Kamis, 16 November 2023

Kota Pekalongan Jadi Tuan Rumah Perhelatan Sufi Dunia

Presiden Joko Widodo dan para ulama sufi dari 60 negara  menghadiri Multaqo Sufi Al-Alamy atau Muktamar Sufi Internasional di Kota Pekalongan pada 29–31 Agustus 2023.


Kehadiran Presiden Jokowi beserta puluhan ulama sufi dari berbagai negara di Pekalongan untuk memenuhi undangan Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya selaku Pimpinan atau Ketua World Sufi Assembly (WSA), sekaligus Rais Aam Idarah Aliyah Jam'iyyah Ahluth Thariqah Al Mu'tabarah An Nahdliyyah (JATMAN).

Multaqo Sufi Al Alamy tahun 2023 merupakan penyelenggaraan yang ke dua kalinya. Pertama kali Multaqo Sufi Al Alamy digelar pada tahun 2019 silam. Salah satu hasilnya adalah menetapkan Habib Luthfi bin Yahya sebagai Ketua Forum Sufi Dunia, atau yang kini berubah nama menjadi Majelis Sufi Dunia atau World Sufi Assembly.

Wali Kota Pekalongan, Achmad Afzan Arslan Djunaid mendampingi Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya dan Tim Jatman menghadap ke Istana Negara bertemu dengan Presiden Jokowi. "Menjadi sebuah kehormatan, Kota Pekalongan menjadi tempat penyelenggaraan Multaqo Sufi Al-Alamy atau Muktamar Sufi Internasional," tutur Wali Kota Aaf saat dikonfirmasi di Kota Pekalongan, Kamis (10/8/2023).

Menurut Aaf alhamdulillah perhelatan sufi dunia telah berjalan dengan lancar, sukses dan membawa keberkahan. "Sebelumnya memang kami sowan ke RI satu sekaligus mengundang Pak Jokowi untuk hadir. Pengalaman ini tentu menjadi sangat luar biasa untuk Kota Pekalongan," tutup Aaf. 

Senin, 13 November 2023

Apakah Semua Umat Manusia Ditanya Malaikat di Alam Kubur?

Munkar dan Nakir adalah dua malaikat yang diutus oleh Allah untuk menguji keimanan setiap individu di dalam kubur. Pertanyaan pertama yang mereka ajukan mencakup keyakinan seseorang terhadap Allah, Nabi, dan agama.

Pertanyaan Munkar dan Nakir tidak hanya sekadar menilai pengetahuan, tetapi juga menguji kedalaman keyakinan dan amal perbuatan yang dilakukan selama hidup.

Lantas, apakah seluruh umat manusia ditanyai oleh Munkar dan Nakir di Alam Kubur? Simak penjelasannya dalam artikel berikut ini!

Apakah Seluruh Umat Manusia Ditanyai oleh Munkar dan Nakir di Alam Kubur?
Ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama mengenai apakah seluruh umat manusia ditanyai oleh Munkar dan Nakir di alam kubur.

Ada yang berpendapat pertanyaan tersebut hanya ditujukan untuk umat Islam saja, ada pula yang berpendapat sejatinya semua manusia ditanyai termasuk orang kafir. Untuk lebih jelasnya, simak pembahasan berikut.

Pendapat Bahwa Hanya Umat Islam yang Ditanyai di Alam Kubur

Menurut Abu Abdullah At-Tirmidzi dikutip dari buku Perjalanan Ruh, "Pertanyaan pada mayit hanya berlaku pada umat ini saja. Sebab umat-umat sebelum kita setiap kali mereka mengabaikan rasul-rasul yang datang membawa risalah kepada mereka, mereka pun segera diazab setelah rasul-rasul mereka diungsikan terlebih dahulu."

Di samping itu, menurut Abu Umar Bin Abdil Bar dalam kitabnya At-Tamhid, "Berbagai atsar menunjukkan bahwa ujian atau pertanyaan di dalam kubur hanya ditujukan kepada orang mukmin atau munafik, yaitu orang-orang terkait dengan ahli kitab dan Islam yang mengucapkan syahadat.

Adapun orang kafir yang membangkang dan menentang, tidak termasuk mereka yang mendapat pertanyaan tentang siapa Tuhannya, apa agamanya, dan siapa nabinya.

Pertanyaan semacam ini hanya ditujukan kepada orang Islam. Allah meneguhkan orang-orang beriman dan orang-orang ingkar akan gemetar."

Penjelasan tersebut menyiratkan bahwa pertanyaan oleh Munkar dan Nakir hanya akan ditanyakan kepada umat muslim saja.

Pendapat bahwa Orang Kafir dan Munafik juga Ditanyai di Alam Kubur

Berbeda dengan pendapat sebelumnya, ada pula pendapat ulama yang mengatakan bahwa semua umat manusia ditanyai oleh Munkar dan Nakir.

Dikutip dari buku Hakekat Ruh, di dalam Ash-Shahihain disebutkan dari Anas bin Malik, Nabi bersabda, "Sesungguhnya, jika hamba diletakkan di liang lahat dan keluarganya sudah meninggalkannya, ia bisa mendengar suara sandal mereka."

Lalu, Al-Bukhari menambahkan, "Sedangkan orang munafik dan orang kafir maka ditanyakan kepadanya: 'Apa yang kamu katakan tentang orang ini?' Ia menjawab 'Aku tidak tahu. Aku mengatakan seperti yang dikatakan orang-orang.'

Maka dikatakan kepadanya: 'Kamu memang tidak tahu dan kamu tidak pernah membaca.' Lalu, ia dipukul dengan palu besi hingga ia menjerit kesakitan yang didengar oleh makhluk yang ada di sekitarnya, kecuali manusia dan jin'."

Selain itu, masih dikutip dari buku yang sama, Abu Sa'id Al-Khudri menghimpun dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Abu Amir Al-Aqdi, berkata, "Kami diberitahu Ibad bin Rasyid, dari Dawud bin Abu Hindun, dari Abu Nadhrah, dari Abu Sa'id, ia berkata"

'Kami menghadiri jenazah bersama Rasulullah, lalu ia menyebutkan hadisnya hingga beliau bersabda: 'Jika ia orang kafir atau munafik maka malaikat bertanya kepadanya: 'Apa yang engkau katakan tentang orang ini?' Ia menjawab: 'Aku tidak tahu'."

Penjelasan tersebut berarti jelas sekali bahwa pertanyaan di alam kubur juga akan ditanyakan kepada orang kafir dan munafik tidak hanya umat muslim saja.

Pendapat yang Netral

Terdapat ulama yang mengambil posisi netral seperti Abu Umar bin Abdul-Barr dikutip dari buku Roh yang menyatakan bahwa dalam hadits Zaid bin Tsabit disebutkan dari Nabi Muhammad, beliau bersabda, "Sesungguhnya umat ini akan diuji di dalam kuburnya."

Ada golongan yang menganggap hadits di atas tidak menunjukkan kekhususan bagi umat ini semata, tanpa umat yang lain. Umat yang dimaksudkan bisa umat manusia tetapi juga bisa umat binatang.

Maka kata "diuji" menurut lafaz ini bisa berarti hanya ditujukan kepada umat ini secara khusus. Akan tetapi, masalah ini tidak bisa diputuskan begitu saja.

Para ulama yang mengambil posisi netral memilih untuk tidak terlalu mempermasalahkan mengenai hal ini dan mengembalikannya sebagai rahasia Allah. Hanya Allah SWT yang lebih tahu. Wallahualam.

Siapa yang Tidak Ditanya oleh Munkar dan Nakir?

Terdapat pendapat ulama yang menyatakan bahwa beberapa golongan manusia diberi kemudahan oleh Allah di alam kubur sehingga lolos dari pertanyaan Munkar dan Nakir.

Dilansir dari buku Islam Kafah Bukan Ajaran Penuh Amarah, menurut Syekh Ibrahim Al-Laqqani dalam Hidayatul Murid, terdapat tujuh orang yang tidak ditanya Munkar dan Nakir, yakni:

Orang yang beruzlah atau menyendiri di gua untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dalam jangka waktu tertentu.

Orang yang mati syahid di medan perang untuk mempertahankan keimanannya kepada Allah SWT.

Orang yang mempercayai kebesaran Allah SWT baik zahir maupun batin.
Orang yang membaca surah Al-Mulk secara istiqomah setiap malam.
Orang yang meninggal sebab busung lapar.
Orang yang meninggal pada malam Jumat.
Orang yang meninggal sebab bencana alam.

Demikian penjelasan mengenai pertanyaan mengenai apakah seluruh umat manusia ditanyai oleh Munkar dan Nakir di alam kubur?

Para ulama berbeda pendapat tentang hal ini. Jadi, kembali kepada keyakinan detikers masing-masing. Namun, yang pasti Allah yang lebih tahu. Hal yang paling penting adalah mempersiapkan diri dengan amal ibadah sebelum menghadapi kematian. Wallahu a'lam.
(Fida Afra/Detik Hikmah)

Rabu, 30 Agustus 2023

Dari Muktamar Sufi Dunia di Pekalongan

Jam'iyyah Ahlith Thariqah Al Mu'tabarah An Nahdliyyah (Jatman) menggelar perhelatan World Sufi Assembly di Kota Pekalongan. Acara tersebut berlangsung mulai hari ini Selasa (29/8/2023) dan berakhir Kamis (31/8/2023).

Muktamar Sufi Internasional II itu secara resmi dibuka oleh Presiden RI Joko Widodo dan akan ditutup Wakil Presiden RI KH Ma'ruf Amin.

Sekretaris Jendral (Sekjend) Jatman KH Mashudi menjelaskan, acara sufi dunia atau World Sufi Assembly (WSA) Conference ini dihadiri 68 Masyayeikh dari luar negeri, 1.500 ulama dan habib dalam negeri, serta para tokoh masyarakat.

"Untuk pemondokan tamu kami libatkan banyak hotel di Kota Pekalongan dan siapkan rumah masyarakat yang tersebar di Kota dan Kabupaten Pekalongan," ujarnya.

Kiai Mashudi menerangkan, dalam acara tersebut juga akan dilakukan sejumlah kajian. Di antaranya mengkaji pendidikan sufi agar betul-betul meresap di hati masyarakat dunia. Juga kajian tentang ekonomi, sosial, hingga soal teknologi dan peradaban untuk dunia.

Selain kegiatan utamanya berupa muktamar, panitia juga telah menggelar kegiatan penunjang yakni kirab Merah Putih dan silaturahim Mursyid Tariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyah (Jatman) pada Senin (28/8/2023).

"Acara dimulai tanggal 28 Agustus. Tanggal 28 Agustus ada rangkaian kirab merah putih serta bazar, tanggal 29 Agustus dibuka oleh RI 1 dan diikuti Masyayikh luar negeri, sampai 31 Agustus penutupan," katanya.

Untuk diketahui, acara Multaqo Sufi Al-Alamy ini yang kedua kalinya digelar di Kota Pekalongan. Adapun yang pertama digelar pada 2019, yang menetapkan Habib Luthfi bin Yahya sebagai Ketua Forum Sufi Dunia yang kini berubah nama menjadi Majelis Sufi Dunia atau World Sufi Assembly.

Sementara itu untuk pengamanan, disiapkan sebanyak 1.500 personil gabungan (TNI, Polri dan Banser). Apel kesiapan pengamanan telah dilakukan di Lapangan Mataram, Kota Pekalongan, pada Jumat lalu.

Dibuka Presiden RI

Muktamar Sufi Internasional 2023 resmi dibuka oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Rencananya, penutupan konferensi ini akan turut dihadiri oleh Wapres Ma'ruf Amin.

Muktamar Sufi Internasional tersebut digelar pada 29-31 Agustus 2023 di Sahid International Convention Center, Pekalongan, Jawa Tengah. Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto ditunjuk sebagai Ketua Umum Pusat Muktamar Sufi Internasional, sementara Habib Luthfi merupakan Panitia Pelaksananya.

Melalui pidato pembukanya, Jokowi mengapresiasi pelaksanaan Muktamar Sufi Internasional yang dinilai penting bagi Indonesia sebagai contoh Islam moderat sekaligus menjadi bukti bahwa Islam di Indonesia bukan lagi berada di pinggiran.

"Pelaksanaan muktamar ini sangat penting bagi Indonesia, akan membuat Indonesia semakin dikenal sebagai contoh Islam moderat, akan meningkatkan kepercayaan dunia terhadap Indonesia, dan membuat Indonesia semakin diperhitungkan," tutur Jokowi, dikutip dari laman Setkab RI, Rabu (30/8/2023).

Menurut Jokowi, Islam di Indonesia mempunyai peran yang sangat strategis dengan berkontribusi untuk membangun peradaban dunia yang damai dan harmonis.

"Muktamar ini mengejawantahkan nilai-nilai luhur tasawuf, thariqah, mendekatkan tasawuf dan thariqah kepada negara masing-masing," ujarnya.

Jokowi juga mengingatkan tentang sikap moderat dan saling berinteraksi untuk bersatu dalam menghadapi keberagaman. Khususnya bagi Indonesia dengan 270 juta penduduk yang beragam etnis hingga agama.

"Alhamdulillah kita terus kokoh bersatu, alhamdulillah kita bisa menjaga stabilitas politik kita. Semua ini berkat karakter moderat bangsa Indonesia yang menjaga toleransi dan persatuan," ucapnya.

Meski demikian, Jokowi mengakui kerap ditemukan masih adanya kasus intoleransi. Untuk itu, menurutnya, tasawuf hingga Islam yang moderat memiliki peran penting dalam persatuan dan kesatuan.

"Saya percaya amalan tasawuf punya peran penting yang selalu hadir dengan nilai-nilai humanisme yang universal dengan prinsip Islam wasathiyah, Islam yang moderat yang akan semakin memperkokoh toleransi, persatuan, dan kesatuan," tukasnya.

Ketua panitia Multaqo Sufi Al-Alamy atau Muktamar Sufi Internasional Prabowo Subianto menyebut pembukaan acara itu dihadiri dua tokoh yang masuk dalam daftar 500 muslim berpengaruh di dunia. Kedua tokoh tersebut adalah Presiden Jokowi dan anggota Wantimpres Habib Luthfi bin Yahya.

"Kita merasa sangat beruntung dalam ruangan ini ada dua tokoh yang masuk dalam daftar 500 muslim berpengaruh di dunia," kata Prabowo, dikutip dari detikJateng.

"Pertama adalah Bapak Presiden Republik Indonesia, Bapak Haji Joko Widodo (Jokowi) dan yang kedua Maulana Habib Luthfi. Ya, dua putra Indonesia yang dihormati di seluruh dunia ini bukti konkret bagaimana ulama dan umaroh di Indonesia bersatu bergandengan tangan bahu-membahu membangun negeri tercinta," lanjut dia lagi.

Prabowo juga mengatakan, Muktamar Sufi Internasional ini dihadiri oleh 73 ulama dari 38 negara. Para sufi ulama mancanegara tersebut akan membahas empat bidang terkait pendidikan sufi dan pengaruhnya dalam penyucian jiwa, ekonomi dan pembangunan berkelanjutan, industri media dan opini publik, serta peran penting tasawuf dalam membangun manusia dan mengembangkan peradaban.

Muktamar Sufi Internasional 2023 yang digelar di Pekalongan, Jawa Tengah ini dibuka oleh Jokowi dengan memukul beduk di atas panggung sebagai tanda dimulainya acara. Pejabat yang mendampingi Jokowi turut bertepuk tangan.

Sejumlah pihak mendampingi Jokowi saat pemukulan beduk itu. Mereka adalah Habib Luthfi bin Yahya, Menteri Pertahanan RI sekaligus ketua panitia acara Prabowo Subianto, Mensesneg RI Pratikno hingga Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo.

Jumat, 25 Agustus 2023

Makna Kemerdekaan dalam Pandangan Sufi

Kemerdekaan dalam pandangan kaum sufi memiliki makna tersendiri. Makna kemerdekaan menurut mereka tergantung kepada tingkatan spiritualitas yang dilalui seorang hamba. 

Para penulis teori-teori tasawwuf ketika menjelaskan kebebasan dalam karya-karya mereka selalu dimulai dengan konsep hamba (al-abd) berikut dengan semua atribut kehambaan (al-ubudiyyah). Dalam penjelasan ini, yang tersisa dalam substansi dan identitas kesufian tidak lain hanyalah kehambaan atau dalam bahasa kaum sufi al-ubudiyyah.

Namun persoalan jadi lain ketika seorang hamba dalam perjalanan ruhaninya telah sampai kepada tingkat al-fana. Sampai di sini, pembahasan kaum sufi menjadi lain, tidak lagi soal kehambaan atau al-ubudiyyah tapi soal kebebasan atau al-hurriyyah. Lalu apa sebenarnya makna al-hurriyyah dalam pandangan kaum sufi?

Hakikat kebebasan, kata al-Qusyairi dalam ar-Risalah, terletak kepada kesempurnaan kebebasan (fi kamal al-hurriyyah). Secara lebih jauh lagi, al-Qusyairi mengutip pandangan al-Hallaj: al-Husain bin Mansur menjelaskan jika telah melewati tingkatan-tingkatan kehambaan (maqamat al-ubudiyyah) secara keseluruhan, seorang hamba akan terbebas dari beban kehambaan.

Karena dalam pandangan kaum sufi, setiap makna suatu kata itu selalu terbagi dua; makna untuk kalangan orang banyak atau kalangan awam dan makna untuk kalangan elite atau kalangan khassah, dan kadang dalam berbagai hal, ada makna lain yang ketiga, yakni makna untuk kalangan super elite (khasatul khassah), kebebasan pun selalui dimaknai menurut awam, khassah dan khassatul khassah.

Kebebasan untuk kalangan awam ialah kebebasan dari perbudakan nafsu dan syahwat (at-taharrur min ubudiyyat asy-syahawat). Kebebasan seperti ini hanya diperuntukan bagi para sufi pemula yang belum bisa dibedakan dari kalangan awam pada umumnya. Sedangkan kebebasan untuk kalangan khassah ialah kebebasan dari belenggu kehendak dan keinginan karena kehendak mereka sudah melebur atau fana dalam kehendak Yang Maha Benar (at-taharrur min riqqil muradat, lifanai iradatihim fi iradatil haqq).

Kebebasan jenis ini ialah kebebasan seorang sufi yang telah melewati semua tingkatan perjalanan spiritual dan telah mencapai tingkatan fana. Ketika sudah sampai ke tingkatan fana, sang sufi sudah terbebas dari belenggu-belenggu latihan spiritual, riyadah dan mujahadah.

Sedangkan jenis kebebasan yang ketiga, kebebasan yang dimiliki oleh kalangan khassatul khassah, kalangan super elite-nya para pendaki spritual menuju Allah, ialah kebebasan dari belenggu ibadah formal dan sunnah karena mereka telah terbius oleh manifestasi cahayanya cahaya (riqq ar-rusum wal atsar li inmihaqihim fi tajalli nur al-anwar).

Yang semakna dengan definisi kebebasan untuk kalangan khassatul khassah ini ialah sebagian kalangan sufi yang mengatakan: Sesungguhnya Allah telah menciptakan kamu dalam kebebasan maka jadilah seperti dalam keadaan pertama kali kamu tercipta. (inna Allah kholaqaka hurran fa kun kama kholaqoka). Arti dari klausa jadilah seperti dalam keadaan pertama kali kamu tercipta ialah jadilah hamba yang bebas dari beban ibadah (ghoir mukallaf).

Jadi makna kebebasan bagi kalangan khassatul khassah ialah terbebas dari rusum, yaitu ibadah formal (takalif syariyyah) yang menjadi objek kajian fikih. Sebagian kalangan sufi memberikan justifikasi terhadap kebebasan dari beban ibadah formal dengan menegaskan bahwa kalangan khasatul khassah itu qod tajahwaru, yang artinya bahwa jiwa-jiwa kalangan khassatul khassah telah menjadi suci sehingga mereka menjadi substansi murni.

Berangkat dari sini, riyadah dan mujahadah tidak perlu lagi bagi kalangan khassatul khassah karena kewajiban riyadhah dan mujahadah tujuannya ialah untuk menyucikan jiwa dan ketika jiwa sudah menjadi suci, untuk apalagi proses mujahadah. Untuk lebih memperjelas, kita coba kutipkan pandangan Ibnu al-Jauzy dalam kitabnya yang terkenal, Talbis Iblis, demikian:

“ومنهم من داوموا على الرياضة مدة، فرأوا أنهم قد تجهوروا فقالوا: لا نبالي الآن ما عملنا، وإنما الأوامر والنواهي للعوام، ولو تجهوروا لسقطت عنهم. قالوا: وحاصل النبوة ترجع إلى الحكمة والمصلحة. والمراد منها ضبط العوام ولسنا من العوام فندخل في حجر التكليف لأنا قد تجهورنا وعرفنا الحكمة.”

“Di kalangan kaum sufi, ada yang melakukan riyadhah sebentar lalu mengklaim bahwa mereka telah menjadi substansi (tajahwaru). Mereka mengatakan: kami tak peduli dengan amalan-amalan. Perintah dan larangan agama hanya untuk kalangan awam. Ketika sudah menjadi substansi murni, mereka mengklaim telah bebas dari beban agama. Lebih jauh lagi, bagi mereka ajaran kenabian hanya diberlakukan untuk hikmah dan kemaslahatan.

Maksud dari ajaran kenabian ialah untuk mendidik kalangan awam sementara mereka mengklaim: “kami bukan kalangan awam sehingga tidak bisa masuk ke dalam ritual ibadah karena kami telah menjadi substansi murni dan kami telah mengetahui hikmah”.

Sampai di sini, klaim tajahwur memiliki kaitan erat dengan terbebasnya mereka dari beban syariat. Tajahwur artinya proses ketika jiwa menjadi substansi murni setelah melewati tahapan-tahapan mujahadah dan riyadhah yang memakan waktu lama. Jadi makna kemerdekaan bagi kaum sufi yang sudah mencapai tingkatan khassatul khassah ialah kemerdekaan dan kebebasan dari beban syariat dan karena itu mereka terlepas dari kewajiban melakukan ibadah formal.

(BincangSyariah.com//Abdul Aziz/Dosen UNPAM, Lulusan S-2 Linguistik UGM yang pernah nyantri di Darus Sunnah International Institute for Hadith Sciences)

Kamis, 17 Agustus 2023

Memaknai Kemerdekaan Ala Sufi

Menjadi manusia merdeka merupakan salah satu cita-cita dari risalah Muhammad SAW. Ada berbagai gebrakan yang dilakukan oleh beliau untuk menggapai cita-cita tersebut.

Dimulai dari larangan penguburan bayi perempuan di tengah kalangan Arab yang meninggikan derajat laki-laki. Juga memberlakukan denda-denda memerdekakan budak di kalangan masyarakat yang masih kental perbudakan. 

Usaha-usaha itu tak ayal untuk mencapai posisi kesetaraan hak asasi manusia hingga tidak ada satu insan pun yang berada di bawah kuasa manusia lain.

Namun, menjadi merdeka secara fisik saja belum cukup bagi seorang muslim yang ingin mencapai derajat insan kamil. Mendapat hak makan, minum, berpendapat, berekspresi, memperoleh kekayaan, tidak dapat dikatakan merdeka jika dinilai dengan parameter tasawuf. Ada ukuran-ukuran yang menjadi tolak ukur agar seorang insan dikatakan merdeka secara jiwa dan ruhnya.

Ukuran jiwa merdeka ada ketika seseorang sudah terbebas dari jeratan nafsu buruk. Sebab jiwa yang masih lebih menuhankan nafsunya dari pada Allah pasti tidak bisa menggapai kemerdekaan dalam jiwanya. Allah sudah mengingatkan dengan firman-Nya:

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِن بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

Tahukah kamu (Muhammad), orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan dibiarkan sesat oleh Allah dengan pengetahuan-Nya, Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya, siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat?) Apakah kamu (wahai manusia) tidak mengambil pelajaran?. (QS Al-Jatsiyah: 23)

Ayat tersebut dapat dimaknai sebagai pengingkaran Allah atas kelailain seorang manusia yang telah menjadikan hawa nafsunya sendiri sebagai panutan. Padahal ada Allah yang wajib dianut dan disembah sebagai Tuhan sesungguhnya. Alhasil, orang yang masih menuhankan hawa nafsunya akan disesatkan oleh Allah. Maksud dari pada penyesatan ini diuraikan oleh Ibnu ‘Asyur dalam al-Tahrir wa al-Tanwir-nya,

وَمَعْنَى أَضَلَّهُ اللَّهُ أَنَّهُ حَفَّهُمْ بِأَسْبَابِ الضَّلَالَةِ مِنْ عُقُولٍ مُكَابِرَةٍ وَنُفُوسٍ ضَعِيفَةٍ، اعْتَادَتِ اتِّبَاعَ مَا تَشْتَهِيهِ لَا تَسْتَطِيعُ حمل المصابرة والرضى بِمَا فِيهِ كَرَاهِيَةٌ لَهَا. فَصَارَتْ أَسْمَاعُهُمْ كَالْمَخْتُومِ عَلَيْهَا فِي عَدَمِ الِانْتِفَاعِ بِالْمَوَاعِظِ وَالْبَرَاهِينِ، وَقُلُوبُهُمْ كَالْمَخْتُومِ عَلَيْهَا فِي عَدَمِ نُفُوذِ النَّصَائِحِ وَدَلَائِلِ الْأَدِلَّةِ إِلَيْهَا، وَأَبْصَارُهُمْ كَالْمُغَطَّاةِ بِغِشَاوَاتٍ فَلَا تَنْتَفِعُ بِمُشَاهَدَةِ الْمَصْنُوعَاتِ الْإِلَهِيَّةِ الدَّالَّةِ عَلَى انْفِرَادِ اللَّهِ بِالْإِلَهِيَّةِ وَعَلَى أَنَّ بَعْدَ هَذَا الْعَالَمِ بَعْثًا وَجَزَاءً.

Makna penyesatan Allah kepada seorang hamba (pada ayat di atas) adalah Allah melibas mereka dengan sesuatu yang menyebabkan kesesatan, di antaranya kecongkakan akal dan lemahnya hati. Hingga menjadikan indra pendengar mereaka tuli terhadap nasihat dan bukti nyata, matinya hati dari pengaruh nasihat dan tanda jelas, pandangan mereka seakan buram tertutup kabut. Maka semua bukti ilahiyah Allah tidak cukup bermanfaat untuk menunjukkan keesaan-Nya.

Jadi, kemerdekaan ala kaum sufi adalah ketika hati seorang insan sudah hidup. Kondisi hati yang hidup pasti telah mengalami kematian nafsu, lebih-lebih nafsu angkoro (angkara murka). Hal itu dapat diistilahkan dengan mutu qabla an tamut (matilah kalian sebelum kalian mati), yakni keadaan mati rasa gejolak nafsu diri kita, sebelum mati secara adat kemanusiaan (tercabutnya ruh). 

Dengan cara memandikan nafsu kita menggunakan air taubat, sebelum kita benar-benar jenazah kita nanti dimandikan. Setelah itu, “kafanilah diri kalian sebelum dikafani”, makna tersiratnya yakni membalut diri ruhani dengan busana takwa. “Salatlah sebelum kalian disalati,” makna dari ungkapan itu adalah hendaknya kita harus dawam al-zikri (melanggengkan zikir). 

Terakhir, “kuburlah diri kalian sebelum dikubur”, fana’-kan dirimu ke dalam asma-asma, sifat-sifat, bahkan zat Allah, melalui proses kahlwat dan ‘uzlah. Atau dalam ajaran Syaikh Siti Jenar lumrah disebut Catur Wiworo Werit (empat jalan yang sempit). Syeikh Siti Jenar mengistilahkan catur wiworo werit (Empat Perjalanan yang Sempit) dalam menegaskan betapa empat jalan; syari’ah, thariqah, haqiqah, dan ma’rifah, bukanlah jalan yang gampang (werit).

Setelah proses-proses itu sudah dilakukan, pasti lah nafsu kita mati hingga muncul hayah al-qalbi. Kondisi hayah al-qalbi akan memunculkan zuhud dan qanaah. Zuhud adalah syarat bagi siapa pun yang ingin dicintai oleh Allah. Kalau sudah menikmati zuhud pasti merasakan jaminan selamat dan aman di mana pun berada. Ada beberapa cara agar hati kita merasa zuhud, langkah pertama untuk meningkatkan zuhud adalah dengan cara menyepelekan dunia.

Sebagaimana Allah sudah meremahkan dunia dengan menanggap dunia tak hanya senilai satu sayap lalat. Salah satu contoh dari tindakan zuhud ketika menjadi istri, yakni harusnya seorang istri “meng-emaskan” Mas Hakiki dari pada mas duniawi. Mas hakiki yang dimaksud adalah “Mas” suami masing-masing. Jadi para istri diharuskan mengutamakan suaminya (Mas) dari pada perhiasannya (Emas).

Di samping menikmati kehidupan zuhud, juga harus merasa qanaah. Al-Ghazali mendefinisikan qanaah dalam Mizan al-‘Amal,

وَأَماَّ القَنَاعَةُ، فَحُسْنُ تَدْبِيْرِ المَعَاشِ مِنْ غَيْرِ خَبٍّ

Qanaah merupakan bentuk pengelolaan dana/kekayaan agar terhindar dari sesuatu yang sia-sia.

Dapat dipahami bahwa, teks tersebut mempersilahkan punya banyak harta, tapi harus berhati qanaah. Sebab wujud dari sifat qanaah ini membuat kita merasa terlalu cukup dengan pemberian Allah, yang membuat diri kita selalu ingin membagi-bagi harta kita. Kenikmatan sikap ini akan muncul ketika sudah tajrid al-qalbi, yakni kosongnya hati dari selain Allah.

Pada intinya, kemerdekaan ala sufi dapat diraih dengan berproses sebagaimana para ulama menjalankan kehidupannya. Kehidupan yang penuh dengan kezuhudan dan qanaah karena hati yang benar-benar hidup. Kehidupan yang diwarnai dengan pakerti asma-asma Ilahi. Kehidupan yang didasari dengan pribadi Muhammad SAW.

(Penulis: Yuniar Indra//Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng).

Kamis, 27 Juli 2023

Seputar Puasa Tasu'a dan Asyura

In syaa Allah Kamis dan Jumat  tanggal 9 dan 10 Muharam yang bertepatan dengan tanggal 27 dan 28 Juli 2023, kita kaum muslimin disunahkan berpuasa Tasu'a dan Asyura.Uuntuk lebih mengetahui ilmunya mari kita simak delapan poin dibawah ini:

1. Asal kata nama Asyura

Asyura diambil dari kata Asyirah artinya tanggal kesepuluh, itulah sebabnya pelaksanaan puasanya tanggal 10 Muharam.

2. Sejarah puasa Asyura

Sejarah dan Perintah puasa Asyura bisa kita simak dari hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas radliyallahu 'anh beliau berkata:

“Tatkala Nabi Muhammad ﷺ datang ke kota Madinah, beliau mendapati kaum Yahudi sedang berpuasa di hari Asyura, lantas beliau bersabda kepada mereka, 'Hari apa yang kalian sedang berpuasa ini?'

Mereka menjawab, 'Hari ini adalah hari yang agung.
Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya pada hari ini dan menenggelamkan Fir’aun beserta pasukannya.

Maka Musa berpuasa pada hari ini sebagai rasa syukur dan kami turut berpuasa.’
Maka Rasulullah ﷺ bersabda, 'Maka kami dengan Musa lebih berhak dan lebih utama daripada kalian.’ Maka Rasulullah ﷺ berpuasa dan memerintahkan berpuasa.” HR Bukhari dan Muslim.

3. Hukum puasa Asyura

Para ulama berpendapat bahwa puasa Asyura itu hukumnya wajib sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan pada tahun kedua hijriah. Maka, setelah diwajibkan puasa Ramadhan, puasa ini menjadi puasa sunah 'muakkad' yaitu puasa yang sangat dianjurkan, dan inilah pendapat kebanyakan ulama.

4. Puasa Asyura menghapus dosa setahun

Rasululloh bersabda:

صِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ

Puasa ‘Asyura aku memohon kepada Allah agar dapat menghapus dosa setahun yang lalu.(HR. Muslim)

5. Nabi sangat bersemangat berpuasa Asyura

Ibnu Abbas berkata:

مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلاَّ هَذَا الْيَوْمَ: يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّهْرَ

Aku tidak pernah melihat Nabi benar-benar perhatian dan menyengaja untuk puasa yang ada keutamaannya daripada puasa pada hari ini, yakni hari ‘Asyura (HR. Bukhari)

6. Puasa yang paling utama sesudah puasa Ramadhan

Nabi bersabda:

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ

Puasa yang paling afdhol setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah al-Muharrom (HR. Muslim)

7. Banyak peristiwa penting yang terjadi pada hari Asyura

Dari berbagai kitab para ulama setidaknya tercatat ada 20 peristiwa penting yang terjadi pada hari Asyura, 10 Muharram:

1. Diciptakannya Nabi Adam ‘alaihissalam di surga.
2. Diterimanya taubat Nabi Adam ‘alaihissalam
3. Naik dan sejajarnya perahu Nabi Nuh ‘alaihissalam dengan bukit Judi setelah banjir besar, serta turunnya ke muka bumi setelah banjir bandang.
4. Dikeluarkannya Nabi Yunus ‘alaihissalam dari perut ikan paus.
5. Diterimanya taubat umat Nabi Yunus ‘alaihissalam
6. Dilahirkannya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
7. Selamatnya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dari api yang membakarnya oleh Raja Namrud.
8. Dikeluarkannya Nabi Yusuf ‘alaihissalam dari sumur setelah diceburkan saudara-saudaranya.
9. Dipertemukannya Nabi Yusuf ‘alaihissalam dengan keluarganya kembali.
10. Disembuhkannya penglihatan Nabi Ya’qub ‘alaihissalam
11. Dibukanya (dihilangkan) ‘madlorot’ yang mendera Nabi Ayyub ‘alaihissalam
12. Diampuninya Nabi Daud ‘alaihissalam
13. Terbelahnya laut merah untuk Nabi Musa ‘alaihissalam setelah dikejar Fir’aun.
14. Tenggelamnya Fir’aun di dasar laut merah saat mengejar Nabi Musa ‘alaihissalam
15. Dilahirkannya Nabi Isa ‘alaihissalam
16. Diangkatnya Nabi Isa ‘alaihissalam ke langit.
17. Dibolak-balikannya tubuh ashabul Kahfi (para pemuda Bani Israil yang bersembunyi di dalam gua).
18. Diciptakannya ruh Nabi Muhammad ﷺ
19. Dikandungnya Nabi Muhammad ﷺ di rahim Ibunda Aminah radliyallahu 'anha
20. Wafatnya (syahid) cucu Nabi Muhammad ﷺ Sayyiduna Husein radliyallahu 'anh.

8. Untuk menyelisihi dan berbeda dari Yahudi maka baiknya selain Asyura tanggal 10, juga puasa tanggal 9-nya dulu yaitu puasa Tasu'a

Suatu hari sahabat mendapati bahwa hari Asyura ini bertepatan pula dengan hari agung milik kaum Nasrani dan Yahudi, maka sahabat hendak mengurungkan niat berpuasa di hari Asyura tersebut.

Mendengar keresahan sahabat, Rasulullah bersabda, sebagaimana dikutip dalam kitab ‘Riyadhus Sholihin : 701’ :

وعن ابن عباس رضي الله عنهما، قَالَ: قَالَ رسول الله – صلى الله عليه وسلم: «لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابلٍ لأَصُومَنَّ التَّاسِعَ». رواه مسلم.

“Apabila (usia)ku sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada (hari) kesembilan”. (HR. Muslim)
______________
____________________
SEMOGA ALLAH SWT MEMBERI KITA HIDAYAH DAN KEKUATAN UNTUK BISA PUASA TASU'A DAN PUASA ASYURA. AAMIIN
_________________________________

(Saefudin Abdul Fattah, Pengasuh pondok pesantren Daarul Ihsaan, Pengurus MUI Kota Cimahi & Nara sumber fikih kontemporer di MQFM dan MQTV)

Rabu, 26 Juli 2023

Ontologi ALam Jabarut

Alam Jabarut dapat dikatakan puncak dari alam gaib mutlak. Alam Malakut dan Alam Jabarut sama-sama sebagai alam gaib mutlak, namun yang terakhir lebih sakral lagi karena hanya dihuni oleh roh suci.

Alam ini hanya bisa diakses oleh malaikat-malaikat utama Tuhan. Penghuni Alam Malakut pun menganggap Alam Jabarut sebagai alam gaib. Ini membuktikan bahwa sesama penghuni alam gaib mutlak tidak memiliki kapasitas yang sama di mata Allah Swt.

Alam malakut sendiri memiliki penghuni tetap yaitu para malaikat utama seperti Jibril, Mikail, Israfil, dan lain-lain. Alam Jabarut ini lebih dekat dengan "Maqam Puncak", yang biasa disebut Haramil Qudsiyyah.Dalam suatu pengelompokan, lapisan-lapisan alam dan maqamnya dapat di bedakan pada beberapa tingkatan, yaitu: Maqam Ahdah yang mencakup alam Lahut dan Martabat Dzat; Maqam Wahdah yang mencakup alam Jabarut dan Martabat Sifat; Maqam Wahidiyah mencakup Alam Wahidiyah dan martabat al-Asma';


Maqam Roh yang mencakup alam Malakut dan Martabat Af'al; Maqam Mitsal; dan Maqam Insan dan alam syahadah. Kalau alam Malakut merupakan tahap atau maqam ruhaniyah dan taman jiwa yang hakiki dan senantiasa mempertahankan kesucian dirinya, maka alam Jabarut sudah masuk dalam wilayah Lahut atau berada dalam hamparan Ma'rifatullah, dimana seluruh elemen dan yang banyak menjadi satu. Alam Jabarut sudah masuk di dalam Dunia Rahasia Ilahi. Namun masih tetap wilayah alam dalam arti alam gaib mutlak.

Alam Jabarut sebagai bagian dari alam gaib mutlak agak sulit menjelaskaan secara skematis karena memang sudah masuk wilayah antara alam dan Maqam Qudsiyah. Ia berada di antara wilayah aktual dan wilayah potensial yang lazim disebut dengan al-A'yan al-Tsabitah (akan dibahas dalam artikel mendatang).

Penghuni alam Jabarut adalah 'sesuatu yang bukan Tuhan dalam level Ahadiyyah, melainkan derivasinya dalam level Wahidiyat. Dalam buku-buku tasawuf, di alam Jabarut ini berlangsung apa yang disebut sebagai Nafakh al-Ruh (peniupan Ruh suci Allah) yang kemudian mampu manghidupkan jasad. Itulah sebabnya alam Jabarut biasa juga disebut dengan alam ruh.

Di alam Jabarut juga kita mengenal adanya realitas kesamaran antara "sesuatu" dengan "bukan sesuatu", antara "alam" dan "bukan alam", dan antara "sifat" dan "asma". Di dalam alam Jabarut ini terjadi proses suatu keberadaan dari keberadaan potensial ke keberadaan aktual.

Alam Jabarut adalah suatu alam yang tidak umum dijangkau oleh alam-alam sebelumnya, termasuk alam Malakut. Ini sebagai bukti bahwa bukan hanya alam syahadah yang mengalami tingkatan-tingkatan, sebagaimana telah dibahas dalam artikel terdahulu; akan tetapi alam gaib juga bertingkat-tingkat.

Sesama alam gaib tidak semuanya bisa mengakses alam Jabarut, berkenalan dengan para penghuninya, dan memahami seluk-beluk peristiwa kejadian yang terjadi di dalamnya.

Bangsa jin tidak bisa mengenal seluruh perilaku malaikat, meskipun sama-sama sebagai penghuni alam Malakut. Sesama malaikat pun tidak saling memahami rahasia satu sama lain. Para malaikat adalah makhluk profesional yang mengerjakan tugasnya masing-masing dan tidak saling mengganggu dan saling mengintervensi tugas satu sama lain sebagaimana diamanatkan Allah Swt. Di antara para malaikat ada malaikat utama dan keutamaannya dilihat dari perspektif manusia yang memilah fungsi-fungsi para malaikat. (Ontologi Prof. DR. Nasaruddin Umar, MA)

Senin, 17 Juli 2023

Tanggal 1 Muharram dalam Perspektif Sejarah dan Falsafah

Catatan
: 1 Muharam 1445 Hijriyah jatuh pada hari Rabu, 19 Juli 2023. Apa makna dibalik dimulainya tahun baru Islam tersebut? Mari kita tinjau dari perspekstif sejarah dan falsafahnya. Selamat menyimak!!

 Awal munculnya kalender Islam

Asal usul Tahun baru Islam dimulai ketika seorang Gubernur Abu Musa Al-Asyari menuliskan surat yang diberikan kepada Khalifah Umar Bin Khatab RA. Kepada pemimpin tersebut, Ia mengaku bingung perihal surat yang tidak memiliki tahun. Hal inilah yang menyulitkannya saat penyimpanan dokumen atau pengarsipan. Kondisi inilah yang mendasari dibuatnya kalender Islam, yang mana saat itu Umat Muslim masih mengadopsi peradaban Arab pra-Islam tanpa angka tahun, hanya sebatas bulan dan tanggal.

Rasulullah SAW sendiri menggunakan kalendar ini sebagai penyempurnaan waktu. Misal saja, mengembalikan bulan menjadi 12 dan tidak memaju mundurkan bulan atau hari yang semestinya masyarakat jahiliyah ketika itu.

Tinjauan perpektif sejarah

Sejarah tahun baru Islam berawal dari kebimbangan umat Islam saat menentukan tahun. Pada zaman sebelum Nabi Muhammad SAW, orang-orang Arab tidak menggunakan tahun dalam menandai peristiwa apa pun. Tapi, hanya menggunakan hari dan bulan sehingga cukup membingungkan.

Sebagai contoh, pada waktu itu Nabi Muhammad lahir pada tahun Gajah. Hal ini menjadi bukti bahwa pada waktu itu kalangan masyarakat Arab tidak menggunakan angka dalam menentukan tahun. Berawal dari sini, para sahabat Rasulullah SAW pun berkumpul untuk menentukan kalender Islam. Salah satunya yang hadir adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan Thalhan bin Ubaidillah.

Mereka mengusulkan kalender Islam berdasarkan hari kelahiran Nabi Muhammad, ada yang mengusulkan sejak Nabi Muhammad diangkat sebagai rasul. Namun, usul yang diterima adalah usulan dari Ali Bin Abi Thalib di mana beliau mengusulkan agar kalender Hijriah Islam dimulai dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah. Dari usul Ali Bin Abi Thalib inilah sejarah kalender Islam pertama kali dibuat dan sejarah tahun baru Islam muncul.

Total 12 bulan dalam sistem penanggalan Islam juga tercantum dalam Al Quran surat At Taubah ayat 36-37 :

إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا۟ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ وَقَٰتِلُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمْ كَآفَّةً ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلْمُتَّقِينَ

"Inna 'iddatasy-syuhụri 'indallāhiṡnā 'asyara syahran fī kitābillāhi yauma khalaqas-samāwāti wal-arḍa min-hā arba'atun ḥurum, żālikad-dīnul-qayyimu fa lā taẓlimụ fīhinna anfusakum wa qātilul-musyrikīna kāffatang kamā yuqātilụnakum kāffah, wa'lamū annallāha ma'al-muttaqīn."


Artinya: "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa."

Kenapa muncul kata Muharram ?

Salah satu bulan yang paling utama dalam kalender Islam adalah Muharram. Kata Muharam sendiri, berasal dari kata yang diharamkan atau dipantang dan dilarang. Ini bermakna pelarangan untuk melakukan peperangan atau pertumpahan darah, dan dianggap haram.

Secara etimologis Muharram berarti bulan yang diutamakan dan dimuliakan. Makna bahasa ini memang tidak terlepas dari realitas empirik dan simbolik yang melekat pada bulan itu, karena Muharam sarat dengan berbagai peristiwa sejarah baik kenabian maupun kerasulan. Muharam dengan demikian merupakan momentum sejarah yang sarat makna. Disebut demikian karena berbagai peristiwa penting dalam proses sejarah terakumulasi dalam bulan itu.

Awal mula penamaan Muharam dengan maknanya, didasari dengan kepercayaan jika bulan ini merupakan awal yang baru dalam setahun. Permulaan tersebut, di masa hijrah merupakan masa peperangan. Dalam sejarah pun disebutkan, jika bulan ini merupakan waktu yang sangat ditaati, bahkan ketika di Arab tak pernah terjadi peperangan.

Kenapa Muharram begitu istimewa?

Dalam Alqur'an Surah At-Taubah ayat 36, Allah mengabarkan 4 bulan agung (bulan-bulan haram) yang wajib dimuliakan yaitu Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Pada bulan-bulan ini umat Islam dilarang menganiaya diri sendiri dan sebaliknya dianjurkan memperbanyak amal saleh. Allah menjadikan empat bulan ini (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab) sebagai bulan haram (asyhurul-hurum). Siapa yang beramal saleh pada bulan tersebut maka Allah akan melipatgandakan pahalanya. Sebaliknya siapa yang berbuat maksiat pada bulan-bulan itu maka dosanya berlipat pula.

Makna dan Keutamaan Bulan Muharram

Muharam adalah bulan yang spesial, dikarenakan bulan pembuka dalam kalender Hijriyah. Rasulullah SAW bahkan menyebut Muharam sebagai bulan Allah karena keutamaannya.

Momentum tahun baru hijriyah mengandung semangat perjuangan tanpa putus asa dan rasa optimisme yang tinggi, yaitu semangat berhijrah dari hal yang baik ke yang lebih baik lagi. Rasulullah SAW dan para sahabatnya telah melawan rasa sedih dan takut dengan berhijrah. Hijrah mengandung semangat persaudaraan, seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW saat beliau mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Bahkan beliau telah membina hubungan baik dengan beberapa kelompok Yahudi yang hidup di Madinah dan sekitarnya pada waktu itu.

Makna awal tahun baru islam juga memiliki makna yang mendalam bagi setiap muslim karena Makna tersebut lahir dari menegaskan kembali pentingnya menerapkan akhlak mulia dalam kehidupan yang bersumber dari Al-Quran.

Momentum awal tahun baru Islam bagi kaum Muslimin agar terus mampu dalam berkreasi, menjunjung tinggi hak asasi manusia, menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, menciptakan birokrasi yang modern, yang transparan, rapi dan bersih

Seharusnya Tahun Baru Islam dimaknai sebagai :Pengingat kembali pada peristiwa hijrah sehingga meningkatkan kepercayaan kaum muslim akan kebenaran ideology dan aqidah yang dianut. Tidak memperdulikan segala macam gangguan yang bertujuan menggoda iman. Saat itu Rasulullah saw. Sangat percaya akan kesuksesan hijrah, dakwah dan sampainya beliau di hadapan para sahabatnya di Madinah, meskipun beliau melalui ancaman dan kesulitan besar dalam perjalannya.

Mengenalkan kepada generasi muda akan moment kepahlawanan dari generasi muda sahabat dalam moment hijrah dan sejarah Islam. Perjuangan Rasul dan para sahabatnya selama melakukan perjalanan itulah menjadi makna tahun baru hendaknya diresapi betul agar perjalanan penuh dengan pengorbanan itu sendiri menjadi pelajaran hidup bagi umat manusia.

Menegaskan kembali pentingnya menerapkan akhlak mulia dalam kehidupan yang bersumber dari Al Quran. Hijrah dari suka minum minuman keras ke arah meninggalkan minum alkohol, hijrah dari suka main judi kearah meninggalkan judi, hijrah dari suka menggunakan narkoba ke arah meninggalkan narkoba. Intinya meninggalkan kebiasaan melanggar larangan -Nya menjadi taat melaksanakan perintah Allah SWT.

Tetapi, kenyataannya dalam kehidupan sekarang makna Tahun Baru Islam menjadi sesuatu pelajaran yang seolah tertinggal, tertutupi oleh meriahnya perayaan Tahun Baru Masehi yang memang sudah tradisi untuk dirayakan secara meriah oleh seluruh umat di dunia. Maka sudah sepantasnyalah seluruh umat muslim diseluruh penjuru dunia untuk memaknai Tahun Baru Islam untuk berbenah diri (muhasabah diri) sejauh mana bekal yang disiapkan untuk menghadapi kehidupan setelah kematian, selalu mencerminkan akhlak mulia, memiliki semangat baru untuk merancang dan menjalani kehidupan kearah yang lebih baik.

Salah satu makna penting implementasi cinta setidaknya di masa pandemi ini kita bisa mencintai diri dan keluarga serta masyarakat dengan menerapkan standar protokol kesehatan. Cintailah sesama dengan menggunakan masker, rajin cuci tangan dan menjaga jarak.

Amalan-amalan yang bisa dilakukan di Tahun Baru Islam 1443 H

Adapun beberapa amalan yang dapat dilakukan adalah :

1. Memperbanyak Puasa Sunnah
Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda:

"Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah pada bulan Allah yang bernama Muharram". (HR. Muslim)

2. Menghidupkan Puasa 'Asyura dan Tasu'a (9-10 Muharram)
Rasulullah SAW bersabda:

"Dan puasa di hari 'Asyura saya berharap kepada Allah agar dapat menghapuskan (dosa) setahun yang lalu." (HR Muslim)

Nabi juga berpesan dengan hadits yang diriwayatkan Ibnu 'Abbas:

"Berpuasalah kalian pada hari 'Asyura dan selisihilah orang-orang Yahudi. Berpuasalah sebelumnya atau berpuasalah setelahnya satu hari." (HR Ahmad, HR Al-Baihaqi)

Fadhillah melaksanakan puasa 'Asyura adalah menggugurkan dosa selama setahun lalu. Mengenai puasa Tasu'a (9 Muharram) dilakukan sehari sebelum puasa 'Asyura hukumnya pun sunnah. Dari Ibnu Abbas RA dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Apabila (usia)-ku sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada hari kesembilan". (HR. Muslim)

3. Memperbanyak Sedekah

Selain menghidupkan puasa sunnah, umat Islam juga dianjurkan memperbanyak sedekah. Sedekah pada bulan Muharram menurut Mazhab Maliki sangat dianjurkan. Sementara mahzab lainnya tidak memberikan penekanan khusus, namun tidak memberi larangan untuk mengamalkannya.

Sebagaimana keutamaan Muharram di mana Allah melipatgandakan pahala setiap amal saleh, maka memperbanyak sedekah termasuk menyantuni anak yatim merupakan amalan yang disukai Allah.

Allah berfirman yang artinya:

"Perumpamaan orang-orang yang mendermakan (sodaqoh) harta bendanya di jalan Allah, seperti (orang yang menanam) sebutir biji yang menumbuhkan tujuh untai dan tiap-tiap untai terdapat seratus biji dan Allah melipat gandakan (balasan) kepada orang yang dikehendaki, dan Allah Maha Luas (anugrah-Nya) lagi Maha Mengetahui". (QS. Al-Baqarah: 261)
(Dari berbagai sumber)

Kamis, 15 Juni 2023

Tasawuf Kurban

Ibrahim Hajar Ismail bijak bestari
Tauladan Idul Adha Khalilullahi
Berkorban dengan takwa dan suci
Hidup diberkahi dan diridhai Ilahi


Dalam ajaran tasawuf/sufisme diformulasikan empat tingkat untuk menjadi seorang yang takwa yaitu melalui syari’at, tarekat, hakikat dan makrifat. 

Tasawuf adalah penjabaran secara nalar (nazhar, teori ilmiah) tentang apa sebenarnya dan penjabaran tentang takwa itu dikaitkan dengan ihsan seperti disebutkan dalam Hadis Rasulullah Saw bahwa ihsan ialah bahwa engkau menyembah Allah Swt seolah-olah engkau melihat-Nya dan jika engkau tidak melihat-Nya, maka (engkau harus menyadari bahwa) dia melihat engkau (HR Muslim). Hadis ini sejalan dengan firman Allah Swt dalam Surah al-Hijr/55 ayat 99, artinya; Dan sembahlah Tuhanmu sehingga datang kepadamu keyakinan. 

Oleh karena itu, sufisme menanamkan kesadaran akan hadirnya Tuhan dalam hidup dan Inni qarib, Aku kata Tuhan sangat dekat (al-Baqarah/2 ayat 185), dan Dia selalu mengawasi segala tingkah laku kita, firman Allah, Ke mana pun kamu menghadap, maka di sanalah wajah Tuhan (QS Al-Baqarah/2 ayat 115). Dia beserta kamu di mana pun kamu berada dan Dia mengetahui segala sesuatu yang kamu kerjakan (QS. Al-Hadad/57 ayat 4).

Dalam salah satu bait syair sufi Hamzah Fansuri dijelaskan: Jika terdengar olehmu firman. Pada Taurat Injil Zabr dan Furqon. Wa Huwa ma’akum aynama kuntum pada ayat Qur`an. Bikulli syay`in muhith maknanya ‘iyan. (AHadi WM, Hamzah Fansuri: Risalah Tasawuf dan Puisi-Puisinya, 1995, hal: 121).

‘Iyan artinya jelas.

Dari aspek ini tampak jelas betapa eratnya rasa rabbaniyyah (Ketuhanan), takwa, ihsan atau religiusitas dengan rasa insaniyyah (kemanusiaan), amal saleh, akhlak, budi pekerti atau tingkah laku etis dalam kajian sufisme. Juga sangat jelas kaitan antara sisi lahir dan sisi batin, antara eksoterisme dan esoterisme, antara fikih (syari’at) dan sufisme (hakikat dan makrifat) dalam makna tasawuf qurban (korban dalam bahasa Indonesia), bukan kurban tasawuf.


Untuk mendekatkan diri kepada Tuhan YME dalam sosiologi agama dikenal paling kurang ada tiga cara pengorbanan yaitu monoteisme etis, sacramental dan sacrificial. Islam disebut sebagai agama monoteisme etis yaitu agama yang mengajarkan tentang tauhid dan taqarrub (pendekatan kepada Allah Swt melalui amal saleh). 

Adapun agama sacramental yang mengajarkan keselamatan diperoleh seseorang hanya dengan mengikuti ritual suci, sedangkan agama sacrificial (sesajen) mengajarkan pendekatan kepada Tuhan melalui sajian-sajian, pengorbanan binatang atau bahkan manusia.

Dalam kaitan ini, ajaran agama Islam melakukan kurban (sacrifice dalam bahasa Inggris dan xisheng dalam bahasa Mandarin, FLTRP.Collins, English-Chinese and Chinese-English Dictionary, 2011, hal: 434), tindakan mendekatkan diri kepada Allah Swt, pada Hari Raya ‘Id-u `l-Adhha tidak dapat disebut sebagai sacrificial (sesajen), karena paling kurang ada tujuh hal. 

Pertama, amalan kurban itu adalah untuk memperingati dan mencontoh ketulusan peran sebuah keluarga yang sakinah (mawaddah dan rahmah) yaitu Nabi Ibrahim dan Isma’il serta isteri Nabi Ibrahim Siti Hajar yang setia dalam mewujudkan tujuan hidup bertakwa kepada Allah Swt.

Kedua, Kitab Suci Alquran menegaskan bahwa yang sampai kepada Allah Swt bukanlah daging atau darah binatang korban itu, melainkan takwa dari orang yang melakukannya. Dijelaskan dalam Kitab Suci surah al-Hajj/22 ayat 37, artinya: Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik (muhsinin).

Ketiga, takwa yang dicapai melalui ibadah korban itu akan melahirkan insan yang mempunyai kesadaran intensif tentang apa yang akan menjadi akibat bagi segala aktivitas dan amal perbuatannya jauh di belakang hari kelak dan yang kemudian menjalankan tindakan dan amal perbuatan itu dengan penuh tanggungjawab moral (akhlak) kepada Allah Swt, kepada insan dan lingkungannya.

Keempat, bahwa penyelenggaraan kurban itu adalah untuk menanamkan pendidikan sosial berupa perhatian yang lebih besar kepada kaum fakir miskin dengan membagikan sebagian daging korban itu untuk mereka. Dijelaskan dalam Kitab Suci Alquran Surah al-Hajj/22 ayat 36. Itulah ruh yang terkandung dalam tasauf kurban.

Kelima, bekerja dengan sungguh-sungguh dan bekerja keras dengan jerih payah sendiri untuk meraih kesuksesan adalah hakekat hidup yang bermakna. Sementara itu, pengorbanan adalah tuntutan perjuangan yang tak mungkin terelakkan. Keduanya harus dibarengi dengan sikap lapang dada, sabar dan tahan menderita demi mencapai cita-cita yang mulia. Hanya pandangan hidup demikianlah yang akan memberi kenikmatan hakiki dan kebahagiaan sejati.

Keenam, secara sosiologis dan antropologis, agama adalah sistem simbol (lambang). Di balik lambang (simbol) itu terdapat hikmah yang lebih intensif dan prinsipil, seperti ibadah kurban ini. Berkurban adalah tindakan yang disertai pandangan yang jauh ke depan, yang mengindikasikan bahwa kita tidak mudah tertipu oleh kesenangan sesaat, kesenangan sementara dan kemewahan duniawi yang menipu, kemudian melupakan kebahagiaan dan kehidupan abadi (eternal life). Dalam kaitan ini Rasulullah Saw bersabda, artinya; Orang yang bijak adalah orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya (untuk kepentingan sesaat) dan beramal untuk sesudah mati (untuk kepentingan abadi), sedangkan orang yang lemah (mentalnya) memperturutkan hawa nafsunya dan berangan-angan agar Allah memperkenankan angan-angannya (yang tidak mungkin terjadi, karena ia tidak berkorban dan bermujahadah). (HR Tirmidzi). Inilah inti tasawuf korban.

Ketujuh, mukmin yang istiqomah (konsisten) sungguh pantang jika sedang menderita (mendapat cobaan dari Allah dengan kesusahan), lalu meratapi nasib dan menyesali perjalanan hidup ini, kemudian kehilangan gairah dalam hidup. Karena pada hakekatnya tidak seorang pun di antara manusia yang pernah benar-benar terlepas dan terbebas dari pengalaman hidup yang kurang dan bahkan tidak menyenangkan. Justru kita harus menerima penderitaan itu dengan sabar menanggungnya. Kemudian dijadikan cambuk, malah modal dan motivasi untuk berjuang, berupaya sungguh-sungguh dan bermujahadah dengan menanamkan semangat berkurban.

Dengan semangat pengorbanan yang tinggi (seperti tauladan Nabi Ibrahim, Nabi Ismail dan Siti Hajar yang telah mencapai maqam (station) makrifat dalam sufisme kurban) kita mendekatkan diri kepada Allah Swt dan dengan rida-Nya kita akan mendapatkan kebahagiaan abadi dan hakiki. 

Semangat berkorban inilah salah satu faktor, di samping salat khusyuk dan puasa yang disebut sebagai virus mental (need for achievement yang disingkat dengan n-Ach, artinya kebutuhan untuk berprestasi yang digagas oleh psikolog, David Mc Clelland dari Universitas Harvard, dalam TM Sulaiman, Mencapai Prestasi Tinggi oleh dan bagi Umat Islam Zaman Teknologi Modern, hlm: 22) untuk meningkatkan kualitas mukmin dan mukmin yang berkualitas (istiqomah) mampu memicu kemajuan umat dalam ilmu pengetahuan serta bidang iqtishadi(economy) dan pendidikan khususnya. Amin.

Oleh: Prof. Dr. M Arrafie Abduh
(Guru Besar Tasawuf di Prodi Ilmu Akidah Fakultas Ushuluddin UIN Suska Riau)

Jumat, 26 Mei 2023

Hakikat Qurban Menurut Jalaludin Rumi

Idul Qurban berasal dari dua kata dalam bahasa Arab, Ied dan Qurban. “Ied” dari kata ‘aada ya’uudu, bermakna ‘kembali’. Qurban, dari kata ‘qaraba-yaqrabu’, bermakna ‘mendekat’. ‘Qarib’ adalah ‘dekat’, dan ‘Al Muqarrabuun’ adalah ‘(hamba) yang didekatkan’. Qurban adalah “sesuatu yang mendekatkan”. 

Idul Qurban (Kurban) kemudian bisa kita maknai sebagai sebuah hari dimana kita berupaya kembali pada hakikat kemanusiaan kita yang mendambakan dekat dengan yang Maha Rahim.

Banyak cara yang bisa kita tempuh untuk mendekat kepada-Nya (taqarrub Ilallah), Maulana Jalaluddin Rumi menyebut, sebanyak helaan nafas manusia. Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah di jalan-Nya, agar kamu beruntung” (QS. Al-Maidah: 35).

“Ketahuilah, sesungguhnya infak itu suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah).” (QS. At-Taubah: 99)

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah”. (QS. 108: 2)

Kurban tidak saja bermakna memotong seekor kambing/sapi/onta yang terbaik, melainkan lebih jauh dari itu, yakni mengurbankan kecintaan kepada selain Allah SWT, khususnya kecintaan terhadap sesuatu yang mendominasi ruang hati ini, agar tauhid menjadi bersih, agar Allah mengaruniai makna dari ‘Ahadiyah’ secara hakiki.

Sebagaimana kisah Nabiyullah Ibrahim,as., yang begitu lama mendambakan seorang putra dan dengan khusyu melantunkan doa-doa. Setelah dikaruniai seorang putra yang bernama Ismail, membuat hatinya sedikit berpaling, yang tadinya hanya terisi Allah SWT mulai berbagi, oleh karenanya Allah memerintahkan menyembelih putra tersayang ini, agar hatinya kembali murni, hanya mencintai Allah SWT saja. Nah, orang-orang yang mengikuti hakikat kisah ini, dengan jalan memerangi hawa nafsunya (mujahadah) pada setiap kesempatan.

Nama lain Idul Qurban, adalah Idul Adha. Adha memiliki makna penyembelihan. Harus ada yang kita sembelih pada hari ini. Bukan persoalan apa kita memiliki harta atau tidak untuk menyembelih. Kita yang termasuk belum memiliki kemampuan untuk menyembelih hewan qurban, sesungguhnya telah diberi kemampuan untuk melakukan prosesi penyembelihan lain, menyembelih ‘kambing’, ‘sapi’, maupun ‘hewan ternak’ lain yang beranak pinak dalam diri kita.

Hewan ternak sesungguhnya tamsil dari dominasi hawa nafsu dan syahwat kita. Tamsil segala kesesatan dan keburukan; kebodohan, kedengkian, ketakaburan, buruk sangka, kemalasan, kecintaan pada hal-hal material dan aspek lainnya yang harus kita sembelih dari diri kita. Allah SWT menyebut orang-orang yang buta hati, akal dan pikirannya lebih sesat dari hewan ternak.

Maulana Jalaluddin Rumi dalam Matsnawi Ma’nawi menafsirkan empat ekor burung yang disembelih dan dicincang oleh Nabi Ibrahim as dalam surah Al-Baqarah ayat 260 sebagai empat ekor unggas yang ada dalam diri kita. Keempat ekor unggas itu adalah bebek yang mencerminkan kerakusan, ayam jantan yang melambangkan nafsu, merak yang menggambarkan kesombongan dan gagak yang melukiskan keinginan.

Dan menurut Maulana Rumi kita hanya bisa kembali hidup sebagaimana manusia ketika kita berani menyembelih keempat unggas ini, sebagaimana Ibrahim as mencincangnya. Di antara keempat unggas ini, bebeklah yang paling mewakili karakter kebanyakan kita. Tentang bebek Maulana Rumi bercerita:

Bebek itu kerakusan, karena paruhnya selalu di tanah
Mengeruk apa saja yang terbenam, basah atau kering
Tenggorokannya tak pernah santai, sesaatpun
Ia tak mendengar firman Tuhan, selain makan
minumlah!
Seperti penjarah yang merangsek rumah-rumah
Dan memenuhi kantongnya dengan cepat
Ia masukkan ke dalam kantongnya baik dan buruk
Permata atau kacang tiada beda
Ia jejalkan ke kantung basah dan kering
Kuatir pesaing akan merebutnya
Waktu mendesak, kesempatan sempit,
Ia ketakutan
dengan segera di bawah tangannya
Ia tumpukkan apapun….


Dikisahkan oleh Maulana Jalaluddin Rumi, secara indah dalam kitab Mastnawi yang masyhur itu. Kisah itu bercerita tentang seekor keledai yang dikandangkan bersama seekor unta, keledai itu berkata:

‘Kepalaku selalu menunduk kebawah, kendati demikian, aku masih selalu jatuh.

Sementara kepalamu tegak, dan pandanganmu lurus serta melihat keatas, tetapi engkau tidak pernah jatuh, apa sebabnya?

Sang Unta menjawab: ‘Dengan kepalaku tegak dan lurus aku bisa melihat jauh. Kalau ada lubang, aku bisa menghindarinya.’

Mendengar itu si keledai menangis, ‘Bimbinglah aku, tunjukkan kepadaku jalan yang lurus, sehingga aku tidak jatuh lagi.’

Sang Unta menjawab: ‘Dengan mengakui kelemahan diri, kamu sudah terselamatkan. Berbahagialah sekarang, karena kamu sudah terbebaskan dari sesuatu yang jahat.’

Terbebaskan dari sesuatu yang jahat, yakni keakuan atau ego!

Tujuan utama bertasawuf adalah mengalahkan keakuan atau ego, hal ini tidak boleh terlupakan oleh para salik, bukan malah membangunnya. Sebagaimana sebuah hadis yang menyatakan bahwa: ‘Man arofa nafsahu faqod arofa rabbah’

‘Barang siapa mengenal dirinya (nafs-nya atau ego-nya), maka ia mengenal Tuhannya.'[]

Kamis, 23 Maret 2023

Fikih Puasa yang Wajib Diketahui

Makna puasa

Puasa dalam bahasa Arab disebut dengan Ash Shiyaam (الصيام) atau Ash Shaum (الصوم). Secara bahasa Ash Shiyam artinya adalah al imsaak (الإمساك) yaitu menahan diri. Sedangkan secara istilah, ash shiyaam artinya: beribadah kepada Allah Ta’ala dengan menahan diri dari makan, minum dan pembatal puasa lainnya, dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.

Hukum puasa Ramadhan

Puasa Ramadhan hukumnya wajib berdasarkan firman Allah Ta’ala:

يا أيها الذين آمنوا كتب عليكم الصّيَام كما كُتب على الذين من قبلكم لعلّكم تتّقون

“wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kalian bertaqwa” (QS. Al Baqarah: 183).

Dan juga karena puasa ramadhan adalah salah dari rukun Islam yang lima. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

بُني الإِسلام على خمس: شهادة أن لا إِله إِلا الله وأنّ محمّداً رسول الله، وإقام الصلاة، وإِيتاء الزكاة، والحجّ، وصوم رمضان

“Islam dibangun di atas lima rukun: syahadat laa ilaaha illallah muhammadur rasulullah, menegakkan shalat, membayar zakat, haji dan puasa Ramadhan” (HR. Bukhari – Muslim).
Keutamaan puasaPuasa adalah ibadah yang tidak ada tandingannya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda kepada Abu Umamah Al Bahili:

عليك بالصيام فإنه لا مثل له

“hendaknya engkau berpuasa karena puasa itu ibadah yang tidak ada tandingannya” (HR. Ahmad, An Nasa-i. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa-i)
Allah Ta’ala menyandarkan puasa kepada diri-Nya.

قال الله عز وجل: كل عمل ابن آدم له إلا الصوم، فإنه لي وأنا أجزي به

“Allah ‘azza wa jalla berfirman: setiap amalan manusia itu bagi dirinya, kecuali puasa. Karena puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalas pahalanya” (HR. Bukhari – Muslim).
Puasa menggabungkan 3 jenis kesabaran: sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah, sabar dalam menjauhi hal yang dilarang Allah dan sabar terhadap takdir Allah atas rasa lapar dan kesulitan yang ia rasakan selama puasa.

Puasa akan memberikan syafaat di hari kiamat.

الصيام والقرآن يشفعان للعبد

“Puasa dan Al Qur’an, keduanya akan memberi syafaat kelak di hari kiamat” (HR. Ahmad, Thabrani, Al Hakim. Al Haitsami mengatakan: “semua perawinya dijadikan hujjah dalam Ash Shahih“).

Orang yang berpuasa akan diganjar dengan ampunan dan pahala yang besar.
Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS. Al Ahzab: 35).

Puasa adalah perisai dari api neraka.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

الصيام جُنة

“puasa adalah perisai” (HR. Bukhari – Muslim)
Puasa adalah sebab masuk ke dalam surga
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

في الجنة ثمانية أبواب، فيها باب يسمى الريان، لا يدخله إلا الصائمون

“di surga ada delapan pintu, diantaranya ada pintu yang dinamakan Ar Rayyan. Tidak ada yang bisa memasukinya kecuali orang-orang yang berpuasa” (HR. Bukhari).

Hikmah disyariatkannya puasa:

Puasa adalah wasilah untuk mengokohkan ketaqwaan kepada Allah
Puasa membuat orang merasakan nikmat dari Allah Ta’ala
Mendidik manusia dalam mengendalikan keinginan dan sabar dalam menahan diri
Puasa menahan laju godaan setan
Puasa menimbulkan rasa iba dan sayang kepada kaum miskin
Puasa membersihkan badan dari elemen-elemen yang tidak baik dan membuat badan sehat

Rukun puasa::

Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa
Menepati rentang waktu puasa
Awal dan akhir bulan Ramadhan (bulan puasa)

Wajib menentukan awal bulan Ramadhan dengan ru’yatul hilal, bila hilal tidak terlihat maka bulan Sya’ban digenapkan menjadi 30 hari. Para ulama ijma akan hal ini, tidak ada khilaf di antara mereka.

Para ulama mensyaratkan minimal satu orang yang melihat hilal untuk bisa menetapkan terlihatnya hilal Ramadhan.

Jika ada seorang yang mengaku melihat hilal Ramadhan sendirian, ulama khilaf. Jumhur ulama mengatakan ia wajib berpuasa sendirian berdasarkan ru’yah-nya. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Al Utsaimin. Sebagian ulama berpendapat ia wajib berpuasa bersama jama’ah kaum Muslimin. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah dan Ibnu Baz.

Rukyah hilal suatu negeri berlaku untuk seluruh negeri yang lain (ittifaqul mathali’), ataukah setiap negeri mengikuti rukyah hilal masing-masing di negerinya (ikhtilaful mathali’)? Para ulama khilaf dalam masalah ini. Jumhur ulama berpendapat rukyah hilal suatu negeri berlaku untuk seluruh negeri yang lain. Adapun Syafi’iyyah dan pendapat sebagian salaf, setiap negeri mengikuti rukyah hilal masing-masing. Pendapat kedua ini dikuatkan oleh Ash Shanani dan juga Ibnu Utsaimin.

Wajib menentukan akhir bulan Ramadhan dengan ru’yatul hilal, bila hilal tidak terlihat maka bulan Ramadhan digenapkan menjadi 30 hari. Para ulama ijma akan hal ini, tidak ada khilaf di antara mereka.

Jumhur ulama mensyaratkan minimal dua orang yang melihat hilal untuk bisa menetapkan terlihatnya hilal Syawal.

Jika ada seorang yang mengaku melihat hilal Syawal sendirian, maka ia wajib berbuka bersama jama’ah kaum Muslimin.
Jika hilal Syawal terlihat pada siang hari, maka kaum Muslimin ketika itu juga berbuka dan shalat Id, jika terjadi sebelum zawal (bergesernya mata hari dari garis tegak lurus).
Rentang waktu puasa

Puasa dimulai ketika sudah terbit fajar shadiq atau fajar yang kedua. Allah Ta’ala berfirman:

فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُواْ مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

“Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” (QS. Al Baqarah: 187).

Yang dimaksud dengan khaythul abyadh di sini adalah fajar shadiq atau fajar kedua karena berwarna putih dan melintang di ufuk seperti benang. Adapun fajar kadzib atau fajar pertama itu bentuknya seperti dzanabus sirhan (ekor serigala). Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

الفجر فجران: فأما الفجر الذي يكون كذنب السرحان فلا يحل الصلاة ولا يحرم الطعام، وأما الفجر الذي يذهب مستطيلا في الأفق فإنه يحل الصلاة و يحرم الطعام

“Fajar itu ada dua: pertama, fajar yang bentuknya seperti ekor serigala, maka ini tidak menghalalkan shalat (shubuh) dan tidak mengharamkan makan. Kedua, fajar yang memanjang di ufuk, ia menghalalkan shalat (shubuh) dan mengharamkan makan (mulai puasa)” (HR. Al Hakim, Al Baihaqi, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’).

Puasa berakhir ketika terbenam matahari. Allah Ta’ala berfirman:

ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

“lalu sempurnakanlah puasa hingga malam” (QS. Al Baqarah: 187).

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إذا أقبل الليل من هاهنا وأدبر النهار من هاهنا، وغربت الشمس، فقد أفطر الصائم

“jika datang malam dari sini, dan telah pergi siang dari sini, dan terbenam matahari, maka orang yang berpuasa boleh berbuka” (HR. Bukhari – Muslim).

Syarat sah puasa:

Islam
Baligh
Berakal
Muqim (tidak sedang safar)
Suci dari haid dan nifas
Mampu berpuasa
Niat

Sunnah-sunnah ketika puasa:

Sunnah-sunnah terkait berbuka puasaDisunnahkan menyegerakan berbuka
Berbuka puasa dengan beberapa butir ruthab (kurma segar), jika tidak ada maka denganbeberapa butir tamr (kurma kering), jika tidak ada maka dengan beberapa teguk air putih
Berdoa ketika berbuka dengan doa yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:

ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله

/dzahabazh zhomaa-u wabtallatil ‘uruuqu wa tsabatal ajru insyaa Allah/
“telah hilang rasa haus, telah basah tenggorokan, dan telah diraih pahala, insya Allah” (HR. Abu Daud, An Nasa-i, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).

Sunnah-sunnah terkait makan sahur:

Makan sahur hukumnya sunnah muakkadah. Dianggap sudah makan sahur jika makan atau minum di waktu sahar, walaupun hanya sedikit. Dan di dalam makanan sahur itu terdapat keberkahan.

Disunnahkan mengakhirkan makan sahur mendekati waktu terbitnya fajar, pada waktu yang tidak dikhawatirkan datangnya waktu fajar ketika masih makan sahur.
Disunnahkan makan sahur dengan tamr (kurma kering).

Orang yang berpuasa wajib meninggalkan semua perbuatan yang diharamkan agama dan dianjurkan untuk memperbanyak melakukan ketaatan seperti: bersedekah, membaca Al Qur’an, shalat sunnah, berdzikir, membantu orang lain, i’tikaf, menuntut ilmu agama, dll
Membaca Al Qur’an adalah amalan yang lebih dianjurkan untuk diperbanyak di bulan Ramadhan. Bahkan sebagian salaf tidak mengajarkan ilmu di bulan Ramadhan agar bisa fokus memperbanyak membaca Al Qur’an dan mentadabburinya.

Orang-orang yang dibolehkan tidak berpuasa:

Orang sakit yang bisa membahayakan dirinya jika berpuasa. Jumhur ulama mengatakan bahwa orang sakit yang boleh meninggalkan puasa adalah yang jika berpuasa itu dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan serius pada kesehatannya. 

Adapun orang yang sakit ringan yang jika berpuasa tidak ada pengaruhnya sama sekali atau pengaruhnya kecil, seperti pilek, sakit kepala, maka ulama empat madzhab sepakat orang yang demikian wajib tetap berpuasa dan tidak boleh meninggalkan puasa.

Terkait adanya kewajiban qadha atau tidak, orang sakit dibagi menjadi 2 macam: Orang yang sakitnya diperkirakan masih bisa sembuh, maka wajib meng-qadha ketika sudah mampu untuk menjalankan puasa. Ulama ijma akan hal ini.

Orang yang sakitnya diperkirakan tidak bisa sembuh, maka membayar fidyah kepada satu orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan. Diqiyaskan dengan keadaan orang yang sudah tua renta tidak mampu lagi berpuasa. Ini disepakati oleh madzhab fikih yang empat.
Musafir.Orang yang bersafar boleh meninggalkan puasa Ramadhan, baik perjalanannya sulit dan berat jika dilakukan dengan berpuasa, maupun perjalanannya ringan dan tidak berat jika dilakukan dengan berpuasa.

Namun jika orang yang bersafar itu berniat bermukim di tempat tujuan safarnya lebih dari 4 hari, maka tidak boleh meninggalkan puasa sejak ia sampai di tempat tujuannya.
Para ulama khilaf mengenai musafir yang perjalanannya ringan dan tidak berat jika dilakukan dengan berpuasa, semisal menggunakan pesawat atau kendaraan yang sangat nyaman, apakah lebih utama berpuasa ataukah tidak berpuasa. Yang lebih kuat, dan ini adalah pendapat jumhur ulama, lebih utama tetap berpuasa.

Orang yang hampir selalu bersafar setiap hari, seperti pilot, supir bus, supir truk, masinis, dan semacamnya, dibolehkan untuk tidak berpuasa selama bersafar, selama itu memiliki tempat tinggal untuk pulang dan menetap. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah dan Ibnu Al Utsaimin.

Orang yang sudah tua rentaOrang yang sudah tua renta dan tidak lagi mampu untuk berpuasa dibolehkan untuk tidak berpuasa Ramadhan. Ulama ijma akan hal ini.
Wajib bagi mereka untuk membayar fidyah kepada satu orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan.

Wanita hamil dan menyusuiWanita hamil atau sedang menyusui boleh meninggalkan puasa Ramadhan, baik karena ia khawatir terhadap kesehatan dirinya maupun khawatir terhadap kesehatan si bayi.

Ulama berbeda pendapat mengenai apa kewajiban wanita hamil dan menyusui ketika meninggalkan puasa.Sebagian ulama berpendapat bagi mereka cukup membayar fidyah tanpa qadha, ini dikuatkan oleh Syaikh Al Albani.

Sebagian ulama berpendapat bagi mereka cukup meng-qadha tanpa fidyah, ini dikuatkan oleh Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Ibnu Al Utsaimin, Syaikh Shalih Al Fauzan, Al Lajnah Ad Daimah, juga pendapat Hanafiyah dan Malikiyah.

Sebagian ulama madzhab juga berpendapat bagi mereka qadha dan fidyah jika meninggalkan puasa karena khawatir akan kesehatan si bayi.

Yang lebih rajih –insya Allah– adalah pendapat kedua, bagi mereka wajib qadha saja tanpa fidyah.

Orang yang memiliki sebab-sebab yang membolehkan tidak berpuasa, diantaranya: 
Orang yang pekerjaannya terasa berat. 
Orang yang demikian tetap wajib meniatkan diri berpuasa dan wajib berpuasa. Namun ketika tengah hari bekerja lalu terasa sangat berat hingga dikhawatirkan dapat membahayakan dirinya, boleh membatalkan puasa ketika itu, dan wajib meng-qadha-nya di luar Ramadhan.
Orang yang sangat kelaparan dan kehausan sehingga bisa membuatnya binasa. 
Orang yang demikian wajib berbuka dan meng-qadha-nya di hari lain.
Orang yang dipaksa untuk berbuka atau dimasukan makanan dan minuman secara paksa ke mulutnya. 
Orang yang demikian boleh berbuka dan meng-qadha-nya di hari lain dan ia tidak berdosa karenanya.

Mujahid fi sabilillah yang sedang berperang di medan perang. Dibolehkan bagi mereka untuk meninggalkan berpuasa. Berdasarkan hadits:

إنكم قد دنوتم من عدوكم، والفطر أقوى لكم، فكانت رخصة

“Sesungguhnya musuh kalian telah mendekati kalian, maka berbuka itu lebih menguatkan kalian, dan hal itu merupakan rukhshah” (HR. Muslim).

Pembatal-pembatal puasa:

Makan dan minum dengan sengaja
Keluar mani dengan sengaja
Muntah dengan sengaja
Keluarnya darah haid dan nifas
Menjadi gila atau pingsan
Riddah (murtad)
Berniat untuk berbuka
Merokok
Jima (bersenggama) di tengah hari puasa. Selain membatalkan puasa dan wajib meng-qadha puasa, juga diwajibkan menunaikan kafarah membebaskan seorang budak, jika tidak ada maka puasa dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin.
Hijamah (bekam) diperselisihkan apakah dapat membatalkan puasa atau tidak. Pendapat jumhur ulama, hijamah tidak membatalkan puasa. Sedangkan pendapat Hanabilah bekam dapat membatalkan puasa. Pendapat kedua ini dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah, Ibnu Baz dan Ibnu Al Utsaimin.

Masalah donor darah merupakan turunan dari masalah bekam. Maka donor darah tidak membatalkan puasa dengan men-takhrij pendapat jumhur ulama, dan bisa membatalkan puasa dengan men-takhrij pendapat Hanabilah.

Inhaler dan sejenisnya berupa aroma yang dimasukan melalui hidung, diperselisihkan apakah dapat membatalkan puasa atau tidak. Pendapat jumhur ulama ia dapat membatalkan puasa, sedangkan sebagian ulama Syafi’iyyah dan Malikiyyah mengatakan tidak membatalkan. Pendapat kedua ini juga dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah.

Yang bukan merupakan pembatal puasa sehingga dibolehkan melakukannya:
Mengakhirkan mandi hingga terbit fajar, bagi orang yang junub atau wanita yang sudah bersih dari haid dan nifas. Puasanya tetap sah.
Berkumur-kumur dan istinsyaq (menghirup air ke hidung)
Mandi di tengah hari puasa atau mendinginkan diri dengan air
Menyicipi makanan ketika ada kebutuhan, selama tidak masuk ke kerongkongan
Bercumbu dan mencium istri, bagi orang yang mampu mengendalikan birahinya
Memakai parfum dan wangi-wangian
Menggunakan siwak atau sikat gigi
Menggunakan celak
Menggunakan tetes mata
Menggunakan tetes telinga
Makan dan minum 5 menit sebelum terbit fajar yang ditandai dengan adzan shubuh, yang biasanya disebut dengan waktu imsak. Karena batas awal rentang waktu puasa adalah ketika terbit fajar yang ditandai dengan adzan shubuh.

Yang dimakruhkan ketika puasa:

Terlalu dalam dan berlebihan dalam berkumur-kumur dan istinsyaq (menghirup air ke hidung)
Puasa wishal, yaitu menyambung puasa selama dua hari tanpa diselingi makan atau minum sama sekali.
Menyicipi makanan tanpa ada kebutuhan, walaupun tidak masuk ke kerongkongan
Bercumbu dan mencium istri, bagi orang yang tidak mampu mengendalikan birahinya
Bermalas-malasan dan terlalu banyak tidur tanpa ada kebutuhan
Berlebihan dan menghabiskan waktu dalam perkara mubah yang tidak bermanfaat.

Beberapa kesalah-pahaman dalam ibadah puasa:

Niat puasa tidak perlu dilafalkan, karena niat adalah amalan hati. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga tidak pernah mengajarkan lafal niat puasa. Menetapkan itikad di dalam hati bahwa esok hari akan berpuasa, ini sudah niat yang sah.

Berpuasa namun tidak melaksanakan shalat fardhu adalah kesalahan fatal. Diantara juga perilaku sebagian orang yang makan sahur untuk berpuasa namun tidak bangun shalat shubuh. Karena dinukil bahwa para sahabat berijma tentang kafirnya orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, sehingga tidak ada faedahnya jika ia berpuasa jika statusnya kafir. Sebagian ulama berpendapat orang yang meninggalkan shalat tidak sampai kafir namun termasuk dosa besar, yang juga bisa membatalkan pahala puasa.

Berbohong tidak membatalkan puasa, namun bisa jadi membatalkan atau mengurangi pahala puasa karena berbohong adalah perbuatan maksiat.

Sebagian orang menahan diri melakukan perbuatan maksiat hingga datang waktu berbuka puasa. Padahal perbuatan maksiat tidak hanya terlarang dilakukan ketika berpuasa, bahkan terlarang juga setelah berbuka puasa dan juga terlarang dilakukan di luar bulan Ramadhan. Namun jika dilakukan ketika berpuasa selain berdosa juga dapat membatalkan pahala puasa walaupun tidak membatalkan puasanya.

Hadits “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah” adalah hadits yang lemah. tidur adalah perkara mubah (boleh) dan bukan ritual ibadah. Maka, sebagaimana perkara mubah yang lain, tidur dapat bernilai ibadah jika diniatkan sebagai sarana penunjang ibadah. Misalnya, seseorang tidur karena khawatir tergoda untuk berbuka sebelum waktunya, atau tidur untuk mengistirahatkan tubuh agar kuat dalam beribadah. Sebaliknya, tidak setiap tidur orang berpuasa itu bernilai ibadah. Sebagai contoh, tidur karena malas, atau tidur karena kekenyangan setelah sahur. Keduanya, tentu tidak bernilai ibadah, bahkan bisa dinilai sebagai tidur yang tercela. Maka, hendaknya seseorang menjadikan bulan ramadhan sebagai kesempatan baik untuk memperbanyak amal kebaikan, bukan bermalas-malasan.

Tidak ada hadits “berbukalah dengan yang manis“. Pernyataan yang tersebar di tengah masyarakat dengan bunyi demikian, bukanlah hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.
Tidak tepat mendahulukan berbuka dengan makanan manis ketika tidak ada kurma. Lebih salah lagi jika mendahulukan makanan manis padahal ada kurma. Yang sesuai sunnah Nabi adalah mendahulukan berbuka dengan kurma, jika tidak ada kurma maka dengan air minum. Adapun makanan manis sebagai tambahan saja, sehingga tetap didapatkan faidah makanan manis yaitu menguatkan fisik.

Wallahu ta’ala a’lam.
Sumber: https://muslim.or.id/28133-ringkasan-fikih-puasa-ramadhan.html

Kota Pekalongan Jadi Tuan Rumah Perhelatan Sufi Dunia

Presiden Joko Widodo dan para ulama sufi dari 60 negara  menghadiri Multaqo Sufi Al-Alamy atau Muktamar Sufi Internasional di Kota Pekalonga...