Rabu, 30 Agustus 2023

Dari Muktamar Sufi Dunia di Pekalongan

Jam'iyyah Ahlith Thariqah Al Mu'tabarah An Nahdliyyah (Jatman) menggelar perhelatan World Sufi Assembly di Kota Pekalongan. Acara tersebut berlangsung mulai hari ini Selasa (29/8/2023) dan berakhir Kamis (31/8/2023).

Muktamar Sufi Internasional II itu secara resmi dibuka oleh Presiden RI Joko Widodo dan akan ditutup Wakil Presiden RI KH Ma'ruf Amin.

Sekretaris Jendral (Sekjend) Jatman KH Mashudi menjelaskan, acara sufi dunia atau World Sufi Assembly (WSA) Conference ini dihadiri 68 Masyayeikh dari luar negeri, 1.500 ulama dan habib dalam negeri, serta para tokoh masyarakat.

"Untuk pemondokan tamu kami libatkan banyak hotel di Kota Pekalongan dan siapkan rumah masyarakat yang tersebar di Kota dan Kabupaten Pekalongan," ujarnya.

Kiai Mashudi menerangkan, dalam acara tersebut juga akan dilakukan sejumlah kajian. Di antaranya mengkaji pendidikan sufi agar betul-betul meresap di hati masyarakat dunia. Juga kajian tentang ekonomi, sosial, hingga soal teknologi dan peradaban untuk dunia.

Selain kegiatan utamanya berupa muktamar, panitia juga telah menggelar kegiatan penunjang yakni kirab Merah Putih dan silaturahim Mursyid Tariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyah (Jatman) pada Senin (28/8/2023).

"Acara dimulai tanggal 28 Agustus. Tanggal 28 Agustus ada rangkaian kirab merah putih serta bazar, tanggal 29 Agustus dibuka oleh RI 1 dan diikuti Masyayikh luar negeri, sampai 31 Agustus penutupan," katanya.

Untuk diketahui, acara Multaqo Sufi Al-Alamy ini yang kedua kalinya digelar di Kota Pekalongan. Adapun yang pertama digelar pada 2019, yang menetapkan Habib Luthfi bin Yahya sebagai Ketua Forum Sufi Dunia yang kini berubah nama menjadi Majelis Sufi Dunia atau World Sufi Assembly.

Sementara itu untuk pengamanan, disiapkan sebanyak 1.500 personil gabungan (TNI, Polri dan Banser). Apel kesiapan pengamanan telah dilakukan di Lapangan Mataram, Kota Pekalongan, pada Jumat lalu.

Dibuka Presiden RI

Muktamar Sufi Internasional 2023 resmi dibuka oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Rencananya, penutupan konferensi ini akan turut dihadiri oleh Wapres Ma'ruf Amin.

Muktamar Sufi Internasional tersebut digelar pada 29-31 Agustus 2023 di Sahid International Convention Center, Pekalongan, Jawa Tengah. Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto ditunjuk sebagai Ketua Umum Pusat Muktamar Sufi Internasional, sementara Habib Luthfi merupakan Panitia Pelaksananya.

Melalui pidato pembukanya, Jokowi mengapresiasi pelaksanaan Muktamar Sufi Internasional yang dinilai penting bagi Indonesia sebagai contoh Islam moderat sekaligus menjadi bukti bahwa Islam di Indonesia bukan lagi berada di pinggiran.

"Pelaksanaan muktamar ini sangat penting bagi Indonesia, akan membuat Indonesia semakin dikenal sebagai contoh Islam moderat, akan meningkatkan kepercayaan dunia terhadap Indonesia, dan membuat Indonesia semakin diperhitungkan," tutur Jokowi, dikutip dari laman Setkab RI, Rabu (30/8/2023).

Menurut Jokowi, Islam di Indonesia mempunyai peran yang sangat strategis dengan berkontribusi untuk membangun peradaban dunia yang damai dan harmonis.

"Muktamar ini mengejawantahkan nilai-nilai luhur tasawuf, thariqah, mendekatkan tasawuf dan thariqah kepada negara masing-masing," ujarnya.

Jokowi juga mengingatkan tentang sikap moderat dan saling berinteraksi untuk bersatu dalam menghadapi keberagaman. Khususnya bagi Indonesia dengan 270 juta penduduk yang beragam etnis hingga agama.

"Alhamdulillah kita terus kokoh bersatu, alhamdulillah kita bisa menjaga stabilitas politik kita. Semua ini berkat karakter moderat bangsa Indonesia yang menjaga toleransi dan persatuan," ucapnya.

Meski demikian, Jokowi mengakui kerap ditemukan masih adanya kasus intoleransi. Untuk itu, menurutnya, tasawuf hingga Islam yang moderat memiliki peran penting dalam persatuan dan kesatuan.

"Saya percaya amalan tasawuf punya peran penting yang selalu hadir dengan nilai-nilai humanisme yang universal dengan prinsip Islam wasathiyah, Islam yang moderat yang akan semakin memperkokoh toleransi, persatuan, dan kesatuan," tukasnya.

Ketua panitia Multaqo Sufi Al-Alamy atau Muktamar Sufi Internasional Prabowo Subianto menyebut pembukaan acara itu dihadiri dua tokoh yang masuk dalam daftar 500 muslim berpengaruh di dunia. Kedua tokoh tersebut adalah Presiden Jokowi dan anggota Wantimpres Habib Luthfi bin Yahya.

"Kita merasa sangat beruntung dalam ruangan ini ada dua tokoh yang masuk dalam daftar 500 muslim berpengaruh di dunia," kata Prabowo, dikutip dari detikJateng.

"Pertama adalah Bapak Presiden Republik Indonesia, Bapak Haji Joko Widodo (Jokowi) dan yang kedua Maulana Habib Luthfi. Ya, dua putra Indonesia yang dihormati di seluruh dunia ini bukti konkret bagaimana ulama dan umaroh di Indonesia bersatu bergandengan tangan bahu-membahu membangun negeri tercinta," lanjut dia lagi.

Prabowo juga mengatakan, Muktamar Sufi Internasional ini dihadiri oleh 73 ulama dari 38 negara. Para sufi ulama mancanegara tersebut akan membahas empat bidang terkait pendidikan sufi dan pengaruhnya dalam penyucian jiwa, ekonomi dan pembangunan berkelanjutan, industri media dan opini publik, serta peran penting tasawuf dalam membangun manusia dan mengembangkan peradaban.

Muktamar Sufi Internasional 2023 yang digelar di Pekalongan, Jawa Tengah ini dibuka oleh Jokowi dengan memukul beduk di atas panggung sebagai tanda dimulainya acara. Pejabat yang mendampingi Jokowi turut bertepuk tangan.

Sejumlah pihak mendampingi Jokowi saat pemukulan beduk itu. Mereka adalah Habib Luthfi bin Yahya, Menteri Pertahanan RI sekaligus ketua panitia acara Prabowo Subianto, Mensesneg RI Pratikno hingga Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo.

Jumat, 25 Agustus 2023

Makna Kemerdekaan dalam Pandangan Sufi

Kemerdekaan dalam pandangan kaum sufi memiliki makna tersendiri. Makna kemerdekaan menurut mereka tergantung kepada tingkatan spiritualitas yang dilalui seorang hamba. 

Para penulis teori-teori tasawwuf ketika menjelaskan kebebasan dalam karya-karya mereka selalu dimulai dengan konsep hamba (al-abd) berikut dengan semua atribut kehambaan (al-ubudiyyah). Dalam penjelasan ini, yang tersisa dalam substansi dan identitas kesufian tidak lain hanyalah kehambaan atau dalam bahasa kaum sufi al-ubudiyyah.

Namun persoalan jadi lain ketika seorang hamba dalam perjalanan ruhaninya telah sampai kepada tingkat al-fana. Sampai di sini, pembahasan kaum sufi menjadi lain, tidak lagi soal kehambaan atau al-ubudiyyah tapi soal kebebasan atau al-hurriyyah. Lalu apa sebenarnya makna al-hurriyyah dalam pandangan kaum sufi?

Hakikat kebebasan, kata al-Qusyairi dalam ar-Risalah, terletak kepada kesempurnaan kebebasan (fi kamal al-hurriyyah). Secara lebih jauh lagi, al-Qusyairi mengutip pandangan al-Hallaj: al-Husain bin Mansur menjelaskan jika telah melewati tingkatan-tingkatan kehambaan (maqamat al-ubudiyyah) secara keseluruhan, seorang hamba akan terbebas dari beban kehambaan.

Karena dalam pandangan kaum sufi, setiap makna suatu kata itu selalu terbagi dua; makna untuk kalangan orang banyak atau kalangan awam dan makna untuk kalangan elite atau kalangan khassah, dan kadang dalam berbagai hal, ada makna lain yang ketiga, yakni makna untuk kalangan super elite (khasatul khassah), kebebasan pun selalui dimaknai menurut awam, khassah dan khassatul khassah.

Kebebasan untuk kalangan awam ialah kebebasan dari perbudakan nafsu dan syahwat (at-taharrur min ubudiyyat asy-syahawat). Kebebasan seperti ini hanya diperuntukan bagi para sufi pemula yang belum bisa dibedakan dari kalangan awam pada umumnya. Sedangkan kebebasan untuk kalangan khassah ialah kebebasan dari belenggu kehendak dan keinginan karena kehendak mereka sudah melebur atau fana dalam kehendak Yang Maha Benar (at-taharrur min riqqil muradat, lifanai iradatihim fi iradatil haqq).

Kebebasan jenis ini ialah kebebasan seorang sufi yang telah melewati semua tingkatan perjalanan spiritual dan telah mencapai tingkatan fana. Ketika sudah sampai ke tingkatan fana, sang sufi sudah terbebas dari belenggu-belenggu latihan spiritual, riyadah dan mujahadah.

Sedangkan jenis kebebasan yang ketiga, kebebasan yang dimiliki oleh kalangan khassatul khassah, kalangan super elite-nya para pendaki spritual menuju Allah, ialah kebebasan dari belenggu ibadah formal dan sunnah karena mereka telah terbius oleh manifestasi cahayanya cahaya (riqq ar-rusum wal atsar li inmihaqihim fi tajalli nur al-anwar).

Yang semakna dengan definisi kebebasan untuk kalangan khassatul khassah ini ialah sebagian kalangan sufi yang mengatakan: Sesungguhnya Allah telah menciptakan kamu dalam kebebasan maka jadilah seperti dalam keadaan pertama kali kamu tercipta. (inna Allah kholaqaka hurran fa kun kama kholaqoka). Arti dari klausa jadilah seperti dalam keadaan pertama kali kamu tercipta ialah jadilah hamba yang bebas dari beban ibadah (ghoir mukallaf).

Jadi makna kebebasan bagi kalangan khassatul khassah ialah terbebas dari rusum, yaitu ibadah formal (takalif syariyyah) yang menjadi objek kajian fikih. Sebagian kalangan sufi memberikan justifikasi terhadap kebebasan dari beban ibadah formal dengan menegaskan bahwa kalangan khasatul khassah itu qod tajahwaru, yang artinya bahwa jiwa-jiwa kalangan khassatul khassah telah menjadi suci sehingga mereka menjadi substansi murni.

Berangkat dari sini, riyadah dan mujahadah tidak perlu lagi bagi kalangan khassatul khassah karena kewajiban riyadhah dan mujahadah tujuannya ialah untuk menyucikan jiwa dan ketika jiwa sudah menjadi suci, untuk apalagi proses mujahadah. Untuk lebih memperjelas, kita coba kutipkan pandangan Ibnu al-Jauzy dalam kitabnya yang terkenal, Talbis Iblis, demikian:

“ومنهم من داوموا على الرياضة مدة، فرأوا أنهم قد تجهوروا فقالوا: لا نبالي الآن ما عملنا، وإنما الأوامر والنواهي للعوام، ولو تجهوروا لسقطت عنهم. قالوا: وحاصل النبوة ترجع إلى الحكمة والمصلحة. والمراد منها ضبط العوام ولسنا من العوام فندخل في حجر التكليف لأنا قد تجهورنا وعرفنا الحكمة.”

“Di kalangan kaum sufi, ada yang melakukan riyadhah sebentar lalu mengklaim bahwa mereka telah menjadi substansi (tajahwaru). Mereka mengatakan: kami tak peduli dengan amalan-amalan. Perintah dan larangan agama hanya untuk kalangan awam. Ketika sudah menjadi substansi murni, mereka mengklaim telah bebas dari beban agama. Lebih jauh lagi, bagi mereka ajaran kenabian hanya diberlakukan untuk hikmah dan kemaslahatan.

Maksud dari ajaran kenabian ialah untuk mendidik kalangan awam sementara mereka mengklaim: “kami bukan kalangan awam sehingga tidak bisa masuk ke dalam ritual ibadah karena kami telah menjadi substansi murni dan kami telah mengetahui hikmah”.

Sampai di sini, klaim tajahwur memiliki kaitan erat dengan terbebasnya mereka dari beban syariat. Tajahwur artinya proses ketika jiwa menjadi substansi murni setelah melewati tahapan-tahapan mujahadah dan riyadhah yang memakan waktu lama. Jadi makna kemerdekaan bagi kaum sufi yang sudah mencapai tingkatan khassatul khassah ialah kemerdekaan dan kebebasan dari beban syariat dan karena itu mereka terlepas dari kewajiban melakukan ibadah formal.

(BincangSyariah.com//Abdul Aziz/Dosen UNPAM, Lulusan S-2 Linguistik UGM yang pernah nyantri di Darus Sunnah International Institute for Hadith Sciences)

Kamis, 17 Agustus 2023

Memaknai Kemerdekaan Ala Sufi

Menjadi manusia merdeka merupakan salah satu cita-cita dari risalah Muhammad SAW. Ada berbagai gebrakan yang dilakukan oleh beliau untuk menggapai cita-cita tersebut.

Dimulai dari larangan penguburan bayi perempuan di tengah kalangan Arab yang meninggikan derajat laki-laki. Juga memberlakukan denda-denda memerdekakan budak di kalangan masyarakat yang masih kental perbudakan. 

Usaha-usaha itu tak ayal untuk mencapai posisi kesetaraan hak asasi manusia hingga tidak ada satu insan pun yang berada di bawah kuasa manusia lain.

Namun, menjadi merdeka secara fisik saja belum cukup bagi seorang muslim yang ingin mencapai derajat insan kamil. Mendapat hak makan, minum, berpendapat, berekspresi, memperoleh kekayaan, tidak dapat dikatakan merdeka jika dinilai dengan parameter tasawuf. Ada ukuran-ukuran yang menjadi tolak ukur agar seorang insan dikatakan merdeka secara jiwa dan ruhnya.

Ukuran jiwa merdeka ada ketika seseorang sudah terbebas dari jeratan nafsu buruk. Sebab jiwa yang masih lebih menuhankan nafsunya dari pada Allah pasti tidak bisa menggapai kemerdekaan dalam jiwanya. Allah sudah mengingatkan dengan firman-Nya:

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِن بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

Tahukah kamu (Muhammad), orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan dibiarkan sesat oleh Allah dengan pengetahuan-Nya, Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya, siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat?) Apakah kamu (wahai manusia) tidak mengambil pelajaran?. (QS Al-Jatsiyah: 23)

Ayat tersebut dapat dimaknai sebagai pengingkaran Allah atas kelailain seorang manusia yang telah menjadikan hawa nafsunya sendiri sebagai panutan. Padahal ada Allah yang wajib dianut dan disembah sebagai Tuhan sesungguhnya. Alhasil, orang yang masih menuhankan hawa nafsunya akan disesatkan oleh Allah. Maksud dari pada penyesatan ini diuraikan oleh Ibnu ‘Asyur dalam al-Tahrir wa al-Tanwir-nya,

وَمَعْنَى أَضَلَّهُ اللَّهُ أَنَّهُ حَفَّهُمْ بِأَسْبَابِ الضَّلَالَةِ مِنْ عُقُولٍ مُكَابِرَةٍ وَنُفُوسٍ ضَعِيفَةٍ، اعْتَادَتِ اتِّبَاعَ مَا تَشْتَهِيهِ لَا تَسْتَطِيعُ حمل المصابرة والرضى بِمَا فِيهِ كَرَاهِيَةٌ لَهَا. فَصَارَتْ أَسْمَاعُهُمْ كَالْمَخْتُومِ عَلَيْهَا فِي عَدَمِ الِانْتِفَاعِ بِالْمَوَاعِظِ وَالْبَرَاهِينِ، وَقُلُوبُهُمْ كَالْمَخْتُومِ عَلَيْهَا فِي عَدَمِ نُفُوذِ النَّصَائِحِ وَدَلَائِلِ الْأَدِلَّةِ إِلَيْهَا، وَأَبْصَارُهُمْ كَالْمُغَطَّاةِ بِغِشَاوَاتٍ فَلَا تَنْتَفِعُ بِمُشَاهَدَةِ الْمَصْنُوعَاتِ الْإِلَهِيَّةِ الدَّالَّةِ عَلَى انْفِرَادِ اللَّهِ بِالْإِلَهِيَّةِ وَعَلَى أَنَّ بَعْدَ هَذَا الْعَالَمِ بَعْثًا وَجَزَاءً.

Makna penyesatan Allah kepada seorang hamba (pada ayat di atas) adalah Allah melibas mereka dengan sesuatu yang menyebabkan kesesatan, di antaranya kecongkakan akal dan lemahnya hati. Hingga menjadikan indra pendengar mereaka tuli terhadap nasihat dan bukti nyata, matinya hati dari pengaruh nasihat dan tanda jelas, pandangan mereka seakan buram tertutup kabut. Maka semua bukti ilahiyah Allah tidak cukup bermanfaat untuk menunjukkan keesaan-Nya.

Jadi, kemerdekaan ala kaum sufi adalah ketika hati seorang insan sudah hidup. Kondisi hati yang hidup pasti telah mengalami kematian nafsu, lebih-lebih nafsu angkoro (angkara murka). Hal itu dapat diistilahkan dengan mutu qabla an tamut (matilah kalian sebelum kalian mati), yakni keadaan mati rasa gejolak nafsu diri kita, sebelum mati secara adat kemanusiaan (tercabutnya ruh). 

Dengan cara memandikan nafsu kita menggunakan air taubat, sebelum kita benar-benar jenazah kita nanti dimandikan. Setelah itu, “kafanilah diri kalian sebelum dikafani”, makna tersiratnya yakni membalut diri ruhani dengan busana takwa. “Salatlah sebelum kalian disalati,” makna dari ungkapan itu adalah hendaknya kita harus dawam al-zikri (melanggengkan zikir). 

Terakhir, “kuburlah diri kalian sebelum dikubur”, fana’-kan dirimu ke dalam asma-asma, sifat-sifat, bahkan zat Allah, melalui proses kahlwat dan ‘uzlah. Atau dalam ajaran Syaikh Siti Jenar lumrah disebut Catur Wiworo Werit (empat jalan yang sempit). Syeikh Siti Jenar mengistilahkan catur wiworo werit (Empat Perjalanan yang Sempit) dalam menegaskan betapa empat jalan; syari’ah, thariqah, haqiqah, dan ma’rifah, bukanlah jalan yang gampang (werit).

Setelah proses-proses itu sudah dilakukan, pasti lah nafsu kita mati hingga muncul hayah al-qalbi. Kondisi hayah al-qalbi akan memunculkan zuhud dan qanaah. Zuhud adalah syarat bagi siapa pun yang ingin dicintai oleh Allah. Kalau sudah menikmati zuhud pasti merasakan jaminan selamat dan aman di mana pun berada. Ada beberapa cara agar hati kita merasa zuhud, langkah pertama untuk meningkatkan zuhud adalah dengan cara menyepelekan dunia.

Sebagaimana Allah sudah meremahkan dunia dengan menanggap dunia tak hanya senilai satu sayap lalat. Salah satu contoh dari tindakan zuhud ketika menjadi istri, yakni harusnya seorang istri “meng-emaskan” Mas Hakiki dari pada mas duniawi. Mas hakiki yang dimaksud adalah “Mas” suami masing-masing. Jadi para istri diharuskan mengutamakan suaminya (Mas) dari pada perhiasannya (Emas).

Di samping menikmati kehidupan zuhud, juga harus merasa qanaah. Al-Ghazali mendefinisikan qanaah dalam Mizan al-‘Amal,

وَأَماَّ القَنَاعَةُ، فَحُسْنُ تَدْبِيْرِ المَعَاشِ مِنْ غَيْرِ خَبٍّ

Qanaah merupakan bentuk pengelolaan dana/kekayaan agar terhindar dari sesuatu yang sia-sia.

Dapat dipahami bahwa, teks tersebut mempersilahkan punya banyak harta, tapi harus berhati qanaah. Sebab wujud dari sifat qanaah ini membuat kita merasa terlalu cukup dengan pemberian Allah, yang membuat diri kita selalu ingin membagi-bagi harta kita. Kenikmatan sikap ini akan muncul ketika sudah tajrid al-qalbi, yakni kosongnya hati dari selain Allah.

Pada intinya, kemerdekaan ala sufi dapat diraih dengan berproses sebagaimana para ulama menjalankan kehidupannya. Kehidupan yang penuh dengan kezuhudan dan qanaah karena hati yang benar-benar hidup. Kehidupan yang diwarnai dengan pakerti asma-asma Ilahi. Kehidupan yang didasari dengan pribadi Muhammad SAW.

(Penulis: Yuniar Indra//Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng).

SEPULUH ARGUMENTASI BAHWA MALAM KE-27 ADALAH LAILATUL QODAR

Apakah bisa dipastikan tanggal 27 Ramadan adalah lailatul qodar? Untuk memastikan, barangkali lebih berhati-hati jangan. Tetapi bahwa mayori...