Senin, 31 Agustus 2009

Mengemban Amanah Jabatan


Secangkir Anggur Merah (Edisi-13)

Jabatan adalah amanah. Ya, ungkapan ini sering kita dengar, hingga nyaris terdengar klise.

Pada umumnya amanah diartikan secara sempit sebagai titipan barang atau ucapan. Padahal Amanah memiliki dimensi pengertian luas. Amanah sesungguhnya lebih identik dengan kejujuran. Sebuah amanah ada karena terlahir dari rahim tanggung jawab. Tanggungjawab untuk membebaskan manusia dari ketertekanan, kemiskinan dan kebodohan.

Namun hakikat amanah di sisi Allah SWT lebih luas, berat dan dalam. Di dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Anas bin Malik: Rasulullah besabda: Tiada iman bagi orang yang tiada amanah. Dan tiada agama bagi orang yang tidak menepati janji.

Luar biasa, jika dikaitkan dengan jabatan. Karena, pejabat yang tidak dapat mengemban amanah sesungguhnya dia termasuk orang yang tidak beriman. Sementara bagi pejabat yang tidak mampu menepati janji..weleh...weleh...dapat dikatakan sebagai pejabat yang tidak pantas mendapat sandangan sebagai orang beragama.

Dalam hadist yang diriwayatkan Al-Baihaqi dari Aisyah: Rasulullah SAW berkata: Bahwa sesungguhnya Allah SWT menggemari mereka yang membuat sesuatu pekerjaannya dilakukannya dengan cermat.

Rasulullah menjelaskan bahwa seseorang pejabat yang sangat berhati-hati dan cermat atau teliti menjalankan tugas dan kewajibannya maka orang ini akan dikasihi Allah. Demikian halnya jika pekerjaannya itu tidak bertentangan dengan kehendak Allah dan dia melaksanakannya dengan sempurna dan tanggung jawab serta hasil kerjanya mendatangkan banyak manfaat, maka pejabat ini mendapat kasih sayang Allah. Dia mendapat kasih sayang Allah karena sifat amanah dan rasa tanggungjawab dan kejujurannya yang telah terpatri dalam hatinya.

Sedangkan dalam hadist yang diriwayatkan Abu Daud Rasulullah bersabda: Seseorang yang kita telah lantik untuk menjalankan sesuatu tugas (jabatan) dan kita telah tentukan upahnya sekali, sekiranya dia mengambil sebarang keuntungan selepas itu, maka dia adalah penipu.

Hadist tersebut lebih menekankan pada tindak korupsi dan perilaku berlebihan. Termasuk di dalamnya mengambil kebijakankan demi keuntungan pribadi dan atau golongannya. Maka mereka lebih identik dengan para penipu.

Akhirnya, Allah berfirman di dalam surah Ali-Imran ayat 161:

...... Dan sesiapa yang berkhianat (menggelapkan sesuatu) ia akan membawa bersamanya pada hari kiamat nanti sesuatu yang dikhianatinya itu, kemudian tiap-tiap seorang akan disempurnakan (balasan bagi) apa yang telah diusahakannya, sedang mereka tidak akan dikurangkan sedikitpun (balasannya).

Di bulan suci ramadhan 1430 H ini, marilah kita melakukan introspeksi. Apakah kita termasuk salah seorang diantaranya. Jika ya, yuk kita bertobat. Terutama bagi yang merasa dirinya sebagai seorang pejabat. Mumpung di bulan suci ini merupakan bulan yang penuh rahmat, ampunan dan pembebasan dari api neraka. Yuk!! (N425).

SEPULUH ARGUMENTASI BAHWA MALAM KE-27 ADALAH LAILATUL QODAR

Apakah bisa dipastikan tanggal 27 Ramadan adalah lailatul qodar? Untuk memastikan, barangkali lebih berhati-hati jangan. Tetapi bahwa mayori...