Jumat, 24 April 2015

Detik-detik Wafatnya Rasulullah SAW

Wafatnya Adalah Kehidupan Sejatinya

Wahai, bagaimana hati kita tidak tergetar dan semakin merasakan kerinduan kepada Rasulullah SAW? Bagaimana hati kita tidak terkesan dengan beliau? Bagaimana kita tidak dapat melupakan perintah untuk mencintai beliau? Bagaimana hati kita tidak terikat untuk senantiasa merindukan beliau? Bagaimana hati kita tidak tesentuh kala pribadi beliau diperdengarkan? 


Dalam haji wada’nya (haji perpisahan), Rasulullah SAW berkhutbah di hadapan sekitar 120.000 orang, “Wahai manusia,dengar dan perhatikanlah, sesungguhnya aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian selepas tahun ini.”

Semuanya terdiam, sambil terus mendengarkan kata demi kata yang diucapkan Rasulullah SAW. Beliau menasehati dan berwasiat kapada mereka tentang keterikatan mereka dengan Tuhan dan agama mereka. Ketika itu Allah menurunkan ayat. ”Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kalian agama kalian, Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian, dan Aku ridha Islam menjadi agama kalian.”

Allah menghidupkan makna kehidupan yang dahsyat di tengah-tengah mereka, dalam suasana perpisahan dengan Rasulullah SAW. Saat itu, perpisahan dengan beliau adalah sebuah sisi kehidupan bagi umatnya setelah itu. Kemudian Rasulullah SAW pun pulang ke kota Madinah.

Bulan Rabi’ul Awwal tiba

Di awal bulan itu, tubuh Rasulullah SAW terasa lemah. Beliau terserang sakit demam. Tubuhnya pun disirami air sejuk. Beliau bersabda, “Siramilah aku dengan air supaya aku dapat keluar untuk mengucapkan salam perpisahan dengan para sahabatku. ”Baginda pun disirami air itu, yang membuat tubuhnya terasa lebih segar. 


“Sahabat Teragung”

Kemudian beliau keluar rumah, melangkahkan kakinya dengan diiringi kedua sepupunya, Ali bin Abu Thalib dan Fadhl bin Abbas, radhiyallahu’anhuma.

Saat melihat hadirnya Rasulullah SAW di tengah-tengah mereka, tampak betapa kegembiraan menyemburat dari wajah para sahabat. Kemudian Rasulullah SAW duduk di atas mimbar.

Para sahabat terdiam, bersiap untuk mendengarkan segala apa yang akan diucapkan Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW pun berkhutbah, khutbah perpisahan. Beliau bersabda,”Seseorang telah diberi pilihan, antara kehidupan di dunia atau menjumpai Ar-Rafiqul A’la. 
(“Sahabat Teragung”, Allah SWT).”

Rasulullah SAW pun kemudian mengulang-ulang kata itu, “Ar-Rafiqul A’la, Ar-Rafiqul A’la, Ar-Rafiqul A’la…” Wahai orang yang berakal, adakah kehidupan Allah akan berakhir? Adakah hubungan dengan Allah akan menemui titik penghabisan? Hubungan dengan Ar-Rafiqul A’la itu sesungguhnya merupakan kehidupan itu sendiri. Ucapan Rasulullah SAW itu menandakan bahwa ia memilih kehidupan yang sejati.

Hati sahabat Abubakar RA tersentuh. Ia pun berkata kepada Rasulullah SAW,”Ya Rasulullah, demi ayah dan ibuku, biarlah ruh-ruh kami, anak-anak kami, dan sanak keluarga kami, serta harta-harta kami, sebagai tebusan bagimu. ”Melihat Abubakar RA mengatakan itu, sahabat Abu Sa’id Al-Khudri RA berkata, “Ada apa dengan orang tua ini? Apakah ia (Abubakar) sudah pikun?”

Rasulullah SAW telah menceritakan ihwal lelaki ini (Abubakar RA), yaitu seorang yang telah meyakini penuh bahwa diri beliau sebagai utusan Allah SWT (saat yang lain banyak yang mengingkarinya). Kelak Abu Sa’id mengatakan, “selepas wafatnya Rasulullah SAW, Aku baru tahu, perkataan Abubakar itu perkataan yang tepat.”

Rasulullah SAW memandang Abubakar RA. Pandangan yang penuh makna. Kemudian beliau berkata, “Biarkanlah sahabatku berkata kepadaku, Orang yang paling percaya kepadaku adalah Abubakar. Sekiranya aku memilih kawan dekat, niscaya aku akan memilih Abubakar. Tutuplah pintu rumah kalian yang menuju masjidku,kecuali pintu rumah Abubakar.”

Wasiat-wasiat Rasulullah SAW

“Ya Rasulullah, berwasiatlah kepada kami,”ujar para sahabat.
Kala itu, di antara yang diwasiatkan Rasulullah SAW, ”Berwasiatlah kalian terhadap para wanita dengan kebaikan.’


Wasiat ini menyinpan makna yang luar biasa yang beliau katakan di saat beliau hendak mengucapkan salam perpisahan kepada sekalian umatnya. Maknanya agar kita mewujudkan hubungan yang baik sesama kita sepeninggal beliau, yang dengannya kehidupan akan berjalan harmonis. Beliau mewasiatkan ini agar kita dapat menggapai kehidupan yang sebenarnya, yaitu tatkala kita menjalani kehidupan ini penuh dengan kebaikan.

Beliau juga berwasiat, “ Dan berwasiatlah kalian dengan baik terhadap keluargaku.” Beliau ingin kita dapat terus hidup berkesinambungan dengan beliau.

Kenapa beliau mengatakan “ keluarga” yang dinisbahkan sebagai keluarga beliau, “keluargaku”. Hal itu disebabkan beliau ingin mengajarkan kepada kita bahwasanya perpindahan beliau dari alam dunia tidak dimaksudkan sebagai terputusnya hubungan umat dengan beliau. Seakan beliau mengatakan,”Hubungan kalian denganku tak akan terputus sekali kalian berhubungan dengan keluargaku."


Wasiat beliau lainnya,”Janganlah kalian menjadi kafir selepas kepergianku dan janganlah kalian berperang satu sama lain.” Beliaupun terus berwasiat kepada para sahabat dengan wasiat-wasiat lain yang beliau berikan kepada mereka. Sebagian diantara mereka mengatakan, ”Ya Rasullullah, jika engkau wafat, siapakah yang akan memandikanmu?” Beliau menjawab, “Seseorang di antara ahlul baytku.”

Hati mereka amat tersentuh dengan perpisahan yang akan mereka lalui, perpisahan antara mereka dengan Rasulullah SAW. Kemudian mereka berkata lagi, “Dengan apa engkau kami kafankan?”

Saat melihat rasa gundah melanda hati para sahabatnya, air mata Rasulullah SAW pun berlinang. Beliau menjawab,” (Bahan) dalam pakaianku ini, atau kain dari Yaman, atau jubah dari Syam, atau kapas dari Mesir.” 


Abubakar Mengimami Shalat

Mereka terus bertanya kepada Rasulullah SAW dengan pertanyaan lainnya. Setelah benyaknya pertanyaan sebagai persiapan bagi para sahabat bila sewaktu-waktu Rasulullah SAW wafat dan meninggalkan mereka, Rasulullah SAW pun menangis. Lalu beliau bersabda, ”Berlaku lembutlah kepada nabi kalian. ”Kemudian beliau berdiri, melangkah pulang, dan memasuki rumah beliau. Beliau pun merebahkan diri di pembaringan.

Di saat yang sama, rasa bimbang semakin menggelayuti hati para sahabat. Kemudian mereka meninggalkan pekerjaan dan urusan mereka dan berkeliling di sekitar rumah Rasulullah SAW dan masjid beliau. Mereka ingin mengetahui perkembangan berita tentang Rasulullah SAW. Sampai tiba pada waktu shalat, sedangkan imam mereka (Rasulullah SAW) tidak kunjung keluar untuk shalat bersama mereka. Para sahabatpun semakin bertambah bimbang.

Kemudian Rasulullah SAW berkata kepada Aisyah RA, “Perintahkan Abubakar untuk mengimami shalat.” Aisyah RA (putri Abubakar RA) berkata kepada beliau, “Ayahku seorang yang kurus dan aku khawatir ia akan menangis dan tak sanggup berdiri. Mintalah dari umar, ya Rasulullah.”

Rasulullah SAW menjawab, “Kalian seperti sahabat Nabi Yusuf AS. Perintahkanlah Abubakar untuk mengimami shalat.” Abubakar RA pun bangkit mengimami jama’ah shalat fardhu yang pertama dan shalat-shalat berjama’ah berikutnya.

Salam Perpisahan

Senin waktu shalat Subuh,12 Rabi’ul Awwal. Rasulullah SAW menyingkap tabir kain dari pintu rumah beliau. Pandangannya mengarah kepada para sahabat. Tampak mereka tengah shalat dengan khusyu’ dan tunduk di hadapan Allah SWT, di bawah pimpinan Abubakar RA. Segala puji bagi Allah, saat Rasulullah SAW memperhatikan para sahabatnya itu, masjid pun bercahaya dengan kemunculan beliau. 

Sampai sebagian sahabat mengatakan, “Hampir saja kami terlalaikan dari shalat kami ketika Rasulullah muncul.” Abubakar RA hampir saja mundur dari pengimaman, sementara para sahabat yang lainnya hampir saja memalingkan pandangannya kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW menunjuk dengan tangan beliau,”Tetaplah di tempat kalian.” Kemudian beliau menutup kembali tirai di pintu masuk rumah beliau itu.

Para sahabat mengatakan, “Itulah saat terakhir Rasulullah SAW memandangi para sahabatnya. Abdullah bin Mas’ud RA, pembantu Rasulullah SAW, mengatakan, ketika Rasulullah SAW melihat mereka, beliau mengatakan, “Allah memelihara kalian, Allah memberkati kalian, Allah menguatkan kalian, Allah menolong kalian, Allah membantu kalian." Inilah salam perpisahan dari seorang yang merindukan para sahabatnya. Para sahabat pun memberi salam kepada Rasulullah SAW dan keluar dari masjid.

Dikatakan, para sahabat bergembira saat mendapati Rasulullah SAW memperhatikan mereka dari pintu rumah beliau. Mereka menyangka kondisi kesehatan Rasulullah SAW telah berangsur pulih. Karenanya, sebagian dari mereka kemudian beraktivitas lagi seperti sedia kala. Mereka menyangka bahwa itu adalah rahmat Allah SWT terhadap mereka. 


Berita Kematian yang Menggembirakan

Aisyah RA berkata, “Rasulullah SAW meminta izin dari sekalian istri beliau untuk dirawat di rumahku, lalu mereka mengizinkan. Saat hari Senin itu, hari wafatnya Rasulullah SAW tiba, ruh beliau diambil di rumahku sedangkan beliau ada dalam dekapanku. Ia berkisah, “Ketika kami semua sedang duduk, datanglah Fathimah sambil menangis. Cara berjalannya mirip cara berjalan ayahandanya, Rasulullah SAW. Kemudian beliau mendekap dan mengecupnya. Lalu beliau SAW membisikkan sesuatu di telinganya. Sesaat kemudian Fathimah mengangkat kepalanya . Ia menangis.

Kemudian Rasulullah SAW memberi isyarat kepadanya, beliau ingin membisikkan lagi sesuatu kepada Fathimah. Fathimah mendekati ayahnya dan kemudian Rasulullah berbisik kepadanya. Sesaat setelah itu Fathimah kembali mengangkat kepalanya dengan penuh rasa gembira yang merona di wajahnya. Aku tidak pernah melihat tangisan yang kemudian disusul dengan tertawa seperti itu.: Aisyah RA pun bertanya kepada Fathimah RA, “Apa yang dibisikkan ayahandamu kepadamu?” Fathimah RA menjawab, “Jangan engkau hiraukan hal itu, karena aku tak mau membuka rahasia ini selagi beliau masih hidup.”

Kelak setelah Rasulullah SAW wafat, Aisyah bertanya lagi tentang hal itu. Fathimah mengatakan, “Ya, ketika aku mendekati ayahku, beliau berbisik kepadaku, ‘Wahai Fathimah, sekali dalam setahun Jibril mendatangiku untuk membacakan Al-Qur’an kepadaku dan pada tahun ini ia telah mendatangiku dua kali. Dan Allah telah memberikan pilihan kepada ayahmu, antara dunia dan Ar-Rafiqul A’la. ’Ayahku memilih Ar-Rafiqul A’la. Dan aku diberi tahu bahwa nyawanya akan dicabut pada hari itu. Lalu aku pun menangis. Kemudian beliau memanggilku lagi dan membisikan kepadaku, ‘Apakah engkau suka bahwa engkau menjadi penghulu wanita sekalian alam dan menjadi orang yang pertama kali akan menyusulku?’ Aku pun bergembira dengan berita dari ayahku itu.”

Kematian adalah sesuatu yang menyedihkan. Bagaimana dengan kabar kematianmu ini, wahai Zahra? Fathimah mengatakan, “Berita kematianku ini mempercepat pertemuanku dengan orang yang aku kasihi, dan inilah kehidupan yang sesungguhnya bagiku.”

Dialog dengan Malaikat Maut


Aisyah melanjutkan kisahnya, “Sebelum itu kami mendengar ada sesuatu yang bergerak di balik pintu. Dan itu adalah Jibril. Jibril meminta izin Rasulullah untuk masuk. Beliau mengizinkannya.

Kemudian aku mendengar Rasulullah berkata kepadanya, ‘Wahai Jibril, Ar-Rafiqul A’la…, Ar-Rafiqul A’la… Kami tahu bahwa sangkaan kami adalah tepat.’

Kemudian aku bertanya kepada Rasulullah SAW, Apa yang telah terjadi, wahai Rasulullah?’ Rasulullah menjawab, ‘ Itulah Jibril yang datang dan berkata: Malaikat maut telah berada di depan pintu dan meminta izin. Dan tidaklah malaikat maut meminta izin kepada seorang pun baik sebelum dan sesudahmu.

Dan ia (jibril) mengatakan: Allah menyampaikan salam kepadamu dan Dia telah merindukanmu,” Maka, wahai orang-orang yang berakal, apakah perpindahan kepada Tuhan yang merindukannya merupakan suatu kematian? Bukan. Kehidupan yang sebenarnya adalah perpindahan kepada Allah, Yang Maha Hidup.

Kemudian malaikat maut mengatakan kepada Rasulullah SAW, “Jikalau engkau berkenan, aku akan mencabut ruhmu untuk menemui Ar-Rafiqul A’la. Namun jika engkau tak berkenan, aku akan biarkan mengikuti berlalunya masa sampai tempo waktu yang engkau inginkan.”

Rasulullah memilih Allah Ta’ala. Ya, beliau memilih Sahabat Yang Teragung. Kemudian malaikat maut pun masuk dan mengucapkan salam kepada Rasulullah SAW. Ia berkata lagi, “Wahai Rasulullah, apakah kau mengizinkanku?” Rasulullah SAW menjawab, “Terserah apa yang akan kau lakukan, Wahai malaikat maut. Dan berlaku lembutlah sewaktu mencabut ruhku.” “Hhhhhhhhhh……….” (Desis suara Rasulullah SAW menahan rasa sakit).

Rasulullah SAW kembali mengatakan kepada malaikat maut, “Berlaku lembutlah kepadaku, wahai malaikat maut.” Perhatikanlah (meski dicabut dengan selembut-lembutnya pencabutan ruh yang pernah dilakukan malaikat maut), Rasulullah SAW pun merasakan sakitnya sakaratul maut. Maka bagaimana (yang akan dirasakan) oleh orang yang lalai dengan kematian dalam kehidupan mereka? Mereka tidak merenungi saat-saat ketika nyawa dicabut pada saat sakaratul maut. “Beratkan bagiku,Ringankan bagi umatku”

Maka menanjak naiklah ruh mulia Baginda Rasulullah SAW, yang ditandai dengan sentakan kedua kaki beliau. Peluh pun bercucuran dari dahi Baginda. Peluh yang bagaikan butiran permata berbau kesturi. Rasulullah SAW menyapu peluhnya itu dengan tangannya dan kemudian meletakkan tangannya pada sebuah wadah di tepinya untuk menyejukan tubuhnya.

Kembali suara berdesis dari lisan suci beliau.”Hhhhhhhh……” Lantaran rasa sakit yang ia alami pada saat sakaratul maut. Beliau pun mengatakan, “Sesungguhnya maut itu amatlah berat, YA Allah, ringankan beratnya maut terhadapku” Maka para malaikat dari langit pun turun kepada beliau. Mereka berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah menyampaikan salam atasmu dan Dia menyatakan bahwa sesungguhnya perihnya sakaratul maut 20 kali lipat (dalam riwayat lain 70 kali lipat) dari rasa sakit akibat padang yang menusuk tubuh.”

Rasulullah SAW pun menangis dengan tangisan yang tiada tangisan lain yang lebih menyedihkan bagi kalian semua. Beliau berdoa, “Ya Allah, beratkanlah (sakaratul maut) ini atasku, tapi ringankanlah atas umatku.”

Wahai, bagaimana hati kita tidak tergetar dan semakin merasakan kerinduan kepada Rasulullah SAW? Bagaimana hati kita tidak terkesan dengan Rasulullah SAW? Bagaiman kita dapat melupakan perintah untuk mencintai beliau? Bagaimana hati kita tidak terikat untuk senantiasa merindukan beliau? Bagimana hati kita tidak tersentuh kala pribadi beliau diperdengarkan?

Pesan Terakhir


Aisyah RA berkata, “Saudaraku, Abdurrahman bin Abubakar, masuk dan ia sedang membawa sebatang kayu siwak yang ujungnya belum dilembutkan. Aku lihat Rasulullah memandang kearahnya dan adalah Rasulullah SAW menyukai siwak.”

Maka, apakah kalian menyukai apa yang beliau suka dari sunnah-sunnah beliau? Adalah Rasulullah SAW menyukai siwak. Aisyah menyatakan,”Aku bertanya kepada Rasulullah,’Ya Rasulullah, apakah engkau menginginkannya (siwak)?’ Rasulullah, di saat beliau sudah tak dapat lagi berkata-kata dan kami pun tak dapat mendengar sesuatu pun darinya, memberi isyarat dengan menganggukkan kepala beliau, pertanda beliau menginginkan untuk bersiwak. Dan perkara yang terakhir beliau katakana adalah, ‘Ash-shalah….ash-shalah….ash-shalah…’-‘Shalat…. Shalat…. Shalat…..’

Maka,apakah yang kalian lakukan terhadap wasiat Nabi kalian di saat-saat akhir dari kehidupannya di dunia ini? Shalat adalah hubungan kalian dengan Tuhan, agar terjalin hubungan yang hakiki dengan-Nya.

Wahai orang yang mendahulukan perkerjaan dunianya dan hawa nafsunya sebelum shalat, yang mendahulukan keterlenaannya disbanding shalatnya,ingatlah, wasiat yang terakhir dituturkan oleh kekasih kalian di akhir usianya adalah,’Ash-shalah…. Ash-shalah… ash-shalah….’, di samping ‘Berwasiatlah dengan kebaikan terhadap para wanita’, dan juga, ’Aku berwasiat kepadamu dengan kebaikan terhadap keluargaku.’

Sesaat kemudian, lidah Rasulullah SAW tampak kaku. Tapi, ruh beliau belum tercabut. Beliau masih berkata-kata.” Dan majelis ini, kata Habib Ali, adalah salah satu kenyataan yang menggambarkan keadaan ruh Rasulullah SAW. Kalaulah tidak karena kehidupan Rasulullah SAW yang wujud dalam diri kita,niscaya kita tidak tersentak saat disebut perihal kisah wafatnya Rasulullah SAW. Bergetarnya hati kalian saat disebutkan perihal kejadian-kejadian pada saat wafatnya Rasulullah SAW adalah sebagiam dari petunjuk yang nyata bahwa kematian beliau adalah sebuah kehidupan.Adakah kematian yang dapat menggerakkan banyak hati?

Sejahteralah Jasad Beliau


Kemudian, Aisyah melanjutkan, “Rasulullah SAW memberikam isyarat lewat anggukan kepalanya, sebagai pertanda keinginannya. Maka aku berikan kepada beliau kayu siwak yang belum dilembutkan itu. Tapi kemudian aku mengambilnya dari tangan beliau ketika kulihat itu tak dapat beliau gunakan karena keras,belum dilembutkan. Lalu aku melembutkannya dengan mulutku. Aku bangga, karena,di kalangan para sahabat, benda terakhir yang masuk ke mulut beliau adalah air liurku. Lalu aku meletakkannya dalam mulut beliau. Beliau pun memegangnya dengan tangan beliau sendiri,”

Sakaratul maut yang dialami Rasulullah semakin mendalam. Cahaya memancar dari wajah beliau, dan cahaya itu meliputi keluarganya. Waktu terus berjalan.

Ruh mulia Rasulullah SAW telah sampai pada kerongkongannya. Beliau membuka kedua kelopak bola matanya. Kemudian beliau menunjukkan isyarat dengan jari telunjuknya sebagai kesaksian atas keesaan Sang Pencipta, yaitu isyarat ketauhidannya. Tak lama kemudian, beliau pun mengembuskan napas terakhir.

Sejahterakanlah jasad beliau yang agung setelah melalui hari-hari yang melelahkan, lantaran segala hal ia baktikan demi keselamtan kita.

Sejahterakanlah jasad beliau setelah perutnya kerap kali diikat dan diganjal batu karena kelaparan, demi pengorbanannya kepada kita.

Sejahterakanlah jasad beliau, yang pernah dilempari batu hingga melukai beliau,demi dakwahnya kepada kita.

Sejahterakanlah jasad beliau,yang gerahamnya pernah dipatahkan, lantaran kesungguhan beliau dalam membela agama yang akan menyelamatkan kita.

Sejahterakanlah jasad beliau, yang dahinya pernah dilukai sampai mengalir darah dari dahinya yang mulia itu, lalu beliau menahannya dengan tangan beliau agar darah suci beliau tak sampai jatuh ke tanah, sebagai rahmat bagi mereka, kaum yang memerangi beliau, dan bagi kita, dari kemurkaan Allah SWT.

Sejahterakanlah jasad beliau, yang mata panah pernah menembus daging pipinya,demi kita.
Sejahterakanlah jasad beliau, yang kakinya sampai bengkak disebabkan pengabdian beliau kepada Allah SWT dan demi dakwah kepada kita.

Sejahterakanlah jasad yang telah memikul kesukaran,keletihan, kesakitan,dan,kelaparan karena kita.

Terhubung tak Berujung

Ketika para penghuni rumah itu menyaksikan kepergian Rasulullah SAW, yaitu setelah ruh beliau meninggalkan jasad beliau, tangis pun meledak menyelubungi seisi rumah.
“wahai Nabi Allah….! Wahai Rasulullah…! Wahai kekasih Allah….!”
Sesaat kesedihan menyelubungi rumah itu, seketika, suasana penuh haru menyemburat di wajah para sahabat yang ada di dalam masjid. Tak lama kemudian,berita wafatnya Rasulullah pun kemudian menyebar begitu cepat ke segenap penjuru kota Madinah. 


Musibah Terberat

Kembali lagi sejenak pada apa yang dialami Sayyidina Ali bin Abu Thalib KW pada detik-detik yang sangat bersejarah itu. Saat itu, ia tengah duduk di sisi tubuh mulia Rasulullh SAW.
Ketika ia melihat guncangan ruh beliau, ia melihat Sayyidatuna Aisyah RA menangis. Maka kemudian ia mengangkat tubuh Rasulullah SAW dan meletakkannya di kamar beliau. Setelah meletakkan tubuh nan suci itu, di saat ruh Rasulullah SAW hampir terlepas dari jasadnya, Sayyidina Ali pun terjatuh dan kemudian tak kuasa untuk berdiri.

Maka kemudian, tatkala suara tangisan memenuhi ruangan rumah itu, terdengarlah suara yang tidak terlihat siapa yang menyatakannya. Mereka mendenga suara yang mengatakan,”Inna lillahi wa inna ilahi raji’un. Ya Ahlal Bait, a’zhamallahu ajrakum. Ishbiru wahtasibu mushibatakum. Fa inna Rasulallah farathukum fil jannah.”-Sesungguhnya kita ini milik Allah dan akan kembali kepadaNya. Wahai penghuni rumah, semoga Allah membesarkan ganjaran pahala kalian. Bersabarlah dan bermuhasabah lah dengan musibah yang kalian alami ini. Maka sesungguhnya Rasulullah mendahuluimu sekalian di surga.”

Ketika suara itu terdengar, merekapun terdiam dan menjadi tenang. Setelah suara itu berhenti,mereka pun menangis lagi. Demi Allah, Dzat Yang Disembah,kalian tidak pernah diberi musibah seperti musibah yang mereka rasakan. Tiada satu rumah pun yang pernah merasakan kehilangan seperti yang mereka rasakan.

Kabar itu tersiar cepat di kota Madinah. Para sahabat merasa kebingungan. Ketika dikatakan kepada mereka “Wahai para sahabat, tidakkah kalian tahu, Rasulullah SAW adalah manusia, dan sebagai manusia beliau pun pasti mengalami kematian?”, mereka mengatakan,”Ya, tapi kehidupan beliau kekal dalam diri kami dan telah menjadi cambuk dahsyat pada jiwa kami.” Hati para sahabat terus bergetar.

Kala itu, Sayyidina Umar bin Khathab menghunuskan pedangnya sambil mengibas-ngibaskannya di jalan. Karena rasa sedih yang begitu mendalam, ia berteriak,”Sekelompok dari golongan munafik berkata bahwa Rasulullah telah mati. Rasulullah SAW tidak wafat. Akan tetapi beliau menjumpai Tuhannya sebagaimana perginya Musa AS. Dan beliau kembali kepada kita. Siapa yang menyatakan Rasulullah telah mati akan kutebas dengan pedangku ini.” Setelah sampai kabar kepada Abdullah bin Zaid RA, ia menangis,kemudian menengadahkan tangannya dan berdoa, “Ya Allah, ambillah penglihatanku ini,sehingga aku tak dapat melihat seorang pun lagi selepas kepergian Rasulullah SAW.” Maka,ia pun kehilangan penglihatan pada saat itu juga.

Sahabat yang lain, ketika mendengar berita tentang Abdullah bin Zaid RA,berteriak, “Ya Allah, ambillah ruhku, dan tiada lagi kehidupan setelah wafatnya Rasulullh SAW.” Tiba-tiba ia terjatuh. Allah mengambil nyawanya seketika itu juga. Sementara itu Sayyidina Ustman RA membisu. Ia tidak dapat berkata apa-apa.

Hidup dan Mati dalam Kebaikan


Ketika pikiran mereka terganggu, mereka kebingungan, maka telah sampai berita kepada Sayyidina Abubakar Ash Shidiq RA, dan ia pun berada dalam keadaan yang menyedihkan itu. Dari arah rumahnya, ia menuju ke Masjid Nabawi dan memasukinya. Ia mendapati Sayyidina Umar dan para sahabat yang lain tengah dalam kebingungan.

Kemudian ia melintasi masjid itu dan sampai di rumah Rasulullah. Ia meminta izin dari penghuni rumah untuk dapat masuk ke rumah dna ia diizinkzn untuk masuk. Periwayat kisah ini mengatakan,Sayyidina Abubakar RA masuk dalam keadaan dadanya berdebaran dan tampak ia penuh keluh kesah, seakan-akan nyawanya pun akan dicabut pada saat itu. Ia menangis. Kemudian terdengar darinya suara bagaikan bergolaknya air yang tengah mendidih. Ia memalingkan wajahnya, sementara air matanya terus bercucuran. Saat itu jasad mulia Rasulullah SAW diselimuti kain. 

Lalu ia membuka kain selimut yang menutupi jasad mulia Rasulullah SAW, demi menatap wajah paling mulia itu. Ia memandang wajah Rasulullah SAW dan mendekatkan wajahnya. Dikecupnya kening dan pipi Rasulullah SAW. Lalu, sambil menangis ia mengatakan, ”Demi ayah dan ibuku, wahai Rasulullah, betapa mulianya kehidupan dan wafatmu. Allah SWT tidak akan menimpakan dua kali wafat untukmu. Jikalau tangisan itu bermanfaat bagimu, niscaya kami akan biarkan air mata ini terus berlinang. Tetapi, tiada tempat mengadu selain Allah SWT.

Susungguhnya kita ini adalah milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya lah kita akan kembali. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa engkau, ya Muhammad, adalah utusan Allah. (Aku bersaksi bahwa) engkau telah menunaikan risalah dan menyampaikan amanah. Dan engkau meninggalkan kami di atas yang bersih.”

Sayyidina Abubakar tenggelam dalam kesedihan. Napasnya pun tersengal-sengal. Ia pandangi kembali wajah Rasulullah SAW seraya berkata,” Ingatlah kami di sisi Tuhanmu, wahai Muhammad.”

Wahai para sahabat yang mendapat didikan langsung dari RAsulullah SAW. (Dan untuk Sayyidina Abubakar) wahai sahabat Rasulullah ketika di Gua Tsur. Jadi engkau memahami bahwa perpindahan Rasulullah SAW itu adalah suatu kehidupan baru Rasulullah SAW. Sehingga, kalian mengatakan, “Ingatlah kami di sisi Tuhanmu, wahai Muhammad.”

Makna “siapa Menyembah Muhammad…”

Sayyidina Abubakar mengusap air mata dari kedua matanya yang mulia itu dengan tangannya. Lalu ia kembali menyelimuti kain penutup wajah mulia Rasulullah SAW. Ia pun kemudian beranjak kepada keluarga Rasulullah SAW dan berusaha untuk menenangkan mereka. Pada saat ia menangis dan mengatakan kepada Rasulullah SAW bahwa beliau hidup dan wafat dalam kebaikan, saat itu para wanita seisi rumah itu pun menangis. Abubakar RA kemudian keluar dan ia melihat kembali betapa seisi masjid berada dalam kepiluan. 

Kemudian ia menaiki mimbar kekasihnya, tuannya, dan pemimpinnya, Rasulullah SAW. Langkah kakinya telah membawanya ke mimbar itu. Maka, setelah memuji Allah SWT, bersalawat atas Nabi, ia pun mengutip firman Allah SWT,”Setiap jiwa akan mendapatkan kematian.” Ia juga membacakan ayat,”Dan tidaklah Muhammad itu kecuali sebagai rasul dan telah berlalu para rasul sebelumnya.” Dan ayat,”Sesungguhnya engkau mati dan mereka juga mati.”

Ia berkata lagi, ”Siapa yang menyembah Muhammad, Muhammad telah wafat. Siapa yang menyembah Allah, Allah itu hidup dan tidak mati.” Kalimat ini mengandung pemahaman yang dalam. Pemahamannya bukanlah seperti pemahaman mereka yang jahil pada saat ini, yang memahami kata-kata “Siapa yang menyembah Muhammad, Muhammad telah wafat” sebagai putusnya hubungan dengan Nabi SAW. Demi Allah, Tuhan Yang Disembah, makna kalimat itu adalah siapa yang mengaitkan dirinya dengan kehidupan Rasulullah SAW di dunia saja, kehidupan Rasulullah SAW telah berakhir. Rasulullah telah wafat. Namun siapa yang menjadikan hubungannya dengan Rasulullah SAW sebagai hubungannya dengan Allah SWT, Allah itu Mahahidup dan tidak mati.

Jadi, dengan pengertian bahwa hubungan kalian dengan Rasulullah SAW tidak akan pernah berakhir. Karena, hubungan dengan Rasulullah SAW memiliki kaitan erat dengan hubungan kepada Allah SWT, Yang Mahahidup. Kaitan ini adalah kaitan yang hidup dan tidak pernah mati.

Kemudian Sayyidina Abubakar berpaling kepada Sayyidina Umar, menghiburnya dari kebimbangan yang ia rasakan.

Aroma Kesturi

Di rumah Rasulullah SAW, Sayyidina Ali pun telah bangun setelah terjatuh lantaran kesedihan. Ia bersama Sayyidina Abbas mengurus jenazah Rasulullah SAW. Kemudian, turut pula bersama itu kedua putra Sayyidina Abbas, yaitu Abdullah dan Fadhl. Dibantu oleh mereka, Sayyidina Ali KW memandikan jasad mulia Rasulullah SAW dengan pakaian yang masih beliau kenakan tanpa membuka aurat beliau sedikit pun. 


Sayyidina Ali mengatakan, “Kami memandikan beliau dan beliau masih mengenakan pakaiannya. Saat kami hendak memiringkan beliau ke kanan, beliau menghadap kekanan dengan sendirinya. Ketika kami hendak memiringkan beliau ke kiri, beliau menghadap ke kiri dengan sendirinya. Kami tidak mendapati seorang pun yang membantu kami untuk memandikan beliau, kecuali jasad beliau sendiri yang berubah kedudukannya.”

Katanya lagi, “Ketika kami memandikan beliau, angin yang sejuk dan nyaman bertiupan kearah kami seakan-akan kami merasakan para malaikat masuk dan bersama dengan kami pada saat itu, ikut memandikan jasad mulia Rasulullah SAW. Tidaklah ada air yang jatuh dari jasad mulia baginda Rasulullah, melainkan ia lebih wangi dari aroma kesturi. Kemudian, kami kafankan jasad beliau.”

Salah Satu Taman Surga

Di tempat lain, para sahabat saling bertanya,”Di manakah akan kita makamkan jasad Rasulullah SAW?” Sebagian dari mereka ada yang mengatakan agar jasad Rasulullah SAW dimakamkan di Baqi’. Imam Muslim dalam kitab Ash-Shahih nya menyatakan, sebagian sahabat mengatakan agar beliau dimakamkan di sisi mimbarnya, yaitu di dalam Masjid Nabawi. Hal ini menjelaskan bahwa, ketika Allah melaknat Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai tempat sujud mereka, laknat tersebut bukanlah karena sujud di suatu masjid yang ada kuburnya di dalamnya. Sebab, bila cara pandang seperti itu benar, niscaya para sahabatlah yang terlebih dahulu memahami akan hal tersebut, sebagai buah dari kehidupan mereka bersama Rasulullah SAW.

Sampai kemudian Sayyidina Abubakar RA mengatakan kepada para sahabat yang lainnya, “Sesungguhnya para nabi dikuburkan di tempat mereka mengembuskan napasnya yang terakhir, sebagaimana yang aku dengar dari sabda Rasulullah SAW.” Maka digalilah lubang di dalam kamar Rasulullah SAW sebagai tempat untuk menyemayamkan jasad suci beliau. Kemudian turunlah Sayyidina Ali KW ke dalam lubang kubur Rasulullah SAW, yang, demi Allah, tak lain merupakan salah satu taman dari taman-taman surga. 

Selain Sayyidina Ali, ikut turun pula pembantu Rasulullah SAW yang bernama Syaqran. Syaqran berkata, “Aku melihat ke atas, tempat yang pernah diduduki Rasulullah SAW. Hatiku pilu. Kini kami harus meletakkan jasad Rasulullah SAW dalam kuburnya. Aku melihat ke atas tempat duduk Rasulullah SAW. Aku mengambilnya. Aku pun berkata, “Ya Rasulullah, tiada satu pun yang boleh duduk di atas tempat duduk ini selepasmu, wahai Rasulullah!.” Sayyidina Ali pun memakamkan Rasulullah SAW dalam kubur beliau, bersama para sahabat yang terlibat saat pemakaman itu. 

Sang Putri Menyusul

Ketika mereka telah bubar usai pemakaman, datanglah Sayyidatina Fathimah Az-Zahra. Dialah yang tidak ada kesedihan yang lebih mendalam melanda seseorang setelah kepergian Rasulullah SAW selain yang dialami oleh putri Rasulullah SAW ini. Dalam keadaan menangis, Sayyidatina Fathimah melihat Anas bin Malik RA, pembantu ayahandanya, yang besar dibawah asuhan Rasulullah SAW dan mendapat didikan Rasulullah SAW, di rumah beliau itu. 

Kemudian ia berkata kepada Anas, “Ya Anas, engkau sanggup meletakkan tanah di atas tubuh Rasulullah?” Anas pun menangis, sambil mengatakan, “Celakalah kami, celakalah kami, celakalah kami, wahai Fathimah. Sesungguhnya kami tidak menyadari dengan apa yang kami lakukan. Kalaulah kami telah mendengarkan terlebih dulu apa yang engkau katakan sekarang ini, niscaya kami tidak akan sanggup mengebumikannya.”

Sayyidatina Fathimah pun berlalu, seakan ia tak mengenali siapa pun yang ada disitu. Hatinya amat sedih karena musibah yang menimpanya. Ia kemudian berdiri di sisi kubur ayahandanya dan mengambil segumpal tanah, lalu menciumnya. Dalam tangisannya, ia berkata, “Apa yang dapat dirasakan si pencium tanah kubur Nabi Muhammad ini…. Tidak dapat dirasakan pada selainnya sepanjang masa. Aku ditimpa musibah dengan musibah yang jika musibah selainnya menimpaku setiap hari pun niscaya tidak mengapa.”

Tidak sampai lima bulan setelah wafatnya Rasulullah SAW, Sayyidatina Fathimah pun wafat. Fathimah adalah seorang yang di gelari Ummu Abiha, Ibu dari Ayahnya (Karena sejak meninggalnya Sayyidatina Khadijah, istri Rasulullah SAW, Sayyidatina Fathimah-lah yang banyak mengurus keseharian hidup Rasulullah SAW). “ Wahai Rasulullah….”

Sekarang, bagaimanakah keadaan kalian semua, wahai para sahabat, selepas wafatnya Rasulullah SAW? Adakah kalian memahaminya sebagai akhir dari kehidupan Rasulullah SAW? Demi Allah, tidak demikian. Dugaan seperti itu benar-benar meleset. Seperti yang disebutkan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari jilid kedua pada kitab Memohon Pertolongan, sebagaimana juga ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, Al-Hakim, dan Ibnu Khuzaimah dengan sanad yang shahih, Bilal ibn Harits Al-Muzuni, salah seorang sahabat Nabi, datang berziarah ke makam Rasulullah SAW. 

Saat itu musim paceklik tengah melanda,yaitu pada masa pemerintahan Sayyidina Umar RA. Ia pun berdiri di sisi makam mulia Rasulullah SAW dan berkata, “Ya Rasulullah….” Perhatikanlah baik-baik, sahabat Nabi ini mengatakan “Ya Rasulullah….” (Yaitu memanggil Rasulullah SAW secara langsung, atau sebagai orang kedua).

“Ya Rasulullah. Banyak yang telah binasa, mohonkanlah air kepada Allah untuk umatmu.” Karena mereka memahami bahwa Rasulullah SAW hidup di dalam kuburnya. Beliau mendengarkan shalawat yang diucapkan atas beliau, dan menjawab salam yang diucapkan kepada beliau. Beliaulah yang telah bersabda,”Sesungguhnya para nabi itu hidup dalam kubur mereka.” Selesai.

Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.


(Habib Ali Al-jufri )
Sumber : Majalah Alkisah edisi 05/2011

Minggu, 19 April 2015

Donasi Pembangunan Masjid Al-Muhajirin Antapani



Mohon bantuan dukungan dan do'a Restu, Saat ini 
Masjid Al-Muhajirin RW-10 Antapani Kidul, 
sedang dibangun kembali menjadi satu setengah lantai 
dan masih membutuhkan dana 

(Catatan per Januari 2016, Pembangunan Masjid 
Al-Muhajirin telah selesai, jika pun masih ada
yg mau berdonasi masih kami terima untuk melengkapi 
fasilitas masjid, seperti Fasilitas Perpustakaan
dan fasilitas pelengkap lainnya, 
jazakumullah khairan katsiro)


Bagi yang berkenan menyalurkan donasi
silakan ditransfer ke: Norek BRI Cab Antapani 
No: 0748.01.009712.53.7. an DKM Al-Muhajirin

(Jika tidak keberatan Norek tersebut tercatat dalamhandphone Anda, 
kami senantiasa mendo'akan agar Anda mendapat
rezeki dengan harapan kiranya ada yang disisihkan
untuk donasi pembangunan masjid ini)

Insha Allah donasi Anda akan sangat bermanfaat
dengan iringan do'a kami kiranya donasi Anda
menjadi sebuah Istana di Surga. Aamiin YRA.

(Masjid Al-Muhajirin RW-10 Dalam Proses Pembangunan per 17/4/15)
(Masjid Al-Muhajirin RW-10 Sebelum Dibangun)
Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا بَنَى اللَّهُ لَهُ مِثْلَهُ فِي الْجَنَّةِ (رواه البخاري، رقم 450، ومسلم، رقم 533، من حديث عثمان رضي الله عنه)


“Barangsiapa yang membangun masjid, maka Allah akan bangunkan baginya semisalnya di surga.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari Hadits Utsman radhiallahu’anhu)



Diriwayatkan Ibnu Majah, dari Jabir bin Abdullah radhiallahu’anhuma sesungguhnya Rasulullah sallallahu’alahi wa sallam bersabda:


مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ ، أوْ أَصْغَرَ ، بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ 


“Barangsiapa membangun masjid karena Allah sebesar sarang burung atau lebih kecil. Maka Allah akan bangunkan baginya rumah di surga.” (Dishahihkan oleh Al-Albany).


Masjid Al-Muhajirin telah selesai dibangun, kepada seluruh
donatur kami menghaturkan jazakumullah khairan katsiro

Kabid Komunikasi DKM Al-Muhajirin RW-10
(Drs H Nana Suryana)

Selasa, 14 April 2015

Menyingkap Rahasia Alam Gaib

Ketika Nabi s.a.w bermi’roj dengan dikawal malaikat Jibril, Beliau dipertontonkan oleh Allah s.w.t kepada alam gaib. Yakni keadaan di surga, di neraka dan keadaan-keadaan yang akan menimpa umatnya di masa yang akan datang. 

Dengan ini menunjukkan bahwa yang dimaksud alam gaib itu bukan alam Jin atau alam Malaikat dan bahkan alam Ruh (ruhaniah). Semua itu sesungguhnya merupakan alam yang masih berada di dalam dimensi alam Syahadah walau berada pada dimensi yang berbeda dari bagian dimensi yang ada di dunia. Yang dimaksud dengan alam gaib adalah masa yang belum terjadi atau alam yang akan datang.

Surga dan Neraka dikatakan gaib karena keberadaannya setelah hari kiamat. Mati dikatakan gaib karena datangnya pada waktu yang akan datang. Jadi, hikmah terbesar dari perjalanan ruhani manusia dengan mengadakan pengembaraan ruhaniah (bertawasul) untuk berisro’ mi’roj kepada Allah s.w.t dengan ruhaninya, adalah terbukanya hijab-hijab basyariah sehingga dengan matahatinya atau firasatnya yang tajam manusia dapat mengetahui alam gaib atau apa-apa yang akan terjadi pada dirinya.

Kejadian-kejadian yang terjadi pada masa dahulu dan yang akan datang dikatakan gaib. Alam barzah dan alam akherat, tentang neraka, tentang shiroth, semuanya dikatakan gaib karena kejadiannya pada masa yang akan datang. Demikian pula sejarah-sejarah para Nabi terdahulu dikatakan gaib, karena terjadi pada masa lampau. Allah s.w.t telah menyatakan dengan firman-Nya:

ذَلِكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيْكَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ

“Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita gaib yang kami wahyukan kepada kamu (Ya Muhammad) padahal kamu tidak hadir beserta mereka” . (QS. Ali Imran; 3/44)
Tidak ada yang mengetahui hal yang gaib kecuali hanya Allah s.w.t. Kalau ada seseorang ingin mengetahuinya, maka jalannya hanya satu yaitu dengan mengimani apa-apa yang sudah disampaikan oleh Wahyu Allah s.w.t, kemudian ditindaklanjuti dengan amal ibadah (mujahadah dan riyadhah). Selanjutnya, apabila Allah s.w.t menghendaki, maka orang tersebut akan dibukakan matahatinya. Allah s.w.t telah mengisyaratkan demikian dengan firman-Nya:

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ

“Dan pada sisi Allahlah Kunci-kunci semua yang gaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah”. (QS. al-An’am; 6/59).

Apa yang akan terjadi dalam waktu satu jam mendatang dikatakan gaib. Karena tidak ada yang dapat mengetahuinya kecuali hanya Allah s.w.t. Kalau ada seseorang yang mempunyai firasat tajam kemudian dia seakan-akan mengetahui apa-apa yang akan terjadi, hal itu bisa terjadi, karena yang demikian itu dia melihat dengan “Nur Allah”. Demikianlah yang disebutkan di dalam sabda Rasulullah s.a.w, yang artinya:”Takutlah kamu akan firasatnya orang-orang yang beriman, karena sesungguhnya dia melihat dengan Nur Allah”.

Kadang-kadang hanya dengan kekuatan cinta, firasat seseorang bisa menjadi tajam kepada orang yang dicintainya. Seorang ibu misalnya, yang sedang jauh dengan anaknya, kadang-kadang tanpa sebab, ibu itu mengalami perasaan yang gundah-gulana, ketika dia mencoba menghubungi anaknya, ternyata anaknya sedang sakit. Kalau kekuatan cinta antara sesama makhluk saja—bahkan kadang terjadi dalam kondisi yang masih haram misalnya, mampu menjadikan tajamnya firasat, apalagi cinta seorang hamba terhadap Tuhannya.

Seorang hamba yang selalu bertafakkur, memikirkan Kekuasaan dan Kebesaran Allah s.w.t hal tersebut semata-mata terbit dari dorongan rasa cinta dan rindunya, hatinya akan menjadi bersih dari kotoran-kotoran yang menempel, bersih dari hijab-hijab yang menutupi dinding penyekat alam batinnya sehingga pada gilirannya matahatinya akan menjadi cemerlang dan tembus pandang. Demikian itu telah ditegaskan Allah s.w.t dengan firman-Nya:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

“Orang-orang yang bermujahadah di jalan Kami, benar-benar akan Kami tunjuki kepada mereka jalan-jalan Kami”. (QS. al-Ankabut; 29/69).

Apa saja yang terjadi di waktu yang akan datang, dari urusan rizki, urusan jodoh, urusan mati dan sebagainya, baik penderitaan ataupun kebahagiaan, yang terjadi di dalam kehidupan dunia maupun kehidupan akherat, semua itu dikatakan hal yang gaib, karena tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanya Allah. AdapunJin dan Malaikat dan bahkan Ruh atau ruhaniah tidaklah termasuk dari golongan Alam Gaib dalam arti yang disebut Metafisika akan tetapi termasuk dari golongan Alam Syahadah atau yang disebut Alam Fisika, hanya saja fisiknya berbeda dengan fisik manusia. Bau harum misalnya, walau tidak tampak fisiknya, tidak termasuk Alam Gaib tapi Alam Syahadah, atau alam yang bisa dirasakan, hanya saja untuk merasakannya membutuhkan alat, dan alat itu ialah indera penciuman.

Seandainya ada seseorang yang tidak mempunyai indera penciuman atau indera penciumannya sedang rusak misalnya. Walaupun orang lain dapat merasakan bau harum, dia tidak, yang demikian itu bukan karena bau harum itu tidak ada, tapi karena indera penciuman orang tersebut sedang tidak berfungsi. Demikian juga terhadap suara, akan tetapi untuk merasakan suara membutuhkan alat yang berbeda. Kalau merasakan bebauan dengan alat hidung, maka merasakan suara dengan alat telinga.Orang tidak bisa merasakan bau harum dengan telinga dan suara dengan hidung, masing-masing harus dirasakan dengan alat yang sudah dipersiapkan Allah s.w.t menurut kebutuhan kejadiannya. Seperti itu pulalah keadaan yang ada pada dimensi yang lain, dimensi jin, dimensi malaikat dan bahkan dimensi ruhaniah.

Jin dan malaikat misalnya, sebenarnya mereka juga adalah makhluk fisik, bukan metafisika. Asal kejadian fisik jin diciptakan dari api, sedang fisik malaikat diciptakan dari cahaya. Sebagaimana manusia yang asal kejadiannya diciptakan dari tanah, bentuk kejadian selanjutnya tidaklah tanah lagi, melainkan terdiri dari tulang dan daging, maka demikian juga yang terjadi terhadap makhluk jin dan malaikat.

Meskipun fisik jin diciptakan dari api dan malaikat diciptakan dari cahaya, kejadian selanjutnya tidaklah api dan cahaya lagi, tapi dalam bentuk fisik tertentu yang oleh Allah s.w.t telah ditetapkan tidak bisa dirasakan dengan indera mata manusia. Namun demikian, bentuk fisik jin dan malaikat itu boleh jadi bisa dirasakan oleh manusia dengan indera yang lain selain indera mata. Indera tersebut bisa disebut dengan nama atau istilah apa saja, indera keenam misalnya, atau dengan istilah-istilah atau nama – nama yang lain.

Semisal suara telah ditetapkan oleh Allah s.w.t tidak bisa dirasakan oleh hidung, tapi harus didengar oleh telinga, maka telinga atau hidung hanyalah istilah-istilah yang ditetapkan bagi alat perasa yang dimaksud supaya manusia dapat dengan mudah memahami atau mengenal terhadap alat perasa tersebut. Allah s.w.t berfirman:

إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ

“Sesungguhnya ia (setan jin) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu, dari dimensi yang kamu tidak bisa melihatnya “. (QS. 7; 27).

Bukan berarti manusia tidak dapat mengobservasi atau berinteraksi dengan jin karena jin berada pada dimensi yang di atasnya, akan tetapi hanya saja untuk mengobserfasi atau berinteraksi dengan jin itu manusia tidak bisa dengan mempergunakan indera mata. Sebagaimana berinteraksi dengan suara tidak bisa mempergunakan indera hidung, akan tetapi harus mempergunakan alat perasa yang lain yang sesuai menurut kebutuhannya.
Allah s.w.t menghendaki manusia tidak dapat melihat jin, karena sesungguhnya matanya sedang tertutup oleh hijab-hijab basyariah. Ketika penutup mata itu dibuka, maka penglihatan manusia akan menjadi tajam. Artinya mempunyai kekuatan untuk tembus pandang sehingga saat itu manusia dapat merasakan alam-alam yang ada di sekitarnya. Allah s.w.t telah menegaskan hal itu dengan firman-Nya:

فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ

“Maka Kami singkapkan dari padamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu menjadi amat tajam “. (QS.Qaaf.; 50/22).

Istilah yang dipergunakan Allah s.w.t untuk membuka penutup penglihatan manusia di dalam ayat di atas adalah firman-Nya:فكشفنا عنك غطاءك “Fakasyafnaa ‘anka ghithooaka” Kami singkapkan darimu penutup matamu, atau penutupnya dihilangi, atau hijabnya dibuka. Ketika manusia tidak dapat berinteraksi dengan dimensi yang lain berarti karena penglihatannya sedang ada penutupnya. Oleh karena itu ketika penutup itu dibuka, maka penglihatannya menjadi tajam atau tembus pandang. Ini adalah rahasia besar yang telah menguak sebuah misteri tentang alam-alam yang ada di sekitar alam manusia.

Bahwa jalan untuk menjadikan mata manusia menjadi tembus pandang supaya kemudian manusia mampu berinteraksi dengan dimensi yang lain,—dengan istilah melihat jin misalnya, adalah hanya dengan mengikuti tata cara yang berkaitan dengan istilah di atas. Tata cara itu ialah dengan jalan melaksanakan mujahadah di jalan Allah. Sebagaimana yang telah disampaikan Allah s.w.t dalam firman-Nya di atas, QS. 29/69 yang artinya: 

“Dan orang-orang yang bermujahadah di jalan Kami, benar-benar akan Kami tunjuki kepada mereka jalan-jalan Kami”. ( QS. 29; 69)

Allah s.w.t yang menciptakan Hukum Alam secara keseluruhan. Maka hanya Allah s.w.t pula yang mampu merubahnya. Seandainya seorang hamba menginginkan terjadi perubahan terhadap hukum-hukum tersebut, maka tidak ada cara lain, dia harus tunduk dan mengikuti hukum-hukum yang sudah ditetapkan pula, meskipun perubahan yang dimaksud tersebut, juga merupakan sunnah yang sudah ditetapkan.

“Mujahadah di jalan Allah”, adalah suatu istilah untuk menyebutkan sesuatu yang dimaksud. Atau nama dari suatu tata cara bentuk sarana untuk mendapatkan petunjuk dari Allah s.w.t. Supaya dengan itu penutup mata manusia dibuka sehingga penglihatannya menjadi tajam. Sedangkan hakekat mujahadah sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah s.w.t, hanya Allah s.w.t yang mengetahuinya. Oleh karena itu, kewajiban seorang hamba yang menginginkan terjadinya perubahan-perubahan atas dirinya supaya usahanya dapat berhasil dengan baik, yang harus dikerjakan ialah, terlebih dahulu dia harus mengetahui dan mengenal dengan benar terhadap apa yang dimaksud dengan istilah mujahadah itu.

Oleh karena yang dinamakan mujahadah tersebut tidak hanya berkaitan dengan aspek ilmu pengetahuan saja, melainkan juga amal atau pekerjaan, bahkan mujahadah adalah ibarat kendaraan yang akan dikendarai manusia untuk menyampaikannya kepada tujuan, maka cara mengenalnya, lebih-lebih cara mengendarainya, seseorang harus melalui tahapan praktek dan latihan. Untuk kebutuhan ini—seorang hamba yang akan melaksanakan mujahadah harus dibimbing seorang guru ahlinya. Allohu A’lam.

(http://ilmuamalan.blogspot.com/2012/12/menyingkap-rahasia-alam-ghaib.html)

Sabtu, 28 Maret 2015

Dialog Tentang Tahlilan Sunni vs Wahabi

WAHABI: “Anda harus meninggalkan Tahlilan 7 hari, hari ke 40, 100 dan ke 1000. Kalau tidak, Anda akan masuk neraka!”

SUNNI: “Apa alasan Anda mewajibkan kami meninggalkan Tahlilan 7 hari, hari ke 40, 100 dan 1000?”

WAHABI: “Karena itu tasyabbuh dengan orang-orang Hindu. Mereka orang kafir. Tasyabbuh dengan kafir berarti kafir pula!”

SUNNI: “Owh, itu karena Anda baru belajar ilmu agama. Coba Anda belajar di pesantren Ahlussunnah wal Jama’ah, Anda tidak akan bertindak sekasar ini. Anda pasti malu dengan tindakan Anda yang kasar dan sangat tidak Islami. Ingat, Islam itu mengedepankan akhlaqul
karimah, budi pekerti yang mulia. Bukan sikap kasar seperti Anda.”

  • WAHABI: “Kalau begitu, menurut Anda acara Tahlilan dalam hari-hari tersebut bagaimana?”

SUNNI: “Justru acara dzikir Tahlilan pada hari-hari tersebut hukumnya sunnah, agar kita berbeda dengan Hindu.”

WAHABI: “Mana dalilnya? Bukankah pada hari-hari tersebut orang-orang Hindu melakukan kesyirikan!?”

SUNNI: “Justru karena pada hari-hari tersebut, orang Hindu melakukan kesyirikan dan kemaksiatan, kita lawan mereka dengan melakukan kebajikan, dzikir bersama kepada Allah Swt. dengan Tahlilan. Dalam kitab-kitab hadits diterangkan:
ﻋَﻦِ ﺍﺑْﻦِ ﻣَﺴْﻌُﻮْﺩٍ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺎﻝَ
ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ:ﺫَﺍﻛِﺮُ
ﺍﻟﻠﻪِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻐَﺎﻓِﻠِﻴْﻦَ ﺑِﻤَﻨْﺰِﻟَﺔِ ﺍﻟﺼَّﺎﺑِﺮِ ﻓِﻲ
.ﺍﻟْﻔَﺎﺭِّﻳْﻦَ

Dari Ibnu Mas’ud Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Orang yang berdzikir kepada Allah di antara kaum yang lalai kepada Allah, sederajat dengan orang yang sabar di antara kaum yang melarikan diri dari medan peperangan.” (HR. ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir
no. 9797 dan al-Mu’jam al-Ausath no. 271. Al-Hafidz as-Suyuthi menilai hadits tersebut shahih dalam al- Jami’ ash-Shaghir no. 4310). Dalam acara tahlilan selama 7 hari kematian, kaum Muslimin berdzikir kepada Allah, ketika pada hari-hari tersebut orang Hindu melakukan sekian banyak kemungkaran. Betapa indah dan mulianya tradisi Tahlilan
itu.

WAHABI: “Saya tidak menerima alasan dan dalil Anda. Bagaimanapun dengan Tahlilan pada
7 hari kematian, hari ke 40, 100 dan 1000, kalian berarti menyerupai atau tasyabbuh dengan Hindu, dan itu tidak boleh!”

SUNNI: “Itu karena Anda tidak mengerti maksud tasyabbuh. Tasyabbuh itu bisa terjadi, apabila perbuatan yang dilakukan oleh kaum Muslimin pada hari-hari tersebut persis dengan apa yang dilakukan oleh orang Hindu. Kaum Muslimin Tahlilan. Orang Hindu jelas tidak Tahlilan. Ini kan beda.”

WAHABI: “Tapi penentuan waktunya kan sama!?”

SUNNI: “Ya ini, karena Anda baru belajar ilmu agama. Kesimpulan hukum seperti Anda, yang mudah mengkafirkan orang karena kesamaan soal waktu, bisa berakibat mengkafirkan Rasulullah Saw.”

WAHABI: “Kok bisa berakibat mengkafirkan Rasulullah!?”

SUNNI: “Anda harus tahu, bahwa kesamaan waktu itu tidak menjadi masalah, selama perbuatannya beda. Coba Anda perhatikan hadits ini:

ﻋَﻦْ ﺃُﻡِّ ﺳَﻠَﻤَﺔَ ﻗَﺎﻟَﺖْ ﻛَﺎﻥَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ
ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻳَﺼُﻮﻡُ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟﺴَّﺒْﺖِ ﻭَﻳَﻮْﻡَ
ﺍْﻷَﺣَﺪِ ﺃَﻛْﺜَﺮَ ﻣِﻤَّﺎ ﻳَﺼُﻮﻡُ ﻣِﻦْ ﺍْﻷَﻳَّﺎﻡِ ﻭَﻳَﻘُﻮﻝُ
ﺇِﻧَّﻬُﻤَﺎ ﻋِﻴﺪَﺍ ﺍﻟْﻤُﺸْﺮِﻛِﻴﻦَ ﻓَﺄَﻧَﺎ ﺃُﺣِﺐُّ ﺃَﻥْ
.ﺃُﺧَﺎﻟِﻔَﻬُﻢْ

Ummu Salamah Ra. berkata: “Rasulullah Saw. selalu berpuasa pada hari Sabtu dan Ahad, melebihi puasa pada hari-hari yang lain. Beliau Saw. bersabda: “Dua hari itu adalah hari raya orang-orang Musyrik, aku senang menyelisihi mereka.” (HR. Ahmad no. 26750, an-Nasa’i juz 2 halaman 146, dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban). Dalam hadits di atas jelas sekali, karena pada hari Sabtu dan Ahad, kaum Musyrik menjadikannya hari raya. Maka Rasulullah Saw. menyelisihi mereka dengan berpuasa. Sama dengan kaum Muslimin Indonesia. Karena orang Hindu mengisi hari-hari yang Anda sebutkan dengan kesyirikan dan kemaksiatan, yang merupakan penghinaan kepada si mati, maka kaum Muslimin mengisinya dengan dzikir Tahlilan sebagai penghormatan kepada si mati.

WAHABI: “Owh, iya ya.”

SUNNI: “Saya ingin tanya, Anda tahu dari mana bahwa hari-hari tersebut, asalnya dari Hindu?”

WAHABI: “Ya, baca kitab Weda, kitab sucinya Hindu.”

SUNNI: “Alhamdulillah, kami kaum Sunni tidak pernah baca kitab Weda.”

WAHABI: “Awal mulanya sih, ada muallaf asal Hindu, yang menjelaskan masalah di atas. Sering kami undang ceramah pengajian kami. Akhirnya kami lihat Weda.”

SUNNI: “Itu kesalahan Anda, orang Wahabi, yang lebih senang belajar agama kepada muallaf dan gengsi belajar agama kepada para kyai pesantren yang berilmu. Jelas, ini termasuk bid’ah tercela.”

WAHABI: “Terima kasih ilmunya.”

SUNNI: “Anda dan golongan Anda tidak melakukan Tahlilan, silakan. Bagi kami tidak ada persoalan. Tapi jangan coba-coba menyalahkan kami yang mengadakan dzikir Tahlilan.” (Fahraaj Siddique Assa'ad)


Selasa, 17 Maret 2015

Membongkar kebohongan bisnis properti tanpa modal

Kebohongan Bisnis Properti Tanpa Modal
Iming-iming menjadi sukses di bisnis properti tanpa modal telah menjadi sebuah fenomena baru. Telah menjadi sebuah model jualan laris manis bak kacang goreng. 

Tentu saja banyak dijual lewat sebuah seminar. Mulai dari kemasan seminar  paling murah hingga  yang biayanya mencapai puluhan juta rupiah. Semuanya laris manis dijual dengan mengusung sebuah topik beriming-iming “Sukses bisnis properti tanpa modal!”. Wooww...!!

Namun semudah dan sesederhana itukah menggapai sukses? Padahal untuk masuk kedalam bisnis dunia properti bagai masuk kedalam hutan belantara. Akan menempuh perjalanan begitu banyak rintangan, ujian, terjal, penuh jebakan dan penuh lika-liku.   

Kata orang Medan, bah, enak kali, cukup datang ke acara seminar sekali kemudian bermodalkan bacot doang kita mendapat jaminan sukses untuk terjun kedalam bisnis properti. Cukup mengikuti petunjuk para mentor yang notabene para pemain bisnis properti yang sudah sukses akan menjamin peserta jadi orang sukses? Jangan bermimpi sukses digapai dengan cepat. Atau hanya dengan satu atau dua kali jatuh bangun menderita kegagalan lalu kita akan sukses menangguk keuntungan berlipat-lipat di bisnis ini? Wah, nanti dulu bung!!

Bisnis properti, memang sangat mudah sekali dikomersialkan. Terutama oleh orang-orang tertentu  yang punya kepentingan mencari untung. Mereka  menjual ilmunya dengan kemasan penuh iming-iming. Mereka jualan mimpi yang cukup menjanjikan untuk dikomersialkan karena banyak orang sudah kepincut duluan dengan nikmatnya dan menggiurkannya bisnis properti ini. 

Mungkin karena bisnis properti sangat empuk untuk dijual kepada orang-orang yang haus ilmu dan terobsesi sukses instan di dunia properti. Karena bawaan nafsu, banyak orang rela merogoh koceknya  sangat dalam asal bisa tahu dan bisa sukses dengan cara gampang. Apalagi dengan tagline "tanpa modal." 

Namun seinstant-instannya sebuah bisnis tentu perlu sebuah proses. Tak hanya proses menghabiskan waktu selama mengikuti seminar. Atau proses trial and error, jatuh bangun hingga menemukan kiat sukses tersendiri.

Padahal untuk terjun kedalam dunia bisnis properti tak semudah membalik telapak tangan. Memerlukan perjuangan yang tidak ringan. Memerlukan ketabahan dan kesabaran. Bahkan memerlukan pengetahuan tambahan lainnya, seperti di bidang perbankan, perpajakan, pertanahan, teknik negosiasi, dll.

Apalagi jika kita memposisikan sebagai pebisnis properti jual beli. Banyak aspek yang harus diketahui, dimengerti dan dilakukan. Tak sedikit orang tertipu hanya karena kurangnya pengetahuan dan kecerobohan. Misalnya terjerat persoalan karena terlanjur membeli tanah yang masuk wilayah sengketa. Banyak sekali orang yang terjun ke bisnis properti salah mengambil keputusan karena posisi tanah tersebut masih berupa hak waris yang belum dibagi. 

Ada seribu satu model dan macam kasus yang akan menghambat diri kita untuk sukses kedalam bisnis properti ini. Bisnis tanah sepintas lalu memang menggiurkan, namun ada resiko-resiko yang  siap menjungkal-balikan kita kedalam wilayah sengketa, bahkan bisa masuk ke wilayah penipuan. Kadang kita sudah cermat, teliti serta hati-hati, namun bisa saja akan menjumpai masalah-masalah yang tidak kita duga sehingga kita berpotensi terjerembab dan terperosok kedalam lubang sengketa tanah.

Hal-hal yang kayak ginilah kadang orang belum tahu dan orang tidak mau tahu ketika hendak masuk kedalam bisnis properti tanpa modal ini. Namun yang terpenting dari semua catatan tersebut bahwa semakin kita sering gagal didalam mencoba dan mencoba sebuah bisnis pasti akan menjadikan kita secara tidak langsung menjadi lebih matang. Ibarat sebuah pepatah pengalaman adalah guru yang terbaik. 

Sama juga ketika kita masuk kedalam dunia bisnis properti biasanya  harus mengalami jatuh bangun terlebih dahulu.  Ketika kita mengikuti seminar properti kita akan berinteraksi dengan  para mentoring yang sudah kenyang dengan pahit manisnya di bisnis ini.  Tentu saja mereka akan dengan entengnya ngomong “bagaimana cara sederhana dan mudah sukses di bisnis ini”. 

Trus bagaimana dengan Anda? Ya tentunya juga perlu banyak belajar untuk sukses bisnis properti tanpa modal tersebut. Terpenting jangan mudah termakan omongan dan trik pemasaran untuk ikut seminar-seminar sukses bisnis properti tanpa modal. Teori gampang tapi pelaksanaanya di lapangan begitu sulit. Contohnya, untuk pinjam ke bank, tak semudah seperti dalam teori.  Apalagi pihak bank saat ini sudah tau cara investor mengakali bank. Jadi tak semudah seperti yang diomongkan para mentor. 

Cara berburu rumah murah
Nah, mendingan sekarang bagaimana berburu untuk mendapatkan rumah murah. Memburu rumah murah merupakan sebuah seni tersendiri. Baik itu untuk dijual kembali atau ketika kita hendak menghuninya. Seandainya kita saat ini sedang membutuhkan rumah, tentunya memilih rumah dengan harga murah merupakan sebuah pilihan wajib untuk dipenuhi. 

Memang benar bahwa harga murah bukan jaminan berkualitas. Namun akan memberikan kepuasan tersendiri kalau kita bisa mendapatkan rumah yang bagus, tetapi bisa dibeli dengan harga sangat murah. Rumah dengan harga dibawah pasaran akan kita dapatkan, asal tau triknya.

Berikut ini beberapa tips dan trik untuk mendapatkan rumah murah untuk dijual:

1, Cari Rumah Take Over (Over Kredit)

Salah satu trik yang bisa dipakai adalah dengan cara mencari perumahaan yang diover kredit. Rumah dengan cara dibeli dengan sistem over kredit ini, memang terkadang ada, dan kadang kita juga agak sulit menemukannya. Untuk mencari informasi rumah yang diover kredit kita bisa mencarinya di berbagai media seperti koran atau googling di internet.

Namun ada cara yang paling ampuh didalam mencari rumah dengan metode over kredit adalah mencari informasi langsung kepada bank pemberi KPR. Terutama kepada bank yang nasabahnya sudah tidak mampu membayar atau meneruskan kredit rumahnya.

2. Cari Rumah Lelang

Bank BTN selaku bank pemberi KPR biasanya mengiinfokan properti yang akan dilelang. Ini merupakan kesempatan baik untuk segera mendaftar. Properti lelang biasanya mematok harga di bawah pasar.   Lelang biasanya dilakukan juga secara tertutup, terbatas hanya orang tertentu saja yang tahu. Untuk itu Anda perlu mempunyai kenalan atau koneksi orang dalam untuk mendapatkan informasi ini. 

3. Beli rumah/properti pada orang yang sedang terdesak butuh uang

Trik sederhana berikutnya dengan membeli rumah/atanah/properti kepada penjual yang memang membutuhkan dana segera (instan). Setidaknya untuk properti seperti ini kita akan diberikan kemudahan dalam melakukan negosiasi harga. Namun demikian harus tetap harus hati2 dan jeli. Jangan sampai properti yang akan dibeli itu tampak murah, namun dibalik itu banyak persoalan yang membelit proses jual belinya.

Itulah, beberapa tips dan trik sederhana bagaimana membeli atau memilki rumah dengan cepat, murah dan berkualitas tentunya. Intinya bahwa dalam jual beli properti atau berbisnis di properti ini dibutuhkan kreativitas dan kehati-hatian yang sangat tinggi.
(infobisnisproperty.blogspot.com)

Sabtu, 10 Januari 2015

Ciri-Ciri Tasawuf ASWAJA

Seorang hamba diharuskan untuk mempraktikkan adab (etika dan sopan santun) yang sesuai dengan sikap penghambaannya di hadapan Tuhannya. Etika itu merupakan akhlak yang dipraktikkan Rasulullah SAW kepada Allah SWT dan kepada sesama mahluk. Aspek ini disebut dengan Ihsan. 

Penelitian terhadap dimensi Ihsan inilah yang akhirnya melahirkan ilmu tashawwuf atau ilmu akhlaq.

Tasawuf atau sufisme ini menjunjung nilai-nilai kerohanian dan adab sebagai ruh dalam ibadah. Orang yang mempelajari tasawuf disebut sebagai sufí.

Dalam hal tasawuf, faham Ahlussunnah WalJamaah mengikuti tasawuf yang diajarkan oleh Imam Junaid, Imam Ghazali, dan Imam Qusyairi, terutama Imam Ghazali. Pada intinya, konsep tasawuf yang dihadirkan para sufí sunni ini berusaha menyampaikan bahwa ilmu tidak akan dinamakan tasawuf apabila ia tidak dibingkai dalam ajaran syariat Islam.

Tasawuf ini seringkali diartikan sebagai ilmu mengenai tahapan-tahapan menuju puncak pengenalan diri terhadap Allah SWT. Tahapan-tahapan itu terbagi dalam bagian Thariqoh, Hakikat, dan Ma’rifat. Tasawuf sendiri merupakan ajaran akhlaq yang didasarkan pada akhlaqnya Nabi Muhammad SAW. Diantara sikap batin yang menonjol dibahas dalam tasawuf diantaranya mengenai sikap ikhlas, istiqomah, zuhud dan Wara’.

Thariqoh sebagai jalan awal menuju Ma’rifatullah yang merupakan bagian dari ilmu tasawuf telah diajarkan Nabi Muhammad SAW melalui sahabatnya seperti Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw. dan Sayyidina Abu Bakar Ash-shiddiq. Diantara thoriqoh mu’tabaroh (sah) dan musalsal (bersilsilah ilmu hingga ke Nabi Muhammad) diantaranya Thoriqoh Qadiriyah yang didirikan Syekh Abdul Qodir Al-Jailaniy, Thoriqoh Syadziliyah yang didirikan Syekh Abul Hasan Ali Assadzili, thoriqoh Naqsabandiyah yang didirikan Syekh Muhammad Bahaudin An-Naqsabandiy, dan thoriqoh Tijaniyah yang didirikan Syekh At-Tijaniy. Menurut Habib Luthfi bin Yahya, Mursyid Thariqoh di Indonesia, Thoriqoh yang mu’tabaroh di Indonesia tercatat sekitar 48 macam.

Mengenai hakikat, telah dijelaskan oleh Imam Al-Qusyairi bahwa hakikat ialah penyaksian atas rahasia ke-Tuhan-an, semua bentuk ibadah atau syariat tidak akan mengena jika tidak mengenal intinya (hakikat). Syariat untuk mengetahui kewajiban suatu perintah dan larangan bermaksiat sementara hakikat untuk mengetahui makna inti, keputusan Allah, dan rahasia yang ada di dalamnya.

Kondisi saat berkembangnya Ilmu Tasawuf yang mulai dituliskan dan dimulai sekitar abad ke-3 H yang memperkenalkan konsep Ittihad (penyatuan), Hulul (leburnya substansi manusia ke dalam substansi Ilahi), dan Wahdatul Wujud (penyatuan wujud), serta Wahdatul Muthalaqah (penyatuan mutlak), dalam pengertian ma’rifat itu ditolak oleh Imam Abul Hasan Al-Asy’ari karena dianggap tidak sesuai. Sikap Imam Asy’ari itu didukung dan berusaha diluruskan oleh para tokoh tasawuf sunni, diantaranya Imam Ghazali, dan Imam Qusyairi. 

Menurut mereka, tasawuf merupakan upaya sungguh-sungguh dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah sedekat mungkin, melalui sikap zuhud (sikap menjauhi cinta dunia), ketekunan ibadah (al-Nusuk) dan latihan rohani (al-riyadhoh al-nafs), meskipun harus diakui bahwa ada dua alam yakni alam dhohir yang dicapai melalui panca indera dan alam batin yang dicapai dengan sarana emanasi (pancaran rohani) dan ilham. 

Namun demikian hal itu bukanlah melalui proses ittihad, hulul, atau wahdatul wujud, melainkan melalui proses mukasyafah dan musyahadah (terbukanya tirai- hijab ghoib dan terbukanya kemampuan untuk melihat keagungan Ilahiyah) yakni suatu jenis pengetahuan perasaan tertentu yang dimiliki orang-orang yang sudah mampu melepaskan dirinya dari pengaruh duniawi atau godaan materi dan mampu berperilaku yang mencitrakan sifat-sifat terpuji. (Ma’rifat Dzauqiyah).

Meskipun konsep pemikiran para sufí falsafi seperti Dzun Nun Al-Mishri, Abu Yazid Al-Bustami, Muhyiddin Ibnu ‘Arabi, dan Ibnu Sab’in bahkan salah satu Sufi paling kontroversial, Husain bin Mansur Al-Hallaj (yang memperkenalkan istilah Ittihad, Wahdatul wujud, dsb) ditolak oleh kaum ASWAJA, namun pada bagian tertentu, seperti ilmu riyadhoh, hikmah, dan amaliyah yang diajarkan dan dilakukan oleh para sufí falsafi tersebut tetap dipelajari dan dilakukan oleh kaum ASWAJA dalam rangka menambah nilai-nilai tasawuf dalam bingkai nilai-nilai syariat islam.

Latihan Dasar Pemantapan (LDP) ASWAJA
Himpunan Mahasiswa Nahdhiyin STAN.
Sumber Bacaan:
Fiqh Tradisional – Jawaban Pelbagai Persoalan Keagamaan Sehari-hari.
Ahlussunnah wal Jamaah dalam persepsi dan tradisi NU

Kamis, 08 Januari 2015

Sekali Lagi, Hati2 Beli Properti

JAKARTA, KOMPAS.com - Tahun lalu, Kompas.com, mencatat banyak kasus hukum sektor properti yang melibatkan konsumen, penghuni, pengelola dan pengembang.

Beberapa di antaranya yang menyita perhatian publik terjadi di Jakarta yakni sengketa antara konsumen dengan pengembang apartemenKemanggisan Residences, PT Mitra Safir Sejahtera, dan Pengurus Pengelola Rumah Susun (PPRS) dengan pengembang apartemen Cempaka Mas, PT Duta Pertiwi Tbk.

Sementara di Bali, didominasi kasus pailit. Dua di antaranya terkait dengan kondominium hotel Bali Kuta Residences, dan Aston Denpasar.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo, mengatakan, kasus hukum sektor properti yang diadukan konsumen kepada YLKI terus meningkat. Tahun 2014, menempati urutan kedua terbanyak setelah keuangan dan perbankan.

"Tak hanya peningkatan jumlah pengaduan, susbtansi pengaduan pun semakin variatif. Jika pada beberapa tahun lalu substansi pengaduan sebagian besar terkait rumah tapak (landed house), kini terkait hunian vertikal baik pribadi maupun komersial (kondotel)," papar Sudaryatmo kepada Kompas.com, Sabtu (4/1/2015).

Dia memaparkan, permasalahan di sektor properti demikian kompleks dan rumit. Bahkan bisa terjadi pada tahap pra konstruksi, konstruksi, dan setelah properti terhuni. Dari catatan YLKI, kata Sudaryatmo, masalah paling banyak terjadi pada tahap penghunian.

"Pada tahap penghunian ini seringkali terjadi pengembang dan pengelola properti tidak transparan dalam mengelola keuangan sehingga konsumen dan penghuni tidak puas dan mengadukannya kepada kami," tutur Sudaryatmo.

Masalah lainnya adalah keterlambatan serah terima kunci atau delay on delivery. Di sini, pengembang tidak memegang komitmen sesuai yang dijanjikan kepada konsumen. Selain itu, bukti kepemilikan properti juga kerap menjadi masalah karena pengembang terlambat menyerahkannya kepada konsumen. Padahal, konsumen sudah membayar lunas properti yang dibelinya.

Langkah pencegahan

Dari sekian banyak kasus tersebut, Sudaryatmo menengarai bahwa calon konsumen sangat tidak peduli akan hak dan kewajibannya. Mereka baru sadar ketika ada masalah. Untuk itu, kata Sudaryatmo, calon konsumen hendaknya berhati-hati dan teliti sebelum memutuskan untuk membeli properti. Dia menyarankan calon konsumen untuk melakukan beberapa langkah preventif.

"Pertama, cek dan teliti aspek legalitas. Calon konsumen harus memastikan perizinan dan legalitasnya. Tanah harus sudah dikuasai pengembang sesuai peruntukannya dan tidak sedang dalam sengketa yang dibuktikan oleh sertifikat hak milik (SHM)," terang Sudaryatmo.

Setelah kepastian kepemilikan tanah diketahui, tambah dia, calon konsumen juga harus mengecek Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) yang tidak bertabrakan dengan peruntukan dan Peraturan Daerah (Perda) mengenai Tata Ruang.

Selanjutnya, calon konsumen harus memastikan bahwa proyek yang dibangun pengembang bersangkutan harus memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB). "IMB sangat penting karena merupakan kunci terbangunnya sebuah properti," imbuh Sudaryatmo.

Aspek kedua yang harus diperhatikan calon konsumen adalah pengetahuan mengenai hukum properti. Sudaryatmo menekankan bahwa calon konsumen harus mempelajari klausul Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).

"Konsumen baru ngeh kalau klausul yang tercantum dalam PPJB berat sebelah. Sebelum menandatangani PPJB, calon konsumen harus menyadari hak dan kewajibannya, serta hak dan kewajiban pengembang," tandas Sudaryatmo.

Selama ini, kata dia, calon konsumen membeli properti berdasarkan "rayuan" yang tertulis dalam iklan dan brosur. Padahal, iklan dan brosur tidak mengikat dan tidak termasuk dalamunder contractual term. Sehingga jika pengembang tidak memenuhi apa yang tertulis dalam iklan dan brosur, tidak ada kewajiban yang harus mereka penuhi.

Presiden Direktur Tony Eddy and Associates, Tony Eddy, menambahkan, pentingnya calon konsumen untuk berhati-hati dalam membeli properti, termasuk kondotel yang sedang menjadi tren investasi.

"Ada lima "C" yang harus diperhatikan calon konsumen sebelum membeli kondotel. "C" pertama adalah Character yang menyangkut reputasi dan rekam jejak pengembang. Apakah pengembang bisa dipercaya dan punya sejarah bersih dan bagus," kata Tony.

"C" kedua adalah Capital yang terkait dengan kecukupan modal pengembang untuk membangun sebuah kondotel. Modal ini sangat penting dalam menentukan kelancaran pembangunan konstruksi kondotel.

"C" ketiga, kata Tony, adalah Capacity, yakni kapasitas pengembang yang mumpuni untuk menjalankan proyek tersebut. Ini berkaitan juga dengan rekam jejak dan kemampuan pengembang dalam membangun.

"Concept merupakan "C" keempat. Konsep kondotel yang ditawarkan harus jelas dengan luasan per unit, besaran harga, pengelola, lokasi dan skema bagi hasilnya. Apakah masuk akal? Atau justru sebaliknya irasional," ujar Tony.

"C" terakhir adalah Condition. Kondisi pasar sangat menentukan tingkat serapan untuk bisnis kondotel. "Terlebih saat ini, apakah kondisi pasar masih kondusif dan ada demand untuk kondotel. Jika tidak memungkinkan lebih baik ditunda, sebaliknya jika semua 5C tersebut oke, maka aman untuk membeli kondotel," tegas Tony.

Melihat pasar kondotel yang sering tidak jelas, terlebih janji-janji pengembalian investasi ataureturn on investment (ROI) yang marak belakangan ini, Tony setuju jika pemerintah mulai melakukan penertiban.

"Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus masuk untuk mengawasi penjualan kondotel. Sehingga jelas mana yang menipu mana yang tidak. Juga YLKI, dinas perpajakan, serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) harus mulai menaikkan "radar antena" mereka untuk memantau pasar kondotel agar lebih tertib, sehat dan kondusif," pungkasnya. (Properti.Kompas.com)

Jumat, 27 Juni 2014

Gembira Menyambut Ramadhan

Segala puji bagi Allah, Rabb alam semesta. Shalawat dan salam kepada nabi dan rasul yang paling mulia, Muhammad bin ‘Abdillah, serta kepada keluarga dan para sahabatnya. Amma ba’du.

Tulisan ini ditujukan utk semua muslim yang akan bertemu dgn bulan Ramadhan dlm keadaan sehat wal afiat, agar dapat memanfaatkan bulan tersebut dlm ketaatan pada Allah Ta’ala. Semoga melalui tulisan ini dapat menjadi sarana utk membangkitkan semangat di dlm jiwa seorang mu’min dlm beribadah kepada Allah di bulan yg mulia ini.

Maka penulis memohon kepada Allah Ta’ala agar diberikan taufik & jalan yang lurus serta menjadikan amal ini ikhlas hanya karena mengharap WajahNya Yang Mulia semata. Dan semoga Allah mencurahkan shalawat atas junjungan kita, Muhammad, & kepada keluarganya serta seluruh sahabatnya.

Bagaimanakah Seharusnya Kita Menyambut Ramadhan?

Pertanyaan: Apa saja cara-cara yang benar utk menyambut bulan yang mulia ini?
Seorang muslim seharusnya tak lalai terhadap momen-momen utk beribadah, bahkan seharusnya ia termasuk orang yang berlomba-lomba & bersaing (untuk mendapatkan kebaikan) didalamnya.

Allah Ta’ala berfirman,
وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ )المطففين : 26)
“Dan utk yang demikian itu hendaknya orang berloma-lomba.” (QS. Al-Muthaffifiin:26)

Maka bersemangatlah wahai saudara-saudara muslim dlm menyambut Ramadhan dgn cara-cara yang benar sebagaimana berikut ini:

Berdo’a agar Allah mempertemukan dgn bulan Ramadhan dlm keadaan sehat & kuat, serta dlm keadaan bersemangat beribadah kepada Allah, seperti ibadah puasa, sholat & dzikir. Telah diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa dia berkata, adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila memasuki bulan Rajab, beliau berdoa,
اللهم بارك لنا في رجب وشعبان وبلغنا رمضان
“Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab & Sya’ban serta pertemukanlah kami dgn Ramadhan.” (HR. Ahmad & Ath-Thabrani)

Catatan: Syaikh Al-Albani rahimahullah mendhaifkan hadits ini dlm kitab Dha’if al-Jaami‘ (4395) dantak mengomentarinya dlm kitab Al-Misykaah.

Demikian juga generasi terbaik terdahulu (as-salaf ash-shalih) berdoa agar Allah menyampaikan mereka pada bulan Ramadhan & menerima amal-amal mereka.
Maka apabila telah tampak hilal bulan Ramadhan, berdoalah pada Allah:
الله أكبر اللهم أهله علينا بالأمن والإيمان والسلامة والإسلام , والتوفيق لما تحب وترضى ربي وربك الله
“Allah Maha Besar, ya Allah terbitkanlah bulan sabit itu utk kami dgn aman & dlm keimanan, dgn penuh keselamatan & dlm keislaman, dgn taufik agar kami melakukan yang disukai & diridhai oleh Rabbku & Rabbmu, yaitu Allah.” (HR. At-Tirmidzi & Ad-Darimi, dishahihkan oleh Ibnu Hayyan)

Bersyukur pada Allah & memuji-Nya atas dipertemukannya dgn bulan Ramadhan. Imam An-Nawawi rahimahullah berkata dlm kitabnya Al-Adzkaar,
“Ketahuilah, dianjurkan bagi siapa saja yang mendapatkan suatu nikmat atau dihindarkan dari kemurkaan Allah, utk bersujud syukur kepada Allah Ta’ala, atau memuji Allah (sesuai dgn apa yg telah diberikan-Nya).”

Dan sesungguhnya di antara nikmat yang paling besar dari Allah atas seorang hamba adalah taufiq utk melaksanakan ketaatan. Selain dipertemukan dgn bulan Ramadhan, nikmat agung lainnya adalah berupa kesehatan yang baik. Maka ini pun menuntut utk bersyukur & memuji Allah Sang Pemberi Nikmat lagi Pemberi Keutamaan dgn nikmat tersebut. Segala puji bagi Allah dgn pujian yang banyak & pantas bagi keagungan Wajah-Nya & keagungan kekuasaan-Nya.

Bergembira dan berbahagia dgn datangnya bulan Ramadhan.Telah ada contoh dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau dahulu memberi berita gembira pada para sahabatnya dgn kedatangan Ramadhan. Beliau bersabda,
جاءكم شهر رمضان, شهر رمضان شهر مبارك كتب الله عليكم صيامه فيه تفتح أبواب الجنان وتغلق فيه أبواب الجحيم… الحديث
“Telah datang pada kalian bulan Ramadhan, bulan Ramadhan bulan yang diberkahi, Allah telah mewajibkan atas kalian utk berpuasa didalamnya. Pada bulan itu dibukakan pintu-pintu surga serta ditutup pintu-pintu neraka….” (HR. Ahmad)

Dan sungguh demikian pula as-salaf ash-shalih dari kalangan sahabat & tabi’in, mereka sangat perhatian dgn bulan Ramadhan & bergembira dgn kedatangannya. Maka kebahagiaan manakah yang lebih agung dibandingkan dgn berita dekatnya bulan Ramadhan, moment utk melakukan kebaikan serta diturunkannya rahmat?

Bertekad serta membuat program agar memperoleh kebaikan yang banyak di bulan Ramadhan. Kebanyakan dari manusia, bahkan dari kalangan yang berkomitmen utk agama ini (beragama Islam), membuat program yang sangat serius utk urusan dunia mereka, akan tetapi sangat sedikit dari mereka yang membuat program sedemikian bagusnya utk urusan akhirat. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran terhadap tugas seorang mu’min dlm hidup ini, & lupa atau bahkan melupakan bahwa seorang muslim memiliki kesempatan yang banyak utk dekat dgn Allah utk mendidik jiwanya sehingga ia bisa lebih kokoh dlm ibadah.

Di antara program akhirat adalah program menyibukkan diri di bulan Ramadhan dgn ketaatan & ibadah. Seharusnya seorang muslim membuat rencana-rencana amal yang akan dikerjakan pada siang & malam Ramadhan. Dan tulisan yang anda baca ini, membantu anda utk meraih pahala Ramadhan melalui ketaatan pada-Nya, dgn ijin Allah Ta’ala.

Bertekad dgn sungguh-sungguh utk memperoleh pahala di bulan Ramadhan serta menyusun waktunya (membuat jadwal) utk beramal shalih.
Barangsiapa yang menepati janjinya pada Allah maka Allah pun akan menepati janji-Nya serta menolongnya utk taat & memudahkan baginya jalan kebaikan. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْراً لَهُمْ )محمد : 21(
“Maka seandainya mereka benar-benar beriman pada Allah, maka sungguh itu lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad:21)

Berbekal ilmu & pemahaman terhadap hukum-hukum di bulan Ramadhan. Wajib atas seorang yang beriman utk beribadah kepada Allah dilandasi dgn ilmu, & tak ada alasan utk tak mengetahui kewajiban-kewajiban yang diwajibkan Allah atas hamba-hamba-Nya. Di antara kewajiban itu adalah puasa di bulan Ramadhan. Sudah sepantasnya bagi seorang muslim belajar utk mengetahui perkara-perkara puasa serta hukum-hukumnya sebelum ia melaksanakannya (sebelum datang bulan Ramadhan), agar puasanya sah & diterima Allah Ta’ala.
فَاسْأَلوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ) الأنبياء :7(
“Maka bertanyalah pada orang-orang yang berilmu jika kalian tak mengetahui.” (QS. Al-Anbiya’:7)

Wajib pula bertekad utk meninggalkan dosa-dosa & kejelekan, serta bertaubat dgn sungguh-sungguh dari seluruh dosa, berhenti melakukannya serta tak mengulanginya lagi.

bulan Ramadhan adalah bulan taubat. Barangsiapa yang tak bertaubat di dalamnya, maka kapankah lagi ia akan bertaubat? Allah Ta’ala berfirman,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ) النور : 31(
“Dan bertaubatlah kalian semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian beruntung.” (QS. An-Nur: 31)

Mempersiapkan jasmani & rohani dgn membaca & menelaah buku-buku serta tulisan-tulisan, serta mendengarkan ceramah-ceramah islamiyah yang menjelaskan tentang puasa & hukum-hukumnya, agar jiwa siap utk melaksanakan ketaatan di bulan Ramadhan.

Demikian pulalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersiapkan jiwa-jiwa para sahabat utk memanfaatkan bulan ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sempat bersabda pada akhir bulan Sya’ban,
جاءكم شهر رمضان … إلخ الحديث
“Telah datang pada kalian bulan Ramadhan…(sampai akhir hadits).” (HR. Ahmad & An-Nasa’i).[1]

Mempersiapkan dgn baik utk berdakwah kepada Allah Ta’ala di bulan Ramadhan, melalui:
Menghadiri pertemuan-pertemuan serta bimbingan-bimbingan & menyimaknya dgn baik agar dapat disampaikan di masjid di daerah tempat tinggal.

Menyebarkan buku-buku kecil, tulisan-tulisan serta nasehat-nasehat tentang hukum yang berkaitan dgn Ramadhan kepada orang-orang yang shalat serta masyarakat sekitar.
Menyiapkan “hadiah Ramadhan” sesuai dgn kemampuan yang dimiliki. Hadiah tersebut dapat berupa paket yang didalamnya terdapat kaset-kaset & buku kecil, yang kemudian pada paket tersebut dituliskan “hadiah Ramadhan”. Memuliakan fakir & miskin dgn memberi sedekah serta zakat utk mereka.

Menyambut Ramadhan dgn membuka lembaran putih yang baru, yang akan diisi dengan:
Taubat sebenar-benarnya kepada Allah Ta’ala.
Ta’at pada perintah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam serta meninggalkan apa yang dilarangnya.

Berbuat baik kepada kedua orang tua, kerabat, saudara, istri atau suami serta anak-anak.
Berbuat baik kepada masyarakat sekitar agar menjadi hamba yang shalih serta bermanfaat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أفضل الناس أنفعهم للناس
“Seutama-utama manuia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”[2]

Demikianlah seharusnya seorang muslim menyambut Ramadhan, seperti tanah kering yang menyambut hujan, seperti si sakit yang membutuhkan dokter utk mengobatinya & seperti seseorang yang menanti kekasihnya.

“Ya Allah pertemukanlah kami dgn bulan Ramadhan & terimalah amalan kami sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Khalid bin ‘Abdirrahman ad-Durwaisy
Sumber: saaid.net/mktarat/ramadan/22.htm

[1] Hal ini disebutkan dlm Lathoif Al Ma’arif (kitab karya Ibnu Rajab Al-Hambali-ed).
[2] Dalam lafadz lain disebutkan,
أحب الناس إلى الله أنفعهم للناس
“Manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (Hadits shahih dishahihkan Syaikh Al-Bani dlm Al-Hadits Ash-Shahihah No.906 -red)
Penerjemah: Ummu Ahmad Juwita Laila Ramadhan
Murojaah: Abu Rumaysho Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslimah.or.id
sumber: www.muslimah.or.id

Jumat, 02 Mei 2014

Tasawuf Warisan Rasulullah SAW




Benih-benih tasawuf sudah ada sejak dalam kehidupan nabi Muhammad SAW. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku dan peristiwa dalam hidup, ibadah dan perilaku nabi Muhammad SAW.

Peristiwa dan Perilaku Hidup Nabi. Sebelum diangkat menjadi Rasul, berhari-hari beliau berkhalawat (mengasingkan diri) di Gua Hira, terutama pada bulan Ramadhan disana nabi banyak berzikir dan bertafakur dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pengasingan diri Nabi SAW digua Hira ini merupakan acuan utama para sufi dalam melakukan khalawat.

Keutamaan Memperingati Maulid Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam

* بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ* * السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه* * اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى س...