Jumat, 05 April 2013

Ada 124.000 Wali Allah

Subahanallah Walhamdulillah Allahuakbar.

Tasawuf bukan membaca buku-buku Tasawuf dan mengkaji dari berbagai teori tasawuf seperti Ibnu Arabi, Syadzili, Qodiri, Mevlevi Rumi seperti banyak kajian tasawuf diberbagai Masjid saat ini. Itu hanya baru mempelajari mengenal tasawuf bukan bertasawuf. 

Sangat berbeda jauh antara bertasawuf dan mempelajari buku atau hadir dalam ceramah tasawuf.. Begitu jauh, dampak dan pemahamannya bagai setetes air dibanding samudera. Bertasawuf adalah melaksanakan dzikir dan mengambil Mursyid dengan berbayat. Bila ia mendengarkan ceramah dari Mursyid tasawuf yang Wali Allah, maka ia akan mendapatkan ilmu sekaligus Hikmah.

Ilmu seperti pesawat terbang yang indah bentuknya. Hikmah seperti Bahan Bakarnya. Begitu banyak orang yang bangga dengan keindahan ilmunya, tetapi tanpa bahan bakar hikmah ia tetap didarat tak dapat terbang. Hikmah didapatkan dari mendengarkan langsung dan bersama Wali Allah, sementara ilmu dari ulama biasa kadang membebani. Hikmah tak dapat terlupa dan menguatkan, sementara ilmu ketika kita sudah tua, maka yang menghancurkan ilmu adalah LUPA ( Hadist Nabi saw). 

Hikmah adalah langsung mendengar dan bertemu, karena ada dua macam ilmu. Ilmu Awroq (tulisan) dan Ilmu Azwaq (Rasa). Ketika kita mendengar seorang Kekasih Allah/Wali Allah bicara, maka ilmu rasa yang ditransfer langsung kedalam kalbu kita. Ketika kita menulis dari ceramah Wali Allah, maka yang semula kita terima dalam bentuk Hikmah, berubah menjadi Ilmu. Hikmah adalah RASA, pertemuan langsung dengan Para Wali Allah. Berjamaah dengan wali Allah, bagaikan ia ibadah 70 tahun, maka carilah para Wali Allah.

Itulah sebabnya Umar ra ketika berencana membunuh Nabi saw dan ketika berhadapan langsung dengan Nabi saw, maka ia bergetar tubuhnya kemudian masuk islam. Inilah ilmu Rasa yang tertransfer melalui tatapan mata, melalui pertemuan langsung. ilmu para Nabi dan Kekasih Allah yang mampu merubah benci menjadi cinta. 

Ada dua macam ilmu, Ilmu dari ucapan ulama biasa dan Ilmu sejati yang ditransfer langsung melalui pembicaraan dari hati ke hati. Ilmu Ulama yang bukan Wali Allah, ketika kita mendengarnya kadang ego menolak, karena berasal dari luar. Tetapi Ilmu Wali Allah bekerja dengan dua cara, dari luar dan dari dalam. Dari luar berupa ucapan sedangkan dari dalam berupa ilham ilahiah yg dimasukkan kehati setiap muridnya (Salik). Dan ketika muridnya melakukannya ia merasakan hal itu dari inspirasinya sendiri sehingga ia ihklas melakukannya tanpa beban sedikitpun. Itulah cara kerja Wali Allah dalam membersihkan dan membimbing para muridnya.

Seorang siswa kedokteran ahli bedah, tidak bisa menjadi ahli bedah hanya dengan membaca buku2 tentang ilmu bedah. Seperti orang yang menulis tentang mabuk tetapi ia sendiri belum pernah merasakan mabuk. Seorang ahli bedah haruslah telah menjalani praktek bedah, melakukan latihan dengan langsung membedah dibawah bimbingan dokter ahli bedah yang berpengalaman.

Demikian pula tasawuf, ada banyak profesor, doktor mendalami tasawuf dan mengajar tasawuf, tetapi ketika ditanya siapa Mursyidnya, mereka mengatakan tidak memiliki Mursyid. Artinya bagaimana seorang penulis tentang jantung bicara tentang membedah jantung padahal dia bukan dokter ahli jantung, padahal dia belum pernah melakukan pembedahan? Bagaimana seorang yang belum pernah memiliki mursyid bicara tentang tasawuf padahal dia belum bertasawuf? Tasawuf adalah pengalaman rasa, bukan teori atau ilmu tulisan. Tasawuf adalah Ilmu Azwaq (Ilmu Rasa) bukan ilmu Awroq atau Ilmu tulisan. Tasawuf adalah mengambil bay’at dari Mursyid hakiki dan melaksanakan dzikir yang telah ditetapkan sesuai tariqahnya, dan menjalankan amalan hanya dengan perintah Syaikh/Mursyid yang Hakiki.

Ada begitu banyak sufi palsu, ada begitu banyak Guru sufi palsu yang justru hanya menjelekkan citra sufi. Misalnya, secara syariah mereka tidak mengerjakan, secara sunah mereka menjauhinya. Tak ada tariqah tanpa syariah, karena seumpama syariah adalah lilin penerang untuk menjalani jalan tariqah agar tak tersesat dan menuju hakikat. Imam Malik, Imam Mazhab Maliki mengatakan Syariat tanpa tasawuf adalah zindik, dan tasawuf tanpa syariat adalah sesat. Jadi muslim sejati harus memiliki keduanya, untuk mencapai maqam mukmin (memiliki iman yg sejati) dan mencapai maqam muhsin (ihsan, dimana ketika solat seolah berhadapan dgn Allah, Allah selalu melihat kita).

Setiap orang perlu pembimbing ruhani sejati, hanya 124.000 wali disetiap masa yang merupakan pembimbing sejati. Berdoalah,”Ya Allah kirimkanlah para KekasihMU untuk membimbing hamba yang lemah ini”. Siapa berdoa, maka ia akan medapat jawabannya. Siapa yg mencari Mursyid sejati, maka ia akan menemukannya. Tetapi saat ini tak sedikit orang bangga dengan dirinya, mereka mengatakan gurunya cukup dengan buku. Padahal ketika mereka secara fisik sakit dan harus menjalani operasi, mereka bagaikan orang lemah yg setuju harus menandatangani berita acara operasi. Bahkan tanpa mereka perlu membacanya, karena mereka telah pasrah dengan penyakitnya.

Tetapi ketika qalbu mereka sakit, ketika hati mereka berkarat, ketika mereka tak mampu mengalahkan egonya, mereka tetap tak mau mencari obat dari Sang Pembimbing Ruhani Sejati para Wali Allah. Mereka para Awliya (Wali-Wali Allah) tak butuh uang anda, tak butuh pujian, mereka orang yg ikhlas bekerja sepanjang hari tak kenal lelah tanpa bayaran, cukup Allah dan Rasulullah saw bagi mereka. Ketika kita akan menyebrang padang pasir yang tak dikenal, tentu kita memerlukan penunjuk jalan, agar tak tersesat, agar tahu bahaya yg menanti disetiap langkah. Mungkin badai pasir, binatang buas, ular, pasir yang menelan dsb. Tentu saja penunjuk jalan itu telah melalui padang pasir itu berkali2 sehingga mengetahui karakter padang pasir.

Lalu apakah ketika kita meniti jalan ruhani jauh lebih mudah daripada menyebrang padang pasir tak dikenal? Tentu saja tidak. Kalau kita dapat mengalahkan ego kita, maka kita tentu memerlukan bimbingan seorang guru ruhani sejati. Seorang Mursyid sejati dapat mengetahui cara memotong tangan2 gurita ego dari muridnya. Oleh karena itu setiap orang yang berkeinginan melalkukan perjalanan ruhina menunju cahayaNya maka perlu mencari seorang Mursyid atau Wali Allah sebagai pembimbing. Bahkan termasuk para ulama sekalipun yang terkadang masih memiliki ego yang tinggi.

Ilmu Ulama biasa dibanding Wali Allah, ilmunya bagai setetes air dari samudera ilmu wali Allah. Ilmu Wali Allah dibanding ilmu sahabat Nabi saw, bagai setetes dari samudera ilmu sahabat. Dan ilmu sahabat Nabi dibanding Nabi saw, bagai setetes dari samudera ilmu Nabi saw. Carilah Wali Sejati sebagai pembimbing, begitu banyak jalan tariqah sufi ini telah ditunjukkan, walaupun terkadang ego selalu menolak. 

Ketika kita akan melangkah kepada yang Haqq, maka seratus setan dalam bentuk manusia, jin mencegah kalian untuk mendekati yang Haqq. Berjuanglah untuk mencari yang Haqq. Ada dua kubu dalam islam, Islam yang Penuh Cinta dan Islam yang penuh kebencian. Hanya jalan CINTA yang nanti akan Allah ridhoi. Hanya jalan cinta yang merupakan jalan Nabi saw. Mengapa kita tak megikuti Nabi saw ketika dihujani batu di Thaif tetapi tetap mendoakan umatnya agar selamat, tanpa dendam, itulah jalan cinta.

Mengapa kita perlu Mursyid? Imam Ghazali dalam buku Ihya Ulumudin mengatakan tanpa Mursyid maka mursyid kalian adalah setan. Ya, setan bermain dengan ego kita, karena kita selalu akan terhambat mencapai kemajuan spiritual bila tak memiliki bimbingan. Bahkan untuk belajar matematika saja kita perlu guru. Tentu berbeda matematika SD dan Perguruan tinggi. Tentu berbeda islamnya kita ketika kecil dan untuk mencapai iman dan ihsan. Untuk mencapainya kita perlu mensucikan jiwa, membersihkan dari ego, membersihkan karat hati dari maksiat. Jalan pintas tercepat adalah memiliki guru para Wali Allah yang penuh cinta, dialah pembimbing sejati.

Mengapa kita perlu guru dan bay’at? Karena di Mahsyar nanti meskipun mereka ahli tahajud, ahli quran, ahli puasa, mereka akan ditanya, Siapa Imam-mu? Apa yang kita jawab, kita tak punya Imam, maka kita akan dibiarkan di mahsyar selama 50.000 tahun dimana sehari sama dengan seribu tahun. Sampai kita mendapat syafaat Nabi saw atau ampunan Allah baru kita diperkenankan masuk surgaNYA. Itulah sebabnya di Al-Quran dikatakan masukilah rumah melalui pintu2nya. Artinya mengenal agama ini melalui
pintu2nya. 

Nabi saw mengenal Islam melalui Malaikat Jibril as, Abu Bakar ra mengenal agama melalui Nabi saw, terus hingga tabiin, tabiit, Imam Mazhab dan sampai kepada Wali Akhir Zaman ini. Beliaulah yang perlu kita ikuti. Insya Allah siapapun yang mencari dan berdoa, untuk memdapatkan Pembimbing Sejati Para Kekasih Allah, maka mereka akan mendapatkannya. Amin Ya Rabbal alamin. Karena Allah selalu menjaga Walinya. Ada 124.000 Wali disetiap jaman. Mereka adalah manusia yang mencintai dan dicintai Allah SWT. Mereka yang senantiasa terjaga dan dijaga Allah. (www.kafe-sufi.blogspot.com)

SEPULUH ARGUMENTASI BAHWA MALAM KE-27 ADALAH LAILATUL QODAR

Apakah bisa dipastikan tanggal 27 Ramadan adalah lailatul qodar? Untuk memastikan, barangkali lebih berhati-hati jangan. Tetapi bahwa mayori...