Selasa, 22 September 2020

Yuk, Kita Belajar dari Sumur

Pasangan hidup kita sering diumpamakan sebagai teman satu lembur, satu sumur, satu dapur dan satu kasur. Perumpaan ini tak perlu dibantah secara ngeyel atau berlebihan. Kenyataannya memang seperti itu. Kudu diterima dengan penuh lapang dada.

Tapi ini bukan cerita tentang pasangan hidup kita dengan segala tetek bengek suka dukanya. Kali cerita tentang SUMUR yang ternyata memiliki filosofi yang unik.

Begini ceritanya. Jika sebuah sumur sering ditimba airnya, maka airnya akan tampak selalu jernih.  Tidak mengering. Bahkan airnya akan selalu tersedia di dalamnya...

Namun uniknya, ketika beberapa hari atau satu hari saja airnya tidak ditimba, ketinggian air di dalam sumur itu akan tetap. Tidak menurun atau meningkat alias sama seperti sebelumnya.

Justru sumur yang tak pernah lagi diambil airnya, maka airnya akan cenderung  kotor. Ada kalanya sudah tak layak lagi untuk diminum.
Mengapa demikian? Inilah hukum alam. Alam akan tetap menjaga sunatullah. Terjaga dalam keseimbangan.

Tak perlu dipungkiri kalau di alam ini memang terdapat banyak misteri.  Tujuannya guna memberikan pelajaran pada kehidupan manusia mengenai pentingnya keseimbangan. Mari kita analogikan filosofi sumur dengan kehidupan kita. Sumur rupanya bisa memberi pelajaran pada kehidupan kita.

Dari filosofi sumur ini kita dapat belajar, ternyata semakin banyak sumur memberi air semakin banyak air yang mengalir kepadanya. 

Dalam kehidupan pada umumnya orang berpikir bahwa jika kita memberi apa yang kita miliki pasti akan berkurang dari yang dimiliki sebelumnya. Padahal tidaklah demikian. Ketika kita memberi misalnya dalam bentuk materi, seperti sedekah atau wakaf atau apapun bentuk pemberian materi lainnya. Maka Allah menjanjikan bahwa pada yang telah dikeluarkannya itu tidak akan berkurang, namun akan diberikan pahala minimal 10x lipat.

Maknanya semakin banyak kita memberi kepada orang lain maka akan semakin banyak yang kita miliki. Makna memberi memang tidak harus berupa materi, Bisa dalam bentuk apapun. Dalam bentuk sikap, perilaku atau ilmu misalnya.

Ketika kita memberi ilmu, misalnya, maka sesungguhnya kemampuan kita akan semakin meningkat. Memberi tentu saja yang dibingkai dengan keikhlasan. Bukan karena ingin mendapat pengakuan, sanjungan atau ingin menunjukkan bahwa kita memiliki kelebihan dibanding orang lain.

Kita memberi dalam kapasitas yang terukur. Memberi karena dilandasi oleh harapan orang lain akan semakin bijak dan bahagia. Apalagi menyasar pada harapan agar kehidupan yang lain bisa lebih layak dan sejahtera dalam menjalani kehidupannya.
 
Yakinlah, kita semua BISA melakukan hal ini. Sesuai dengan kapasitas dan keikhlasannya.

Pilihan terserah pada diri kita.
Sedangkan manfaat langsung yang bisa kita rasakan saat memberi adalah kebahagiaan dan kepuasan batin. Dan inilah sesungguhnya hyang dinamakan kebahagiaan sejati.

THE MORE YOU GIVE...
THE MORE YOU RECEIVE...

Sembilan Rekomendasi Hasil Muktamar Sufi Internasional 2023 di Pekalongan

World Sufi Assembly Conference 2023 atau Muktamar Sufi Internasional yang berlangsung pada 29 hingga 31 Agustus 2023 resmi ditutup.  Konfer...