Arab: al-islām, الإسلام : "berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Agama in...
-
Tasawuf adalah salah satu cabang ilmu Islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual dari Islam. Spritualitas ini dapat mengambil b...