Rabu, 09 Januari 2019

Sufi Yang Terbuang

Saya menekuni tarekat sejak umur 21 tahun dan sampai saat ini masih istiqamah menjalankan dzikir dan amalan yang diajarkan oleh Guru kepada saya. Beliau sering mengatakan, “Dzikir itu tidak enak tapi hasilnya yang enak”. 

Melaksanakan dzikir dalam waktu tertentu dan lama membuat kita bosan dan juga menyakitkan, karena itu memang dzikir tidak menyenangkan. 

Tapi hasil dari dzikir berupa ketenangan hati, kesehatan jiwa dan raga dan diselesaikan segala persoalan hidup adalah “buah” dari istiqamah berdzikir. Setelah melewati suluk demi suluk akan sampai kepada tahap yang diimpikan oleh seluruh manusia sejagad, yaitu berjumpa dengan Allah SWT.

Dalam menekuni tarekat sampai saat ini saya telah menemukan banyak sekali keajaiban dalam hidup yang tidak akan cukup sebuah buku untuk menceritakannya. Keajaiban itu tidak lain sebagai salah satu bukti kebenaran Islam, kebenaran Kalam Allah dan Kebanaran Sabda Nabi yang sebelumnya hanya menjadi sebuah kisah yang tidak pernah bisa dibuktikan.

Dari tarekat saya bisa memahami seluruh aliran-aliran yang muncul di dalam Islam. Saya bisa memaklumi perbedaan suni dan syiah, tradisi yang dijaga di kalangan ahlul bait, semangat berdakwah jamaah tabligh bahkan saya bisa memaklumi kenapa wahabi begitu bersemangat menyebarkan ajarannya. 

Dari tarekat saya bisa memandang dengan jernih keyakinan seorang yang sangat menginginkan munculnya kembali kekhalifahan Islam dan saya juga bisa menguraikan dengan jelas kenapa sebagian kecil pengamal Islam sangat suka berjihad.

Setelah menekuni tarekat juga saya bisa memahami cara berfikir orang liberal dan juga orang fundamentalis. Jadi lewat tarekatlah saya bisa memahmi piramida dari ajaran Islam, mulai dari bawah sampai ke tahap atas.

Kita kagum dengan pemikiran Hasan Al-Banna yang melahirkan sebuah organisasi besar Ikwanul Muslimin yang bertahan sampai saat ini bahkan berkembang keseluruh dunia dalam waktu sangat singkat. Bukan hanya itu, Ikhwanul Muslimin berkembang dalam berbagai wujud pergerakan Islam dengan nama berbeda, di Indonesia salah satunya adalah PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Tidak bisa dipungkiri bahwa ruh dari PKS adalah gerakan Ikhwanul Muslimin yang dicetuskan oleh Hasan Al Banna.

Tapi tidak banyak yang tahu bahwa Hasan Al Banna adalah salah seorang pengamal tarekat, berikut kami kutip ucapan Hasan al-Banna.

“Di masjid ash-Shagir aku melihat ikhwan khashafiyyah (jamaah thariqat Khashafiyyah) sedang berdzikir kepada Allah Ta’ala setelah sholat Isya setiap mlm. Dan aku selalu rutin mnghadiri pelajaran Syaikh Zahran Rahmatulloh di antara maghrib dan Isya’. Halaqah zikir itu telah menarik diriku dengan suara-suaranya yang bergemuruh dan nasyidnya yang indah serta keruhanian yang mendalam“.

“.. Kemudian hadirlah sayyid Abdul Wahhab ke Damanhur, lalu aku diajak berjumpa dengannya. Aku sangat senang sekali dengan kabar baik ini, karena aku mendapatkan langsung baiat thariqah Khashafiyyah asy-Syadziliyyah darinya, lalu beliau mngajarkan dan mendidik aku serta mmberikan tugas-tugasnya.”

Dari ajaran tarekat (sufi) inilah Hasan Al-Banna menyusun bergerakan untuk menyatukan seluruh ummat Islam, membebaskan mereka dari tekanan orang-orang kafir. Struktur di dalam Ikhwanul Muslimin persis seperti struktur di dalam tarekat bahkan Hasan Al-Banna sendiri di dudukan sebagai Mursyid, pemimpin tertinggi di dalam organisasi. 

Sifat saling menyayangi dan membantu saudara dengan ikhlas juga di adopsi dari tradisi tarekat. Sebutan “Ikhwan” atau saudara adalah sebutan yang sudah mengakar di dalam tarekat, istilah ini juga di pakai oleh Hasan Al Banna di dalam Ikhwanul Muslimin nya.

Mematuhi secara mutlah Guru Mursyid sebagai pimpinan tertinggi di dalam tarekat juga di terapkan di dalam organisasinya sehingga dari level bawah sampai atas tunduk kepada pemimpin tertinggi, tidak membantah apa yang diperintahkan.

Sa’id Hawa (tokoh Sufi yang aktifis) mengakui ke-tasawufan Hasan al-Banna dalam mnerapkan dakwah Ikhwanul Musliminnya:

“ Di waktu itu juga, aku berkeinginan agar seorang muslim itu tahu makna sufiyah sebenarnya yang merupakan sifat dakwah Ustadz Hasan al-Banna“.

Sa’id Hawa juga mengatakan:

“Aku sungguh telah berguru (menjadi murid) dalam bab tasawuf kepada orang yang aku anggap ulama yang paling besar dalam bertasawuf di masa ini, dan ulama yang paling banyak mengamalkan tasawufnya dengan sebenarnya, dan sebagian guru sufi kami telah memberi izin untuk melakukan tarbiyyah dan mendidik para murid “

Sa’id Hawa, aktifis pergerakan Ikhwanul Muslimin, penerus perjuangan Hasan al Bana meringkas kitab masterpiece Imam al Ghazali, Ihya Ulumuddin, sebagai pegangan dasar spiritual aktifis (mujahid). Kitab mukhtashar Ihya yang dikarangnya berjudul ‘Al Mustakhlish fii Tazkiyah al Anfus’.

Tapi anehnya, dikemudian hari Gerakan Ikhwanul Muslimin justru memusuhi tarekat dan tasawuf dan menjadi kelompok paling depan dalam menentang tasawuf. Penyebabnya tidak lain dikemudian hari Ikhwanul Muslimin diselewengkan oleh Kaum Wahabi menjadi gerakan mereka sebagaimana juga gerakan Salafy yang awalnya bercorak tasawuf menjadi gerakan wahabi.

Maka Ikwanul Muslimin yang awalnya memliki ruh tasawuf yang di hembuskan oleh Hasan Al Banna yang ditransfer dari Guru Mursyidnya dikemudian hari menjadi gerakan liar yang justru menolak Tasawuf sebagai ajaran dasar dari Hasan Al-Banna.

Hasan Al-Banna menjadi salah satu Sufi yang terbuang, diambil gerakannya, dibuang ajaran dan amalan yang dikerjakannya.

Hasan al-Banna bukan satu-satunya Sufi Yang Terbuang, jauh sebelumnya Sayyid Jamaluddin al-Afghani (1839-1897) juga mengalami hal yang sama. Jamaludin al-Afghani adalah pencetus Pan-Islamic yang ingin menyatukan ummat Islam dalam satu kesatuan dalam menentang penjajahan. Ide Beliau kemudian diteruskan oleh muridnya yaitu Muhammad Abduh dari mesir yang mencetuskan gerakan Pembaharuan Islam. Pemikiran Muhammad Abduh ini kemudian di ambil oleh K.H Ahmad Dahlan dalam mendirikan Muhammadiyah.

Pemikiran seorang Sufi bernama Sayyid Jamaludin al-Afghani ini diambil dan diterapkan untuk kemajuan Islam tapi sayangnya ajaran dan amalan dari Beliau dimusuhi dikemudian hari. Muhammadiyah menjadi gerakan modern di Indonesia yang fokus dalam bidang pendiikan dan sosial namun menolak tarekat dan tasawuf.

Orang Muhammadiyah pun tidak mengetahui bahwa dasar dari gerakan mereka dicetuskan oleh seorang Sufi yang telah berjasa memberikan semangat kepada seluruh ummat Islam diseluruh dunia untuk bangkit dari keterpurukan. Jamaluddin al-Afghani menjadi Sufi yang terbuang, pemikirannya diambil, kesufiannya dicampakkan.

Hasan al-Banna, Sayyid Jamaludin al-Afghani tidak pernah menuntut kepada seluruh orang di dunia yang mengambil manfaat dari idenya, tidak pula mau menyebut mereka sebagai sufi karena apa yang dilakukan ikhlas demi Allah semata. Begitulah perilaku seorang sufi, berperan tapi tidak mau memberi lebel kepada perannya. Begitu senyap jati diri mereka bersembunyi dalam pakaian duniawi sehingga orang-orang tidak tahu diri zaman sekarang selalu bertanya apa manfaat tasawuf dan kehadiran kaum sufi di dunia ini? Bukankah mereka hanya tahu berdzikir dan bersunyi diri semata??

Maka kalau ada yang bertanya apa peran sufi di dunia ini, saya menjawab tidak akan cukup air laut menjadi tinta dan ranting kau menjadi pena untuk menulis peran kaum sufi di seluruh dunia. Tapi kalian tidak akan bisa melihat peran-peran mereka karena mereka ketika berperan sudah pasti meninggalkan baju kesufiannya. Seorang sufi bisa jadi seorang prajurit, Guru, Profesor, Peneliti, Jenderal bahkan presiden. Mereka mengabdi kepada Allah lewat pengabdian kepada manusia tanpa mau memberi lebel pada setiap karya-karya mereka.

Diperlukan kerendahan hati dan kebeningan jiwa untuk melihat peran-peran mereka di dunia saat ini. (www.sufimuda.net)

Fikih Puasa yang Wajib Diketahui

Makna puasa Puasa dalam bahasa Arab disebut dengan Ash Shiyaam (الصيام) atau Ash Shaum (الصوم). Secara bahasa Ash Shiyam artinya adalah al i...