Jumat, 16 September 2022

Apa yang Diajarkan Surat A-Kahfi?


Surat Al-Kahfi mengajarkan:

Jika seseorang ingin akan melakukan sesuatu berucaplah: "IN SYAA ALLAH"
(Ayat: 23-24)

Surat Al-Kahfi mengajarkan:
Dzikir kepada Allah dan doa itu penyembuh untuk jiwa dan kepikunan.
(Ayat: 24)

Surat Al-Kahfi mengajarkan:
Agar bersabar bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari. (Ayat: 28)

Surat Al-Kahfi mengajarkan:
Bahwa orang-orang yang beriman dan beramal shaleh tidak akan disia-siakan pahalanya. (Ayat: 30)

Surat Al-Kahfi mengajarkan:
Bahwa harta dan anak-anak hanyalah perhiasan kehidupan di dunia. Amal shalehlah yang lebih baik dan akan kekal. (Ayat: 46)

Surat Al-Kahfi mengajarkan:
Bahwa balasan perbuatan maksiat itu tidak seperti makan cabe yang langsung terasa pedasnya. Tapi ada waktu tertentu yang disiapkan untuk mereka mendapatkan adzab. (Ayat: 58)

Surat Al-Kahfi mengajarkan:
Bahwa adzab dunia walaupun ada, tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan adzab akhirat.(Ayat: 87)

Surat Al-Kahfi mengajarkan:
Bahwa orang yang paling merugi adalah mereka yang merasa sudah berbuat baik, padahal perbuatan mereka sia-sia. Yaitu mereka yang kufur terhadap ayat-ayat Allah, dan tidak beriman kepada hari kiamat, hisab dan pembalasan.
(Ayat 103-105)

Surat Al-Kahfi mengajarkan:
Bahwa orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, bagi mereka adalah surga Firdaus, mereka kekal di dalamnya. (Ayat 107-108)

Surat Al-Kahfi mengajarkan:
Bahwa seandainya lautan menjadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Allah, maka tidak akan cukup, walaupun tintanya ditambah sebanyak itu lagi. (Ayat: 109)

YAA RABB..
BERIKANLAH RAHMAT KEPADA KAMI DARI SISI - MU, DAN SEMPURNAKANLAH PETUNJUK YANG LURUS BAGI KAMI DALAM URUSAN KAMI.

*آمِـــيْنَ يَارَبَّالْعَالَمِــــيْنَ*





Kamis, 15 September 2022

Kisah Sufi Getarkan Hati, Murid Syekh Junaidi Al Bagdadi Ditegur Rasulullah, Karena Menolak Memberi Makan

Kisah sufi ini merupkan kisah yang dialami seorang murid Syekh Junaidi Al Bagdadi bernama Syekh Muhammad al Hariri. Dia ditegur Rasulullah SAW lewat mimpi, karena telah menolak memberi makan kepada seorang pemuda.

Suatu hari seorang sufi bernama Syekh Muhammad al-Hariri sedang duduk di sebuah sudut ruangan. Tiba-tiba ada seorang pemuda masuk. Pemuda ini tampak begitu lusuh. Tidak mengenakan tutup kepala, tidak juga beralas kaki, dan rambutnya terurai. Wajahnya juga tampak pucat.

Syekh Muhammad al-Hariri adalah salah satu murid dari Syekh Junaid al-Baghdadi. Syekh al-Hariri juga menjadi pengganti gurunya tersebut. Selain sebagai seorang ahli ilmu, Syekh Muhammad al-Hariri juga seorang sufi nan alim.

Beliau memiliki kebiasan berpuasa di siang hari tetapi tidak pernah terlihat berbuka. Ketika malam tiba, terkadang beliau juga melanjutkan untuk tetap puasa. Selain itu waktu malam dihabiskan untuk sholat hingga punggungnya tidak menyentuh alas untuk beristirahat apalagi tertidur lelap.

Syekh Muhammad al-Hariri dikenal sebagai orang yang semangat dalam mencari ilmu. Beliau pernah bermukim di berbagai kota untuk menuntut ilmu, termasuk bermukim di Mekah.

Pemuda yang ditemuinya itu kemudian mengambil air wudhu dan menunaikan shalat dua rakaat. Setelah itu, ia hanya menundukkan kepala hingga memasuki waktu maghrib. Pemuda ini kemudian berjamaah dengan Syekh Muhammad al-Hariri. Selesai shalat, lagi-lagi pemuda itu hanya menundukkan kepalanya kembali.

Pada malam hari, Khalifah Baghdad mengundang para sufi dan ulama untuk ceramah agama. Sebelum pergi, Syekh Muhammad al-Hariri mengampiri pemuda tersebut dan bertanya kepadanya.

“Wahai anak muda, maukah kau ikut denganku untuk memenuhi panggilan Khalifah?”

“Aku tidak membutuhkan itu,” Jawab pemuda tersebut. “Yang aku inginkan adalah makanan darimu.”

“Jawabannya tak sesuai harapanku, ia justru menginginkan hal lain dariku,” jawab Syekh al-Hariri dalam hati.

Setelah obrolan singkat tersebut, Syekh Muhammad al-Hariri segera berlalu. Beliau tidak memperdulikan pemuda tersebut. Beliau segera pergi untuk menghadiri acara yang diadakan oleh Khalifah.

Sepulang dari acara tersebut, Syekh Muhammad al-Hariri kembali ke ruangan. Ia melihat pemuda yang sebelumnya ditemui seolah-olah sudah tidur. Oleh karena itu beliau juga langsung tidur.

Dalam tidurnya, Syekh Muhammad al-Hariri bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW bersama dua orang tua yang bercahaya wajahnya. Di belakangnya tampak rombongan orang-orang dengan kemilau cahaya yang terang.

Beliau diberi tahu bahwa yang beliau temui tersebut adalah Rasulullah SAW yang didampingi Nabi Ibrahim AS di sisi kanan dan Nabi Musa AS di sisi kiri. Sementara rombongan di belakang ketiga nabi tersebut adalah para nabi lainnya yang berjumlah 124.000.

Syekh Muhammad al-Hariri segera mendekati Rasulullah dan mencoba untuk mencium tangannya. Namun Rasulullah justru memalingkan wajahnya. Hingga tiga kali, Syekh Muhammad al-Hariri mencoba hal yang sama, tetapi lagi-lagi Rasulullah memalingkan wajahnya.

Syekh Muhammad al-Hariri bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apa yang membuat engkau berpaling wajah dariku?”

Rasulullah menjawab pertanyaan Syekh Muhammad al-Hariri, “Sungguh engkau telah berbuat kikir, ketika datang dari golongan kami meminta makanan darimu.” Ternyata sufi ini ditegur Rasul lewat mimpi.

Mendengar jawaban Rasulullah, Syekh Muhammad al-Hariri terbangun dalam keadaan hati yang diliputi rasa penyesalan serta ketakutan yang luar biasa. Tubuhnya menjadi bergetar dan menggigil. Ia memalingkan pandangan ke arah pemuda tersebut, tapi celakanya, ia sudah tidak terlihat lagi.

Syekh Muhammad al-Hariri segera melangkahkan kaki keluar. Dicari pemuda itu. Ketika melihatnya, ditanyalah pemuda tersebut.

“Hai Anak Muda, demi Allah yang telah menciptakan dirimu, mohon tunggulah sebentar. Ini makanan untukmu!” ujar Syekh Muhammad al-Hariri.

Pemuda itu tersenyum kepada Syekh Muhammad al-Hariri.

“Wahai Syekh Muhammad al-Hariri, siapakah yang menginginkan sesuap makanan darimu?” kata pemuda tersebut. “Mana bisa nabi dengan jumlah 124.000 itu memberikan pertolongan dengan sesuap makanan?”

Pemuda itu pergi dan hilang. Sementara Syekh Muhammad al-Hariri terpana sendiri dan sangat menyesali perbuatannya tersebut.//**


Jumat, 09 September 2022

Nafs dalam Kacamata Sufistik

Nafsu dalam pemahaman secara umum dimaknai sebagai sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan biologis, materi, maupun hal lain yang bersifat duniawi. Namun dalam bahasa Arab, nafsu berasal dari kata 'nafs', memiliki banyak makna sebagaimana ditunjukkan dalam Alquran.

Makna Pertama,
 'nafs' bermakna 'kecenderungan' atau nafsu. Makna inilah yang umumnya digunakan oleh banyak orang dalam kehidupan sehari-hari. Makna 'nafs' sebagai nafsu disebutkan dalam Alquran Surah Yusuf ayat 53:

"Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang."

'Nafs' dalam makna tersebut dapat mengarah pada dua hal yakni yang positif dan negatif. Misalnya, nafsu seksual yang bisa menjadi positif atau negatif. Menjadi positif jika dilakukan dengan cara yang sesuai ajaran Islam dan bertujuan untuk melanjutkan generasi umat manusia.

Namun nafsu seksual menjadi negatif ketika diumbar atau ketika bertentangan dengan aturan syariat. Dalam hal ini, Allah SWT memberi pilihan kepada manusia, antara memilih yang positif atau negatif. Allah SWT berfirman, "Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan)..." (QS Al-Balad ayat 10).

Makna kedua 'nafs' adalah hati atau kalbu. Makna ini digunakan dalam Alqurah Surah Al-Isra ayat 25: "Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang yang baik, maka sungguh, Dia Maha Pengampun kepada orang yang bertoba

Ketiga, 'nafs' memiliki makna jiwa atau ruh atau sesuatu yang bernyawa. Makna ini terdapat dalam Alquran Surah Ali Imran ayat 145:

"Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala (dunia) itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala (akhirat) itu, dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur."

Keempat, 'nafs' juga memiliki makna yaitu Dzat Allah Yang Mahasuci, sebagaimana disebutkan dalam Surah Al-An'am ayat 12: "Katakanlah (Muhammad), “Milik siapakah apa yang di langit dan di bumi?” Katakanlah, “Milik Allah.” Dia telah menetapkan (sifat) kasih sayang pada diri-Nya. Dia sungguh akan mengumpulkan kamu pada hari Kiamat yang tidak diragukan lagi. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman."

Demikian sekilas beberapa pengertian nafs dalam kacamata sufistik. Semoga bermanfaat.

Jumat, 02 September 2022

Kisah Sang Bajingan dan Orang Saleh

Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo, KHR Ahmad Azaim Ibrahimy, dalam pengajian yang diselenggarakan Ikatan Santri dan Alumni Salafiyah Syafi'iyah (IKSASS) Rayon Bondowoso menceritakan, kisah orang saleh dengan seorang bajingan ini untuk dijadikan ibrah agar seseorang dalam menjalankan perintah agama harus selalu menjaga hati agar tidak sombong terhadap orang lain.

Ini adalah cerita hikmah yang bisa kita jadikan pedoman dalam menjalankan ibadah seraya menjaga gerak hati.

Cucu dari Pahlawan Nasional KHR As'ad Syamsul Arifin ini menceritakan, orang yang saleh itu tinggal di pegunungan yang hidupnya lebih banyak diisi dengan ibadah. Pegunungan itu agaknya memberi gambaran bahwa orang saleh itu jauh dari gangguan kondisi sosial masyarakat sehingga hidupnya lebih banyak diisi dengan ibadah kepada Allah.

Sementara, si bajingan hidup di sebuah perkampungan dekat pasar. Karena di daerah pasar, tentu saja ramai dan hidup banyak orang dengan berbagai latar belakang. Si bajingan itu adalah preman pasar yang pekerjaannya memalak para pedagang.

Dilansir Antara, secara syariat, tentu saja bajingan ini jauh dari predikat sebagai hamba yang baik. Ia justru menjadi sampah masyarakat.

Kisah pemutarbalikan "status" kemuliaan di hadapan Allah ini bermula ketika suatu hari si orang saleh turun dari pegunungan dan pergi ke pasar guna membeli kebutuhan hidupnya. Entah beras, lauk pauk atau sayur mayur.

Di perjalanan si orang saleh dan si bajingan ini berjumpa, namun dalam jarak yang agak jauh. Dua orang yang sudah saling tahu perilaku masing-masing itu tidak bertegur sapa. Sebaliknya, mereka justru tampak saling membuang muka.

Secara fisik, perilaku keduanya sama. Sama-sama membuang muka, namun motif atau niat yang ada di hati mereka yang justru berbeda.

Si orang saleh yang sudah merasa bersih dan banyak berbuat kebajikan di hadapan Allah itu membuang muka karena memandang hina si bajingan, sementara si bajingan merasa malu untuk menatap orang saleh karena merasa dirinya kotor. "Saya terlalu kotor, saya tidak pantas melihat wajah orang saleh itu," begitu bisik hati si bajingan.

Menurut Kiai Azaim, seketika itu Allah membalikkan status keduanya. Si bajingan menjadi orang mulia yang kemudian menjadi orang bertaubat dan si orang saleh menjadi orang hina karena kesombongannya memandang orang lain.

Karena itu, ulama muda yang juga dikenal sebagai penyair ini mengingatkan agar kita selalu membaca doa, "Yaa muqollibal quluub". Artinya, "Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati".

"Tapi jangan berhenti di yaa muqollibal quluub itu. Teruskan dengan "tsabbit qolbi 'alaa diinika," katanya.

Arti dari doa tsabbit qolbi 'alaa diinika itu kurang lebih,"Teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu."///**

SEPULUH ARGUMENTASI BAHWA MALAM KE-27 ADALAH LAILATUL QODAR

Apakah bisa dipastikan tanggal 27 Ramadan adalah lailatul qodar? Untuk memastikan, barangkali lebih berhati-hati jangan. Tetapi bahwa mayori...