Selasa, 17 Mei 2016

Keutamaan Bulan Sya'ban

SUATU waktu sahabat Usamah bin Zaid bertanya kepada Rasulullah saw.: “Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu memperbanyak berpuasa (selain Ramadhan) kecuali pada bulan Sya’ban? 

Rasulullah saw. menjawab: “Itu bulan dimana manusia banyak melupakannya, yaitu antara Rajab dan Ramadhan. Di bulan itu segala perbuatan dan amal baik diangkat ke Tuhan semesta alam, maka aku ingin ketika amalku diangkat, aku dalam keadaan puasa”. (HR. Abu Dawud dan Nasa’i).

Dalam Riwayat Imam Bukhari dan Muslim, Sayyidatina Aisyah r.a. berkata: “Aku belum pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menyempurnakan shaum selama satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan, dan aku belum pernah melihat beliau memperbanyak shaum dalam satu bulan kecuali pada bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari No. 1833, Muslim No. 1956).

Dilain tempat beliau (sayyidatina Aisyah r.a.) juga berkata: “Suatu malam Rasulullah saw. shalat, kemudian beliau bersujud panjang sehingga aku menyangka bahwa Rasulullah saw. telah diambil. Karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. 

Setelah Rasulullah saw. selesai shalat beliau berkata: “Hai Aisyah engkau tidak dapat bagian?”. Lalu aku menjawab: “Tidak ya Rasulullah, aku hanya berfikiran yang tidak-tidak (menyangka Rasulullah saw. telah tiada) karena engkau bersujud begitu lama”. Lalu beliau bertanya: “Tahukah engkau, malam apa sekarang ini”. “Rasulullah yang lebih tahu”, jawabku. Beliau pun berkata: “Malam ini adalah malam nisfu Sya’ban, Allah mengawasi hamba-Nya pada malam ini, maka Ia memaafkan mereka yang meminta ampunan, memberi kasih sayang mereka yang meminta kasih sayang dan menyingkirkan orang-orang yang dengki.” (H.R. Baihaqi dari Ala’ bin Harits).

Jika kita cermati, beberapa riwayat diatas setidaknya memberikan penjelasan kepada kita akan keutamaan-keutamaan bulan Sya’ban. Dikatakan bahwa bulan Sya’ban ialah bulan dimana amal-amal perbuatan manusia diangkat ke hadirat Tuhan penguasa alam. Bulan Sya’ban juga merupakan bulan dimana Allah swt. -saat malam pertengahan bulan Sya’ban- mengawasi hamba-hamba-Nya (adakah diantara mereka yang mendirikan qiyamul lail saat itu), memaafkan mereka yang memohon ampunan, mencurahkan kasih saying bagi mereka yang mengharapkannya dan menyingkirkan hamba-hamba-Nya yang bersifat pendengki.

Dan jika mau kita cermati beberapa riwayat diatas, ada dua hal yang biasa atau setidaknya pernah dilakukan rasulullah saw. di bulan Sya’ban yaitu memperbanyak berpuasa serta ber-qiyamul lail (mendirikan shalat) pada malam pertengahan bulan Sya’ban.

Memperbanyak berpuasa merupakan amaliah yang sangat gemar dilakukan Rasulullah saw. di bulan Sya’ban. Maksud memperbanyak disini bukan berarti beliau melakukannya sebulan penuh akan tetapi beliau sering mengisi hari-hari di bulan Sya’ban dengan berpuasa.

Di samping menganjurkan berpuasa di bulan Sya’ban, Rasulullah saw. juga melarang umatnya berpuasa jika hal tersebut dilakukan sehari atau dua hari sebelum bulan sya’ban berakhir. Sebagaimana sabda saw. : “Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari sebelumnya kecuali orang yang terbiasa berpuasa maka puasalah.” (HR. Bukhari No. 1983 dan Muslim No. 1082 dari Abu Hurairah).

Dalam hal ini Imam Nawawi dalam kitab Majmu’nya mengatakan bahwa apabila puasa sehari atau dua hari tersebut memiliki sebab atau merupakan kebiasaan dia berpuasa, seperti puasa dahr (puasa satu tahun penuh), puasa nabi daud (satu hari puasa satu hari berbuka) atau puasa senin-kamis maka maka hal tersebut di bolehkan. Namun jika tidak, maka hal itu terlarang.

Adapun tentang qiyamul lail, meskipun apa yang diriwayatkan Imam Baihaqi bersifat mursal (kurang valid), namun hal ini tidak mengurangi akan keutamaan bulan Sya’ban melihat banyak riwayat sahih lainnya yang menunjukkan keutamaan bulan tersebut. Jadi, adalah mulia jika malam nisfu Sya’ban diisi dengan memperbanyak ibadah shalat, zikir, membaca al Qur’an, berdoa atau bermacam kegiatan positif lainnya

Waba’du, marilah kita manfaatkan kesempatan mencicipi bulan yang penuh keutamaan ini dengan memperbanyak ibadah puasa atau amal shalih lainnya. Selain sebagai manifestasi pendekatan diri kepada Allah swt. (taqarruban ilallah), puasa juga bisa menjadi ajang pemanasan dalam menghadapi bulan Ramadhan yang didalamnya diwajibkan berpuasa. Jika seseorang terbiasa berpuasa sebelum Ramadhan, maka ia akan lebih terbiasa, lebih kuat dan lebih bersemangat dalam menunaikan puasa wajib di bulan Ramadhan.

(Sumber: Islampos/kh Abdullah Gymnastiar)

Sabtu, 27 Februari 2016

Kisah Inspiratif Orang Terkaya Warrent Buffet

Warren Edward Buffett lahir di Omaha, Nebraska, Amerika Serikat, 30 Agustus 1930, adalah seorang investor dan pengusaha Amerika Serikat. Ia memiliki julukan Oracle of Omaha.

Buffett telah mengumpulkan kekayaan yang sangat besar dari kecerdikannya berinvestasi melalui perusahaannya Berkshire Hathaway, di mana dia memegang 38% saham. Dengan perkiraan pendapatan bersih AS$44 miliar pada 2005, dia menduduki urutan kedua sebagai orang terkaya kedua dunia menurut Forbes, di belakang Bill Gates. Pada tahun 2010 sang bijak dari Omaha ini berhasil mendepak Bill Gates dari peringkat pertama orang terkaya di dunia.

Berikut ini adalah wawancara yang pernah Warren Buffett lakukan dengan CNBC. Dalam wawancara tersebut ditemukan beberapa aspek menarik dari hidupnya :

“Anjurkan anak anda untuk berinvestasi”

Ia membeli saham pertamanya pada umur 11 tahun dan sekarang ia menyesal karena tidak memulainya dari masih muda.

“Dorong Anak Anda untuk mulai belajar berbisnis”

Ia membeli sebuah kebun yang kecil pada umur 14 tahun dengan uang tabungan yang didapatinya dari hasil mengirimkan surat kabar.

“Ia masih hidup di sebuah rumah dengan 3 kamar berukuran kecil di pusat kota Ohama, yang ia beli setelah ia menikah 50 tahun yang lalu”

“Jangan membeli apa yang tidak dibutuhkan, dan dorong Anak Anda untuk berbuat yang sama”

Ia berkata bahwa ia mempunyai segala yang ia butuhkan dalam rumah itu. Meskipun rumah itu tidak ada pagarnya.

“Jadilah apa adanya”

Ia selalu mengemudikan mobilnya seorang diri jika hendak bepergian dan ia tidak mempunyai seorang supir ataupun keamanan pribadi.

“Berhematlah”

Ia tidak pernah bepergian dengan pesawat jet pribadi, walaupun ia memiliki perusahaan pembuat pesawat jet terbesar di dunia. Berkshire Hathaway, perusahaan miliknya, memiliki 63 anak perusahaan.

“Ia hanya menuliskan satu pucuk surat setiap tahunnya kepada para CEO dalam perusahaannya, menyampaikan target yang harus diraih untuk tahun itu”
“Tugaskan pekerjaan kepada orang yang tepat”

Ia tidak pernah mengadakan rapat atau menelpon mereka secara reguler.

“Buat Tujuan yang jelas dan yakinkan mereke untuk fokus ke tujuan”

Ia hanya memberikan 2 peraturan kepada para CEOnya. Peraturan nomor satu adalah : Jangan pernah sekalipun menghabiskan uang para pemilik saham. Peraturan nomor dua : Jangan melupakan peraturan nomor satu.

“Jangan Pamer, Jadilah diri sendiri & nikmati apa yang kamu lakukan”

Ia tidak banyak bersosialisasi dengan masyarakat kalangan kelas atas. Waktu luangnya di rumah ia habiskan dengan menonton televisi sambil makan pop corn.

Bill Gates, orang terkaya di dunia bertemu dengannya untuk pertama kalinya 5 tahun yang lalu. Bill Gates pikir ia tidak memiliki keperluan yang sangat penting dengan Warren Buffett, maka ia mengatur pertemuan itu hanya selama 30 menit.

Tetapi ketika ia bertemu dengannya, pertemuan itu berlangsung selama 10 jam dan Bill Gates tertarik untuk belajar banyak dari Warren Buffett. Warren Buffett tidak pernah membawa handphone dan di meja kerjanya tidak ada komputer.

Berikut ini adalah nasihatnya untuk orang-orang yang masih muda:

"Jauhkan dirimu dari pinjaman bank, hutang, cicilan atau kartu kredit dan berinvestasilah dengan apa yang kau miliki , serta ingat" :

1. Uang tidak menciptakan manusia, manusialah yang menciptakan uang.

2. Hiduplah sederhana sebagaimana dirimu sendiri.

3. Jangan melakukan apapun yang dikatakan orang, dengarkan mereka, tapi lakukan apa yang baik saja.

4. Jangan memakai merk, pakailah yang benar, nyaman untukmu.

5. Jangan habiskan uang untuk hal-hal yang tidak benar-benar penting.

6. With money:
You can buy a house, but not a home.
You can buy a clock, but not time.
You can buy a bed, but not sleep.
You can buy a book, but not knowledge.
You can get a position, but not respect.
You can buy blood, but not life.

7. Jika itu telah berhasil dalam hidupmu, berbagilah dan ajarkanlah pada orang lain. "Orang yang Berbahagia Bukanlah Orang yang Hebat dalam segala Hal, Tapi Orang yang Bisa Menemukan Hal Sederhana dalam Hidupnya dan selalu Mengucap Syukur."

Sumber : id.wikipedia.org
blog.unicom.ac

Sabtu, 09 Januari 2016

Rahasia Ilmu Kasampurnaan Sunan Giri

Dalam memperbincangkan ilmu kasempurnaan ini, jangan lupa arti bahasanya jika engkau mempertanyakannya. Karena mengetahui arti bahasa adalah kuncinya. Kesungguhanlah yg pasti, itulah yg perlu benar engkau mengerti. Jangan takut pada biaya. Bukan emas, bukan dirham, dan bukan pula harta benda. Namun hanya niat ikhlas saja yg diperlukan.

Adapun ilmu manusia itu ada 2, 
Yang pertama adalah ilmu kamanungsan yg lahir dari jalan indrawi dan melalui laku kamanungsan. 
Yang kedua adalah ilmu kasampurnaan yang lahir melalui pembelajaran langsung dari Sang Khalik. 
Untuk yg kedua ini, terjadi melalui 2 cara, yaitu dari luar dan dari dalam. Yang dari luar, dilalui dg cara belajar. Sedangkan yg dari dalam, dilalui dg cara menyibukan diri dg jalan bertapa ( bertafakur ).

Adapun bertafakur secara batin itu sepadan dg belajar secara lahir. Belajar memilki arti pengambilan manfaat oleh seorang murid dari gerak seorang guru. Sedangkan tafakur memilki makna batin, yaitu suksma seorang murid yg mengambil manfaat dari sukma sejati, ialah jiwa sejati.

Sukma sejati dalam olah ngelmu memilki pengaruh yg lebih kuat dibandingkan berbagai nasehat dari ahli ilmu dan ahli nalar. Ilmu seperti itu tersimpan kuat pada pangkal sukma, bagaikan benih yg tertanam dalam tanah, atau mutiara di dasar laut.

Ketahuilah anakku, kewajiban orang hidup tidak lain adalah selalu berusaha menjadikan daya potensial yg ada di dalam dirinya menjadi suatu bentuk aksi (perbuatan) yg bermanfaat. Sebagaimana engkau juga wajib mengubah daya potensial yg ada dalam dirimu menjadi perbuatan, melalui belajar. Sejatinya dalam belajar, sukma sang murid menyerupai dan berdekatan dg sukma sang guru. Sebagai yg memberi manfaat, guru laksana petani. Dan sbg yg meminta manfaat, sedangkan murid ibarat bumi atau tanah.

Ketahuilah, ilmu merupakan kekuatan seperti benih atau tepatnya seperti tumbuhan. Apabila sukma sang murid sudah matang, ia akan menjadi seperti pohon yg berbuah, atau seperti mutiara yang sudah dikeluarkan dari dasar laut. Jika kekuatan badaniah mengalahkan jiwa, berarti murid masih harus terus menjalani laku prihatin dalam olah ngelmu dg menyelami kesulitan demi kesulitan dan kepenatan demi kepenatan, dalam rangka menggapai manfaat.

Jika Cahaya Rasa mengalahkan macam indra, berarti murid lebih membutuhkan sedikit tafakur ketimbang banyak belajar. Sebab sukma yg cair atau dalam bahasa arab dsb nafs al-qabil akan berhasil menggapai manfaat walau hanya dg berfikir sesaat, ketimbang proses belajar setahun yg dilakukan oleh sukma yg beku nafs al-jamid.

Jadi, engkau bisa meraih ilmu dengan cara belajar, dan bisa juga mendapatkannya dg cara bertafakur. Walaupun sebenarnya dalam belajar itu juga memerlukan proses tafakur. Dan dg tafakur engkau tahu manusia hanya bisa mempelajari sebagian saja dari seluruh ilmu dan tidak bisa semuanya.

Banyak ilmu mendasar annazhariyyah dan penemuan baru, berhasil dikuak oleh orang yg memilki kearifan. Dg kejernihan otak, kekuatan daya fikir dan ketajaman batin, mereka berhasil menguak hal2 tsb tanpa proses belajar dan usaha pencapaian ilmu yg berlebihan.

Dg bertafakur, manusia berhasil menguak ajaran sangkan paraning dumadi. Dg begitu terbukalah asumsi dasar dari keilmuan sehingga persoalan tidak berlarut dan segera tersingkap kebodohan yg menyelimuti kalbu.

Seperti telah kuberitahukan sebelumnya, sukma tidak bisa mempelajari semua yg di inginkan, baik yg bersifat sebagian ( juz’i / parsial ) maupun yg menyeluruh ( kulli / universal ) dg cara belajar. Ia harus mempelajari dg induksi, sebagian dg deduksi sebagaimana umumnya manusia dan sebagian lagi dg analogi yg membutuhkan kejernihan berfikir. Berdasarkan hal ini, ahli ilmu terus membentangkan kaidah2 keilmuan.

Seorang ahli ilmu tidak bisa mempelajari apa yg dibutuhkan seluruh hidupnya. Ia hanya bisa mempelajari keilmuan umum dan beragam bentuk yg merupakan turunannya dan hal itu menjadi dasar untuk melakukan qiyas terhadap berbagi persoalan lainnya. Begitu pula para tabib, tidaklah bisa mempelajari seluruh unsur obat2an untuk orang lain. Meraka hanya mempelajari gejala umum. Dan setiap orang diobati menurut sifat masing2.

Demikian juga para ahli perbintangan, mereka mempelajari hal umum yg berkaitan dg bintang, kemudian berfikir dan memutuskan berbagai hukum. Demikian juga halnya seorang ahli fikih dan pujangga. Begitu seterusnya, imajinasi dan karsa yg indah2 berjalan. Yang satu menggunakan tafakur sbg alat pukul, semacam lidi, sedangkan yg lain menggunakan alat bantu lain untuk merealisasikan.

Jika pintu sukma terbuka, ia akan tahu bagaimana cara bertafakur dg benar dan selanjutnya ia bisa memahami bagaimana merealisasikan apa yg diinginkan. Karena itu hati pun menjadi lapang, pikiran jadi terbuka dan daya potensial yang ada dalam diri akan lahir menjadi aksi (perbuatan) yg berkelanjutan dan tak mengenal lelah.

B. Memahami Ilmu Kasampurnaan.

Bahwa ilmu kasampurnaan itu ada 2 macam,

Pertama, diberikan melalui wahyu.

Apabila suksma manusia telah sempurna, niscaya akan sirna segala sesuatu yg dapat mengotori watak, seperti halnya sikap rakus dan impian semu. Sukma akan menghadap Sang Pencipta, merengkuh cintaNya dan berharap manfaat serta limpahan cahayaNya.

Allah akan menyambut sukma itu secara total. Tatapan Ketuhan memandanginya dan menjadikannya seperti papan. kemudian Allah akan menjadikan pena dari sukma sejati. Dan pena itu diukirkan ilmu pada papan tadi.

Sukma sejati laksana guru, sukma manusia suci ibarat sang murid. Sehingga dicapailah seluruh ilmu, dan padanya semua bentuk terukir tanpa proses belajar maupun berfikir. Dalilnya : “Dan Dialah yg mengajarkanmu apa2 yg tidak kamu ketahui” (QS. An-Nisa:213).

Ilmu para nabi lebih tinggi derajatnya dibandingkan ilmu mahluk2 yg lain. Karena ilmu tsb diperoleh langsung dari YME tanpa perantara. Kau bisa memahami dalam kisah para malaikat dg kanjeng Nabi Adam. Sepanjang usianya para malaikat terus belajar. Dan dg berbagi cara mereka berhasil mendapatkan banyak macam ilmu, sehingga mereka menjadi mahluk yg paling berilmu dan mahluk paling berpengetahuan.

Sementara itu Adam tidaklah tergolong ahli ngelmu karena ia tidak pernah belajar dan berjumpa dg seorang guru. Malaikat bangga dan dg besar hati mereka berkata:” padahal kami Senantisa bertasbih dg memuji Engkau dan mensucikan Engkau.” (QS. Al-Baqarah:30).

Kanjeng Nabi Adam kembali menuju Sang Pencipta. Lantas beberapa bagian dalam hati Kanjeng Nabi oleh Allah dikeluarkan ketika ia menghadap dan memohon pertolongan kepada Tuhan. Lalu Allah ajarkan seluruh nama benda. “Kemudian Dia mengemukakannya kepada para malaikat, lantas Allah berfirman: “Sebutkanlah kepadaku nama benda2 itu jika kamu memang orang yg benar” (QS. Al-Baqarah:31).

Ketahuilah, malaikat menjadi kerdil dihadapan Adam. Ilmu mereka menjadi terlihat sempit. Mereka tak bisa berbangga dab besar hati, justru yg ada hanya rasa tak berdaya. “Maha Suci Engkau, tidak ada yg kami ketahui selain dari apa yg Engkau ajarkan kpd kami” (QS. Al-Baqarah:32).

Maka kepada mereka Adam diberitahukan bbrp bagian ilmu dan hal2 yg masih tersembunyi. Akhirnya jelaslah bagi kaum berakal, bahwa ilmu gaib yg bersumber dari wahyu lebih kuat dan lebih sempurna dibandingkan ilmu yg diperoleh dg penglihatan langsung.

Ilmu yg diperoleh melalui wahyu merupakan warisan dari hak para nabi. Namun mulai masa Kanjeng Nabi Muhammad pintu wahyu telah ditutup oleh Allah. Sebab Muhammad adalah penutup para nabi. Dia mewakili sosok paling berilmu dan paling fasih dikalangan manusia. Allah telah mendidiknya dg budi pekertinya menjadi baik.

Ilmu Kasampurnaan Kedua, diberikan melalui Ilham

Disampaikan sebagai ilham yaitu peringatan sukma sejati terhadap sukma manusia berdasarkan kadar kejernihan, penerimaan dan daya kesiapannya. Ilham boleh dikatakan mengiringi wahyu. Kalau wahyu merupakan penegasan perkara gaib, maka ilham merupakan penjelasannya. Ilmu yg diperoleh dg wahyu itulah sejatinya ilmu kenabian, sedangkan yg diperoleh dg ilham itulah sejatinya ilmu kewalian.

Ilmu kewalian diperoleh secara langsung, tanpa perantara antara sukma dan Sang Pencipta. Ilmu Kasampurnaan itu laksana secercah cahaya dari alam gaib, yang datang menerpa hati yg jernih, hampa dan lembut.

Semua ilmu merupakan produk pengetahuan yg diperoleh dari sukma sejati yg terdapat dalam inti sangkan paraning dumadi dg menisbatkan pada RASA SEJATI, seperti penisbatan Siti Hawa kepada Kanjeng Nabi Adam.

Ketahuilah anakku, rasa sejati lebih mulia, lebih sempurna dan lebih kuat dari disisi Allah dibandingkan suksma sejati. Sedangkan suksma sejati lebih terhormat, lebih lembut dan lebih mulia dibandingkan mahluk2 lain.

Adapun ilham itu terlahir dari melimpahnya rasa sejati dan juga terlahir dari melimpahnya pancaran sinar suksma sejati. Jika wahyu menjadi perhiasan para nabi, maka ilham menjadi perhiasan para wali. Adapun ilmu yg diperoleh dari wahyu adalah sebagaimana suksma tanpa rasa atau wali tanpa nabi. Begitu pula ilham tanpa wahyu akan menjadi lemah. Ilmu akan menjadi kuat jika dinisbatkan kepada wahyu yg bersandar pada penglihatan ruhani. Itulah ilmu para nabi dan wali

Ketahuilah, ilmu yg diperoleh dg wahyu hanya khusus bagi para rasul, seperti diberikan kepada Adam, Musa, Ibrahim, Isa, Muhammad saw dan para rasul lain. Itulah yg menbedakan antara risalah dg nubuwwah .

Adapun nubuwwah adalah perolehan hakikat dari ilmu dan rasionalitas2 oleh suksma yg suci kepada orang2 yg mengambil manfaat. Barangkali perolehan semacam itu didapat salah satu suksma, tetapi ia tidak berkewajiban menyebarkannya karena suatu alasan dan oleh sebab2 tertentu.

Ilmu kasampurnaan menjadi milik seorang nabi dan wali, sebagaimana dimilki Khidir a.s. Hal itu terdapat pd dalil: “Dan yg telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami” (QS. Al-Kahfi:65).

Ingatlah ketika khalifah Ali berujar: “Kumasukan lisanku kemulutku, hingga terbukalah dihatiku seribu pintu ilmu, yg pada setiap pintu terdapat seribu pintu yg lain”. Dan ia berkata: “Andai kuletakkan bantal dan aku duduk diatasnya, niscaya aku akan mengambil putusan hukum bagi penganut Taurat berdasarkan Taurat mereka, bagi penganut Injil berdasarkan Injil mereka, dan bagi penganut al-Quran berdasarkan al-Quran mereka”.

Derajat seperti ini tidak bisa diterima dg melalui ilmu kemanungsa semata yg hanya dari pembelajaran insani. Pastilah seseorang yg telah mencapai derajat tsb telah dikarunia ilmu kasampurnaan.

Jika Allah menghendaki kebaikan pada dirimu, Dia akan menyingkap tabir atau hijab yg menhalangi dirimu dg suksma yg menjadi papan itu. Dg demikian, sebagian rahasia dari apa yg tersembunyi akan ditampakan pdmu. segenap makna yg terkandung didalam rahasia tsb akan terpahat pd suksmamu. Dan suksma itupun mengungkapkan sebagaimana engkau ingin karena dikehendakiNya..

Sejatinya, kearifan bisa lahir dari ilmu kasampurnaan. Selama engkau belum mencapai derajat atau tingkatan ini, engkau tidak akan menjadi seorang arif. Karena kearifan merupakan pemberian Hyang Widi.
Dalilnya : ” Allah menganugrahkan al-hikmah kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugerahi al-hikmah itu, ia benar2 telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang2 yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran ” (QS. Al-Baqarah:269).

Hal itu karena orang yg berhasil mencapai ilmu kasampurnaan tidak perlu lagi banyak berusaha memahami ilmu secara induktif dan berpayah-payah belajar. Orang yg demikian sedikit belajar, banyak mengajar, sedikit capai, banyak istirahat.

Ketahuilah anakku, setelah wahyu terputus dan sesudah pintu risalah ditutup, umat manusia tidak lagi membutuhkan kehadiran rasul atau utusan. Mereka tidak lagi memerlukan penampakan dakwah setelah penyempurnaan agama. Bukanlah termasuk kearifan menampakan nilai lebih tidak berdasarkan kebutuhan.

Pintu ilham itu tidak pernah ditutup. Pancaran cahaya suksma sejati tidak pernah terputus. Karena suksma terus membutuhkan arahan, pembaharuan dan peringatan. Umat manusia tidak memerlukan risalah dan dakwah, tetapi masih membutuhkan peringatan sebagai akibat dari tenggelamnya mereka pada rasa was-was dan terhanyut oleh gelombang syahwat.

Karena itu Allah menutup pintu wahyu sebagai pertanda bagi hamba-Nya dan membuka pintu ilham sebagai rahmat serta menyiapkan segala sesuatu menyusun tingkatan supaya mereka tahu bahwa Allah Maha Lembut kepada hamba-Nya, memberikan rezeki kepada siapa saja yg dikendaki tanpa perhitungan. Selesai sudah nasehatku tentang kawruh kesejatian yg kubeberkan padamu. Hendaklah engkau bisa menggunakan sebaik mungkin.

Dengan sikap takzim, Raden Paku ( Sunan Giri ) menerawang ke depan membayangkan wajah ayahandanya mengucapkan sendiri kata kata yg barusan dibacanya. Digengamnya erat lembaran lontar itu, lalu didekapkan didada serasa hendak menggoreskan makna dalam hatinya. Suatu makna dari nasehat orang suci yg tak lain adalah ayahandanya sendiri Syeh Wali Lanang / Syeh Awallul Islam ( Maulana Ishak ), lelaki suci keturunan manusia utama. (Warisdjati.blogspot.com)

Jumat, 08 Januari 2016

Hukum Menghadiahkan al-Fatihah

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Sebelumnya kita perlu memahami bahwa ditinjau dari bentuk pengorbanan hamba, ibadah dibagi menjadi 3,
Pertama, ibadah murni badaniyah, itulah semua ibadah yang modal utamanya gerakan fisik.

Seperti shalat, puasa, dzikir, adzan, membaca al-Quran, dst.

Kedua, ibadah murni maliyah. Semua ibadah yang pengorbanan utamanya harta.
Seperti zakat, infaq, sedekah, dst.
Ketiga, ibadah badaniyah maliyah. Gabungan antara ibadah fisik dan harta sebagai pendukung utamanya. Seperti jihad, haji atau umrah.
Ulama sepakat bahwa semua ibadah yang bisa diwakilkan, seperti ibadah maliyah atau yang dominan maliyah, seperti sedekah, atau haji, atau ibadah yang ditegaskan bisa diwakilkan, seperti puasa, maka semua bisa dihadiahkan kepada mayit.

Imam Zakariya al-Anshari mengatakan,

وينفعه أي الميت من وارث وغيره صدقة ودعاء، بالإجماع وغيره

Sedekah atau doa baik dari ahli waris maupun yang lainnya, bisa bermanfaat bagi mayit dengan sepakat ulama. (Fathul Wahhab, 2/31).

Keterangan lain disampaikan Ibnu Qudamah,

أما الدعاء والاستغفار والصدقة وقضاء الدين وأداء الواجبات فلا نعلم فيه خلافاً إذا كانت الواجبات مما يدخله النيابة
Doa, istighfar, sedekah, melunasi utang, menunaikan kewajiban (yang belum terlaksana), bisa sampai kepada mayit. Kami tidak tahu adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama, apabila kewajiban itu bisa diwakilkan. (as-Syarhul Kabir, 2/425).

Sementara itu, ulama berbeda pendapat untuk hukum mengirim pahala ibadah yang tidak bisa diwakilkan kepada mayit, seperti bacaan al-Quran. Kita akan sebutkan secara ringkas.

Pertama, madzhab hanafi.
Ulama hanafiyah menegaskan bahwa mengirim pahala bacaan al-Quran kepada mayit hukum dibolehkan. Pahalanya sampai kepada mayit, dan bisa bermanfaat bagi mayit. Dalam
Imam Ibnu Abil Izz – ulama Hanafiyah – menuliskan,

إن الثواب حق العامل، فإذا وهبه لأخيه المسلم لم يمنع من ذلك، كما لم يمنع من هبة ماله له في حياته، وإبرائه له منه بعد وفاته. وقد نبه الشارع بوصول ثواب الصوم على وصول ثواب القراءة ونحوها من العبادات البدنية

Sesungguhnya pahala adalah hak orang yang beramal. Ketika dia hibahkan pahala itu kepada saudaranya sesama muslim, tidak jadi masalah. Sebagaimana dia boleh menghibahkan hartanya kepada orang lain ketika masih hidup. Atau membebaskan tanggungan temannya muslim, yang telah meninggal.

Syariat telah menjelaskan pahala puasa bisa sampai kepada mayit, yang itu mengisyaratkan sampainya pahala bacaan al-Quran, atau ibadah badaniyah lainnya. (Syarh Aqidah Thahawiyah, 1/300).

Kedua, madzhab Malikiyah

Imam Malik menegaskan, bahwa menghadiahkan pahala amal kepada mayit hukumnya dilarang dan pahalanya tidak sampai, dan tidak bermanfaat bagi mayit. Sementara sebagian ulama malikiyah membolehkan dan pahalanya bisa bermanfaat bagi mayit.

Dalam Minah al-Jalil, al-Qarrafi membagi ibadah menjadi tiga,
Ibadah yang pahala dan manfaatnya dibatasi oleh Allah, hanya berlaku untuk pemiliknya. Dan Allah tidak menjadikannya bisa dipindahkan atau dihadiahkan kepada orang lain. Seperti iman, atau tauhid.

Ibadah yang disepakati ulama, pahalanya bisa dipindahkan dan dihadiahkan kepada orang lain, seperti ibadah maliyah.
Ibadah yang diperselisihkan ulama, apakah pahalanya bisa dihadiahkan kepada mayit ataukan tidak? Seperti bacaa al-Quran. Imam Malik dan Imam Syafii melarangnya. (Minan al-Jalil, 1/509).

Selanjutnya al-Qarrafi menyebutkan dirinya lebih menguatkan pendapat yang membolehkan. Beliau menyatakan,

فينبغي للإنسان أن لا يتركه، فلعل الحق هو الوصول، فإنه مغيب

Selayaknya orang tidak meninggalkannya. Bisa jadi yang benar, pahala itu sampai. Karena ini masalah ghaib. (Minan al-Jalil, 7/499).

Ada juga ulama malikiyah yang berpendapat bahwa menghadiahkan pahala bacaan al-Quran tidak sampai kepada mayit. Hanya saja, ketika yang hidup membaca al-Quran di dekat mayit atau di kuburan, maka mayit mendapatkan pahala mendengarkan bacaan al-Quran. Namun pendapat ini ditolak al-Qarrafi karena mayit tidak bisa lagi beramal. Karena kesempatan beramal telah putus (Inqitha’ at-Taklif). (Minan al-Jalil, 1/510).

Ketiga, Pendapat Syafiiyah
Pendapat yang masyhur dari Imam as-Syafii bahwa beliau melarang menghadiahkan bacaan al-Quran kepada mayit dan itu tidak sampai.

An-Nawawi mengatakan,

وأما قراءة القرآن، فالمشهور من مذهب الشافعي، أنه لا يصل ثوابها إلى الميت، وقال بعض أصحابه: يصل ثوابها إلى الميت

Untuk bacaan al-Quran, pendapat yang masyhur dalam madzhab as-Syafii, bahw aitu tidak sampai pahalanya kepada mayit. Sementara sebagian ulama syafiiyah mengatakan, pahalanya sampai kepada mayit. (Syarh Shahih Muslim, 1/90).

Salah satu ulama syafiiyah yang sangat tegas menyatakan bahwa itu tidak sampai adalah al-Hafidz Ibnu Katsir, penulis kitab tafsir.

Ketika menafsirkan firman Allah di surat an-Najm,

وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى

“Bahwa manusia tidak akan mendapatkan pahala kecuali dari apa yang telah dia amalkan.” (an-Najm: 39).

Kata Ibnu Katsir,

ومن وهذه الآية الكريمة استنبط الشافعي، رحمه الله، ومن اتبعه أن القراءة لا يصل إهداء ثوابها إلى الموتى؛ لأنه ليس من عملهم ولا كسبهم

“Dari ayat ini, Imam as-Syafii – rahimahullah – dan ulama yang mengikuti beliau menyimpulkan, bahwa menghadiahkan pahala bacaan al-Quran tidak sampai kepada mayit. Karena itu bukan bagian dari amal mayit maupun hasil kerja mereka. (Tafsir Ibnu Katsir, 7/465).

Selanjutnya, Ibnu Katsir menyebutkan beberapa dalil dan alasan yang mendukung pendapatnya.

Keempat, Pendapat Hambali
Dalam madzhab hambali, ada dua pendapat. Sebagian ulama hambali membolehkan dan sebagian melarang, sebagaimana yanng terjadi pada madzhan Malikiyah. Ada 3 pendapat ulama madzhab hambali dalam hal ini,
Boleh menghadiahkan pahala bacaan al-Quran kepada mayit dan itu bisa bermanfaat bagi mayit. Ini pendapat yang mayhur dari Imam Ahmad.

Tidak boleh menghadiahkan pahala bacaan al-Quran kepada mayit, meskipun jika ada orang yang mengirim pahala, itu bisa sampai dan bermanfaat bagi mayit. Al-Buhuti menyebut, ini pendapat mayoritas hambali.

Pahala tetap menjadi milik pembaca (yang hidup), hanya saja, rahmat bisa sampai ke mayit.
Al-Buhuti mengatakan,

وقال الأكثر لا يصل إلى الميت ثواب القراءة وإن ذلك لفاعله

Mayoritas hambali mengatakan, pahala bacaan al-Quran tidak sampai kepada mayit, dan itu milik orang yang beramal. (Kasyaf al-Qana’, 2/147).

Sementara Ibnu Qudamah mengatakan,

وأي قربة فعلها وجعل ثوابها للميت المسلم نفعه ذلك

Ibadah apapun yang dikerjakan dan pahalanya dihadiahkan untuk mayit yang muslim, maka dia bisa mendapatkan manfaatnya. (as-Syarhul Kabir, 2/425).

Ibnu Qudamah juga menyebutkan pendapat ketiga dalam madzhab hambali,

وقال بعضهم إذا قرئ القرآن عند الميت أو اهدي إليه ثوابه كان الثواب لقارئه ويكون الميت كأنه حاضرها فترجى له الرحمة

Ada sebagian ulama hambali mengatakan, jika seseorang membaca al-Quran di dekat mayit, atau menghadiahkan pahala untuknya, maka pahala tetap menjadi milik yang membaca, sementara posisi mayit seperti orang yang hadir di tempat bacaan al-Quran. Sehingga diharapkan dia mendapat rahmat. (as-Syarhul Kabir, 2/426).

Menimbang Pendapat

Seperti yang disampaikan al-Qarrafi, bahwa kajian masalah ini termasuk pembahasan masalah ghaib. Tidak ada yang tahu sampainya pahala itu kepada mayit, selain Allah. Kecuali untuk amal yang ditegaskan dalam dalil, bahwa itu bisa sampai kepada mayit, seperti doa, permohonan ampunan, sedekah, bayar utang zakat, atau utang sesama mannusia, haji, dan puasa.

Sementara bacaan al-Quran, tidak ada dalil tegas tentang itu. Ulama yang membolehkan mengirimkan pahala bacaan al-Quran kepada mayit mengqiyaskan (analogi) bacaan al-Quran dengan puasa dan haji. Sehingga kita berharap pahala itu sampai, sebagaimana pahala puasa bisa sampai.

Sementara ulama yang melarang beralasan, itu ghaib dan tidak ada dalil. Jika itu bisa sampai, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat akan sibuk mengirim pahala bacaan al-Quran untuk keluaganya yang telah meninggal dunia.

Beberapa keluarga tercinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti Khadijah, Hamzah, Zainab bintu Khuzaimah (istri beliau), semua putra beliau, Qosim, Ibrahim, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Zainab, mereka meninggal sebelum wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun tidak dijumpai riwayat, beliau menghadiahkan pahala bacaan al-Quran untuk mereka.

Saran

Melihat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang masalah menghadiahkan pahala amal badaniyah kepada mayit, kita bisa menegaskan bahwa masalah ini termasuk masalah ikhtilaf ijtihadiyah fiqhiyah, dan bukan masalah aqidah manhajiyah (prinsip beragama). Sehingga berlaku kaidah, siapa yang ijtihadnya benar maka dia mendapatkan dua pahala dan siapa yang ijtihadnya salah, mendapat satu pahala.

Dari ‘Amru bin Al-‘Aash radliyallaahu ‘anhu: Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ فَأَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ فَأَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ وَاحِدٌ.

“Apabila seorang hakim menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan benar, baginya dua pahala. Dan apabila ia menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan keliru, baginya satu pahala”. (HR. Bukhari 7352 & Muslim 4584)

Kaitannya dengan ini, ada satu sikap yang perlu kita bangun, ketika kita bersinggungan dengan masalah yang termasuk dalam ranah ijtihadiyah fiqhiyah, yaitu mengedepankan sikap dewasa, toleransi dan tidak menjatuhkan vonis kesesatan. Baik yang berpendapat boleh maupun yang berpendapat melarang.

Masing-masing boleh menyampaikan pendapatnya berdasarkan alasan dan dalil yang mendukungnya. Sekaligus mengkritik pendapat yang tidak sesuai dengannya. Sampai batas ini dibolehkan.

Dan perlu dibedakan antara mengkritik dengan menilai sesat orang yang lain pendapat. Dalam masalah ijtihadiyah, mengkritik atau mengkritisi pendapat orang lain yang beda, selama dalam koridor ilmiyah, diperbolehkan. Kita bisa lihat bagaiamana ulama yang menyampaikan pendapatnya, beliau sekaligus mengkritik pendapat lain. Namun tidak sampai menyesatkan tokoh yang pendapatnya berbeda dengannya.

Terkadang, orang yang kurang dewasa, tidak siap dikritik, menganggap bahwa kritik pendapatnya sama dengan menilai sesat dirinya. Dan ini tidak benar.
Allahu a’lam.

oleh Ustadz Ammi Nur Baits
Sumber : Konsultasi Syariah

Sabtu, 12 Desember 2015

Belajar dari Ban

Seorang Anak Baru Gede (ABG) Memperhatikan Ayahnya yang sedang mengganti ban mobil miliknya.

Dengan rasa Penasaran anaknya berkata: "Ayah, mengapa ayah mau repot2 mengerjakan ini dan tidak memanggil orang bengkel saja untuk mengerjakannya?"

Sang ayah tersenyum, seraya meminta anaknya duduk lebih dekat, ia berkata: "Sini nak, mari kita perhatikan ban ini." 

"Ada 6 hal tentang ban yg bisa kita pelajari untuk hidup kita," ujar sang ayah.
"Hah, belajar dari ban ?" timpal anaknya dengan kening berkerut.
"Kalau bisa belajar dari ban, lalu lebih pintar mana ban ini dengan guru disekolah?" tambah anaknya.
"Ya, tentu saja, Gurumu lebih pintar, nak," jawab ayahnya sambil tersenyum.

Tapi mari kita perhatikan ban ini dengan segala sifatnya:

1. Ban selalu konsisten bentuknya yang BUNDAR.


Apakah dia dipasang di sepeda, motor atau mobilmu, bahkan pesawat terbang, ban tidak pernah berubah, tetap bentuknya bundar. Tidak akan pernah berbentuk segitiga ataupun segiempat.

"Benar juga, ya, Yah..."Lalu pelajaran yang kedua apa tuh yah.." tanya anaknya dengan lebih serius mendengarkan.




2. Ban selalu mengalami kejadian terberat.


Perhatikan betapa ban akan selalu mengalami kejadian terberat. Ketika melewati jalan berlubang, dia merasakan. Saat melewati aspal panas dia juga yg merasakan. Ketika ada banjir,ban juga yg harus mengalami langsung.  Bahkan ketika melindas kotoran hewan/bangkai hewan dijalan, yang tidak dilihat oleh sipengemudi,
siapa yg pertama kali merasakannya coba?
Ya, pasti ban dong, Yah?" jawab sang anak seraya menanyakan pelajaran ketiga dari ban..

3. Ban selalu menanggung beban terberat.


"Kau tahu nak, ban lah yang selalu menanggung beban terberat. Baik ketika sedang berhenti, apalagi sedang berjalan. Baik dalam kondisi tanpa penumpang, maupun ketika sarat dengan barang."
Si anak pun mengangguk-ngangguk menandakan persetujuannya.
"Lalu yang keempat, yah?" tanya anaknya.





4. Ban selalu senang bekerja sama.


Ban tak pernah sombong, tidak pernah menolak atau berat hati untuk memenuhi permintaan pihak lain.
Artinya ban selalu koperatif dan senang bekerja sama.
Perhatikan ketika pedal rem memerintahkannya berhenti, maka dia seketika berhenti. Ketika pedal gas menyuruhnya lebih cepat, diapun taat dan dengan serta merta langsung melesat. "Bayangkan, nak, jika ban tak suka kerjasama alias membangkang? Saat direm malah ngebut dan saat digas malah berhenti, coba apa yang akan terjadi?
"Wow Benar jg ya Yah, betapa ban patuh pada tuannya,"
puji sang anak.


5. Ban rendah hati dan tak mau menonjolkan diri.


BAN adalah contoh sifat rendah hati yang paling sejati. Meski banyak hal penting yang dilakukannya, namun dia tetap patuh, tunduk, rendah hati dan tak ada sedikitpun untuk menonjolkan diri.
Dia biarkan orang2 memuji bagian mobil lainnya, bukan dirinya. 
"Emmmhh, ,maksud ayah ?"tanya si anak agak bingung.
"Iyah, coba saja kamu ingat kan waktu kita ke pameran mobil tahun lalu?" tanya Ayahnya.
"Wah, ingat dong Yah, kita mencoba masuk ke beberapa mobil kan?" kata  si Anak.
"Perhatikan saja betapa para pengunjung  di show room atau pameran mobil,  lebih mengagumi bentuk body mobilnya kan, lalu ketika mencoba masuk kedalamnya, yg menerima pujian berikutnya adalah interior mobil itu. Mulai dari dashboardnya, joknya, AC-nya dan berbagai variasi di dalamnya.

Jarang sekali orang yg memperhatikan ban apalagi sampai memuji ban. Malah yang mendapat perhatian adalah velg-nya. Padahal semua kemewahan, keindahan, kehebatan mobil, tak akan berarti apa2 kalau tak ada bannya atau bannya kempes atau bocor.
"Wah betul itu, Yah.  aku sendiri selalu lebih suka menikmati kenyamanan duduk di joknya yah hehehe..." ujar anaknya sambil tersenyum puas.
"Dan yang terakhir," kata si Ayah.

6. Tanpa Ban Kendaraan Tak Akan Berarti

"Tentu saja tanpa ban, betapa bagus dan hebatnya kendaraan yang kamu miliki, atau betapa canggihnya pesawat yang kita naiki, maka jika tanpa ban semuanya menjadi sia-sia, kita tak akan bisa kemana-mana." jelas Ayah.
"Jadi pelajaran yang bisa kamu petik. Saat kamu dewasa kelak, meski kamu menghadapi banyak masalah dan beban hidup yang berat, hendaknya tetap diemban dengan penuh keikhlasan dan tanggung jawab. Sebagaimana tanggung jawab yang dibebankan pada keberadaan ban.


Tetaplah kamu konsisten dengan kebaikan yg kamu berikan, tetaplah koperatif, mau bekerja sama dengan orang lain. Jangan sombong dan merasa hebat sendiri. Dan yang terpenting tetaplah menjadi penggerak atau inovator yang rendah hati, bermanfaat bagi orang lain dan tahan bantingan menghadapi kendala dimanapun kamu berada.

"Itulah yang Ayah maksud dengan hal2 yang bisa kita pelajari dari ban untuk hidup kita." tutur Ayahnya seraya menutup kisahnya. (sumber:kaskus, diedit ulang).

Senin, 30 November 2015

Kiat Sukses Berinvestasi Properti

Terjun ke bisnis properti membutuhkan kejelian. Anda bisa mendapatkan keuntungan yang menggiurkan, tetapi Anda juga bisa merugi jika salah menginvestasikan properti. Lantas, apa saja yang perlu diperhatikan jika ingin menjadi investor properti yang sukses? Berikut ini simak tips-tipsnya.

1. Anda harus untung saat membeli properti


Maksudnya, Anda harus bisa memiliki kemampuan untuk menilai apakah harga suatu properti kemahalan atau nantinya bisa menguntungkan Anda. Contohnnya, harga pasaran suatu apartemen adalah Rp 1 miliar, tetapi Anda berhasil membelinya dengan harga hanya Rp 800 juta. Setelah itu, Anda menjualnya kembali dengan harga Rp 1 miliar. Berarti Anda mendapatkan untung Rp 200 juta.

2. Cari properti yang benar-benar ingin dijual

Banyak iklan penjualan properti, tetapi ternyata pemiliknya kurang serius menjualnya karena merasa tidak terlalu mendesak jika propertinya laku terjual. Hal ini hanya akan menghabiskan waktu Anda dan Anda pun kesulitan membeli properti tersebut dengan harga yang bisa menguntungkan Anda.

3. Pilihlah berdasarkan keuntungan transaksi yang bisa Anda dapatkan

Sebagus apapun suatu properti, tetapi jika kurang menghasilkan arus kas yang positif, maka jangan mau menginvestasikan uang Anda untuk membeli properti tersebut.

4. Hindari menyebutkan angka penawaran terlebih dahulu saat mulai bernegosiasi

Biarkan penjual properti yang menawarkan harga jual terlebih dahulu, baru setelah itu Anda mengajukan harga penawaran.

5. Bisnis properti dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro

Ada kalanya bisnis ini meningkat, tapi ada kalanya siklus properti menurun. Untuk itu, terjun ke dunia properti adalah suatu keputusan yang harus serius, bukan karena ikut-ikutan sehingga Anda bisa tetap bertahan menghadapi siklus properti yang mungkin terjadi.

6. Harga properti biasanya selalu naik tiap tahun 

Semakin lama Anda menahannya, maka semakin banyak keuntungan yang bisa Anda peroleh saat menjualnya. (Detikfinance/detik.com)

Rabu, 11 November 2015

Kaidah Membaca Al-Qur'an

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Al-Qur’an adalah kalamullah Ta’ala. Kalam-Nya secara hakiki yang diturunkan melalui Malaikat Jibril yang terpercaya kepada Nabi Muhammad saw. Allah berbicara dengannya secara hakiki, bukan kata-kata hati atau yang selainnya. Contoh: Allah Ta’ala berfirman dalam salah satu ayat Al-Qur'an:

وَإِنۡ أَحَدٌ۬ مِّنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ٱسۡتَجَارَكَ فَأَجِرۡهُ حَتَّىٰ يَسۡمَعَ كَلَـٰمَ ٱللَّهِ


Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah,... (Q.S. At-Taubah: 6).
Tilawah/membaca Al-Qura’an wajib atas setiap Muslim, sebagaimana firman Allah Ta’ala: yang artinya: "... karena itu bacalah apa yang mudah [bagimu] dari Al Qur’an....:" (Q.S. Al-Muzammil: 20). Membaca Al-Qur’an sesuai adab akan mendapat berkah dari bacaannya serta meraih pahala yang sempurna.

1. Beberapa Adab Membaca Al-Qur'an 

1. Niat yang Benar

Maksudnya adalah ikhlas karena Allah Ta'ala semata. Karena Allah telah bersabda:

...... وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ 

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam [menjalankan] agama dengan lurus..(Q.S. Al-Bayyinah: 5)
Rasulullah saw. juga telah bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلَ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ"

Sesungguhnya Allah Ta'ala tidak menerima suatu amal kecuali yang dilakukan dengan ikhlas semata-mata mengharapkan wajah-Nya." [1]
2. Mengharapkan Pahala
Rasulullah saw. bersabda:

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ"

Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitabullah, maka baginya satu kebaikan. Setiap kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif laam miim satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan miim satu huruf." [2]

3. Membaca al-Qur’an dalam Keadaan Suci
Pahala menjadi lebih sempurna apabila seseorang membaca al-Qur'an dalam keadaan bersuci. Meskipun demikian, ia juga boleh membaca al-Qur'an tanpa berwudhu' jika ia membacanya dengan hafalan.

4. Bersuci ketika Hendak Menyentuh Mus-haf al-Qur’an
Nabi saw. bersabda:

لاَ تَمُسُّ القُرْآن إِلاَّ وَأَنْتَ طَاهِرٌ"

Janganlah menyentuh al-Qur'an kecuali dalam keadaan bersuci." [3]
Adapun menyentuh al-Qur'an tanpa berwudhu, terdapat perbedaan pendapat tentang hukumnya. Untuk kehati-hatian hendaknya berwudhu' ketika ingin menyentuh mushaf al-Qur'an. Mayoritas ulama mensyaratkan hal ini, meskipun ada sebagian ulama yang berpendapat bolehnya menyentuh mushaf tanpa berwudhu'.

5. Menghadap Kiblat
Boleh juga membaca al-Qur’an tanpa menghadap kiblat, tidak ada salahnya. Namun, menghadap kiblat lebih mendorong untuk khusu’ dan lebih utama daripada tidak menghadap kearahnya.

6. Membaca al-Qur’an dengan Duduk.
Maksudnya adalah untuk lebih menghormati kitabullah Ta’ala dan mengagungkan sya’ir-sya’irnya’ Jika seseorang membacanya dengan berdiri atau sambil berjalan, hal itu juga diblolehkan. Sebab Rasulullah saw. Selalu berdzikir kepada Allah dalam setiap keadaan.

7. Bersiwak 

Tujuannya adalah untuk mengharumka bau mulut yang keluar darinya kalamullah Ta’ala. Dalam sebuah hadits Nabi saw. Bersabda: “Jika salah seorang dari kalian melakukan shalat malam, maka bersiwaklah. Sesungguhnya apabila salah seorag dari kalian membaca dalam shalatnya, maka Malaikat meletakkan mulutnya pada mulut orang tersebut. Tidaklah keluar sesuatu (bacaan al-Qur’an) dari mulutnya, melainkan akan masuk ke mulut Malaikat.” [4].

8. Membaca Secara Tartil
Tartil maksudnya adalah membaca secara perlahan-lahan (tidak terburu-buru), membetulkan lafadz dan huruf-hurufnya, serta menjaga hukum-hukum tilawah.
Allah Ta’ala berfirman:

وَرَتِّلِ ٱلۡقُرۡءَانَ تَرۡتِيلاً ... Dan bacalah Al Qur’an itu dengan perlahan-lahan..... (Q.S.Al-Muzammil: 4) .

يَتۡلُونَهُ ۥ حَقَّ تِلَاوَتِهِۦۤ....mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya....,(Q.S.Al-Baqarah:121)

9. Membaguskan Suara Saat Membaca al-Qur’an
Nabi saw. Bersabda:

زَيِّنُوْا اْلقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ فَإِنَّ الصَّوْتَ الْحَسَنَ يَزِيْدُ اْلقُرْآنَ حَسَنًا
“Hiasilah al-Qur’an dengan suara kalian. Sesungguhnya suara yang bagus menambah bagus al-Qur’an”[5]. Beliau saw. Juga bersabda:

مَا أَذِنَ اللهُ بِشَيْءٍ مَا أَذِنَ لِنَبِيِّ حُسْنَ الصَّوْتِ يَتَغَنَّى بِالْقُرْآنِ يُجْهِرُ بِهِ

“Tidaklah Allah mendengarkan sesuatu seperti mendengarkan seorang Nabi yang bersuara merdu ketika membaca al-Qur’an dan mengeraskannya.”[6].

10. Menampakkan Rasa Sedih dan Khusyu’
Yakni berusaha untuk semampunya sedih dan khusyu’, bukan riya dan sum’ah serta bukan untuk dilihat orang lain. Sebab, perbuatan tersebut merupakan riya’, bahkan syirik yang dapat menghancurkan amal. Nabi saw. Bersabda:

إِنَّ أَحْسَنَ النَّاسِ قِرَاءَةً : الَّذِي إِذَا قَرَأَ رَأَيْتَ أَنَّهُ يَخْشَى اللهَ”

Orang yang paling baik bacaan al-Qur’annya adalah yang jika ia membaca engkau melihatnya takut kepada Allah.” [7].

11. Menangis atau Menampakkan Seolah-olah Menangis
Selayaknya bagi seorang qaari’ untuk menangis semampunya ketiak ia membaca kalamullah Ta’ala. Jika ia tidak mampu, maka tunjukkan sikap seolah-olah ia menangis, yaitu berusaha menangis.

Allah Ta’ala berfirman: 

إِنَّ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ مِن قَبۡلِهِۦۤ إِذَا يُتۡلَىٰ عَلَيۡہِمۡ يَخِرُّونَ لِلۡأَذۡقَانِ سُجَّدً۬ا (١٠٧) وَيَقُولُونَ سُبۡحَـٰنَ رَبِّنَآ إِن كَانَ وَعۡدُ رَبِّنَا لَمَفۡعُولاً۬ (١٠٨) وَيَخِرُّونَ لِلۡأَذۡقَانِيَبۡكُونَ وَيَزِيدُهُمۡ خُشُوعً۬ا
Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, (107) dan mereka berkata: "Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi". (108) Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.(109) (Q.S. al-Isra’: 107-109).

Tangisan itu merupakan bukti hadirnya hati ketika membaca al-Qur’an.
12. Tadabbur (Menghayati) dan Tafakkur (Merenungi Maknanya)
Yakni mengambil faedah dari bacaan al-Qur’annya, kemudian merenungkannya.
Allah Ta’ala berfirman:

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلۡقُرۡءَانَ أَمۡ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقۡفَالُهَآ

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an ataukah hati mereka terkunci? (Q.S.Muhammad: 24).

13. Memohon Rahmat, meminta Perlindungn Diri, dan Sejenisnya
Disebutkan bahwasanya apabila Nabi saw. Membaca ayat berisi ancaman, maka beliau berlindung darinya; apabila membaca ayat yang berisi rahmat, beliaupun memohonnya; dan apabila membaca ayat yang berisi pensucian Allah, beliau saw bertasbih.

14. Membaca denga Lisan Disertai Kehadiran Hati
Al-Qur’an merupakan jenis dzikir yang paling afdhal dan paling tinggi secara mutlak, karena itu bacalah al-Qur’an dengan hati dan lisan, hingga anggota badan ini turut berdzikir kepada Allah Ta’ala.

15. Memanjangkan Suara Saat Membaca (Sesuai Tajwid)
Ini akan membantu mentadaburi dan memikirkannya, serta menjauhkan kita dari sikap tergesa-gesa ketika membaca Al-Qur’an. Dikatakan dalam sebuah hadits, bahwa Nabi saw. Memanjangkan suara beliau ketika membaca al-Qur’an. [8].

16. Tidak Berlebihan Ketika Membaca al-Qur’an
Seseorang yang terlalu memaksakan diri dalam membaca, ia membuka mulut lebar-lebar dan berlebih-lebihan dalam mempraktikan hukum-hukum bacaan (menurut anggapannya), maka rusaklah bacaannya, disamping berat bagi orang yang mendengarnya.

17. Tidak Menghatamkan al-Qur’an Kurang dari Tiga Hari
Nabi saw. Pernah bersabda kepada Ibu ‘Amr r.a.

اقْرَإِ القُرْآنَ فِي كُلِّ شَهْرٍ.... .لَا يَفْقَهُ مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فِي أَقَلَّ مِنْ ثَلَاثٍ 

 “Khatamkan al-Qur’an dalam setiap bulan... tidak akan dapat memahaminya orang yang menghatamkannya kurang dari tiga hari.” [9]. Diriwayatkan juga dari Rasulullah saw. Bahwasanya beliau tidak pernah menghatamkan al-Qur’an kurang dari tiga hari.”[10].

18. Menjaga al-Qur’an dengan Selalu Membacanya
Rasulullah saw. Bersabda:

تَعَاهَدُوا هَذَا الْقُرْآنَ فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَهُوَ أَشَدُّ تَفَلُّتًا مِنْ الْإِبِلِ فِي عُقُلِهَا“

Ulang-ulangilah (hafalan) al-Qur’an. Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya al-Qur’an itu lebih cepat hilang dari hati manusia daripada unta yang terlepas dari ikatannya.” [11].

19. Mengamalkan al-Qur’an
Pada dasarnya al-Qur’an diturunkan untuk diamalkan. Oleh sebab itu, barangsiapa membaca al-Qur’an namun tidak mengamalkannya, berarti ia telah meninggalkan al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman:

... مَثَلُ ٱلَّذِينَ حُمِّلُواْ ٱلتَّوۡرَٮٰةَ ثُمَّ لَمۡ يَحۡمِلُوهَا كَمَثَلِ ٱلۡحِمَارِ يَحۡمِلُ أَسۡفَارَۢا‌ۚ 

Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya [1] adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal... (Q.S.Al-Jumu’ah: 5).

20. Berkumpul untuk Membaca al-Qur’an dan Mempelajarinya
Nabi saw. Bersabda:

ما اجتمع قوم في بيت من بيوت الله يتلون كتاب الله ويتدارسونه بينهم إلا نزلت عليهم السكينة ، وغشيتهم الرحمة وحفتهم الملائكة وذكرهم الله فيمن عنده 

“Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah diantara rumah-rumah Allah, membaca kitabullah, dan mempelajarinya diantara mereka kecuali akan turun kepada mereka sakinah (ketenangan), mereka dinaungi rahmat, dikelilingi para malaikat, dan Allah memuji mereka di hadapan para Malaikat yang ada di sisi-Nya.”[12].

21. Membubarkan Diri Jika Terjadi Perselisihan Tentang al-Qur’an
Rasulullah saw bersabda:

اِقْرَأُوْا الْقُرْآنَ مَا ائْتَلَفَتْ عَلَيْهِ قُلُوْبُكُمْ فَإِذَا اخْتَلَفْتُمْ فَقُوْمُوْا عَنْهُ“

Bacalah al-Qur’an yang akan menyatukan hati-hati kalian. Jika kalian berselisih, maka bubarlah.”[13].

22. Tidak Mencari Dunia dengan al-Qur’an
Rasulullah saw. Bersabda: "Bacalah al-Qur’an, amalkanlah, jangan kalian remehkan dan berlebih-lebihan di dalamnya, serta jangan mencari makan dan memperbanyak kekayaan dengannya.”[14].

23. Mengambil Sikap Pertengahan Antara Berlebihan dan Meremehkan
Maksudnya pertengahan dalam hal jumlah bacaan maupun tata caranya. Jika berlebihan dikhawatirkan akan bosan dan terputus (berhenti membaca lagi), sementara jika meremehkan, dikhawatirkan akan mendapat akibat buruk berupa terputus (ketidakpedulian) dari kitabullah Ta’ala.
Rasulullah saw. Bersabda:

أَحَبُّ الأَْعْمَال إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَل

“Amal yang paling disukai oleh Allah adalah yang dilakukan secara berkesinambungan meskipun sedikit.”[15].

24. Memperbanyak Membaca Surat-Surat yang Telah Disebutkan Keutamaannya.
Diantaranya: surat al-Baqarah, Ali-‘Imran, al-Kahfi, Bani Israil (al-Isra’), az-Zumar, Tabaarak (al-Mulk), al-Falaq, an-Nas, dan sebagainya.

2. Ayat-Ayat (Dalil) Tentang Al-Qur'an (I)

1. Al-Qur'an petunjuk bagi orang yang bertaqwa.

(2) Al-Baqarah 1-5,23-24 89-91,97,105-106,151, 185

الٓمٓ (١) ذَٲلِكَ ٱلۡڪِتَـٰبُ لَا رَيۡبَ‌ۛ فِيهِ‌ۛ هُدً۬ى لِّلۡمُتَّقِينَ (٢) ٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡغَيۡبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقۡنَـٰهُمۡ يُنفِقُونَ (٣) وَٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبۡلِكَ وَبِٱلۡأَخِرَةِ هُمۡ يُوقِنُونَ (٤) أُوْلَـٰٓٮِٕكَ عَلَىٰ هُدً۬ى مِّن رَّبِّهِمۡ‌ۖ وَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ 

Alif laam miim. (1) Kitab [Al Qur’an] ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (2) [yaitu] mereka yang beriman kepada yang ghaib yang mendirikan shalatdan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, (3) dan mereka yang beriman kepada Kitab [Al Qur’an] yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu serta mereka yakin akan adanya [kehidupan] akhirat . (4) Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung (5)

2. Tantangan membuat satu surat semisal Al-Qur'an

وَإِن ڪُنتُمۡ فِى رَيۡبٍ۬ مِّمَّا نَزَّلۡنَا عَلَىٰ عَبۡدِنَا فَأۡتُواْ بِسُورَةٍ۬ مِّن مِّثۡلِهِۦ وَٱدۡعُواْ شُهَدَآءَكُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمۡ صَـٰدِقِينَ (٢٣) فَإِن لَّمۡ تَفۡعَلُواْ وَلَن تَفۡعَلُواْ فَٱتَّقُواْ ٱلنَّارَ ٱلَّتِى وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ‌ۖ أُعِدَّتۡ لِلۡكَـٰفِرِينَ

Dan jika kamu [tetap] dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami [Muhammad], buatlah satu surat [saja] yang semisal Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (23) Maka jika kamu tidak dapat membuat [nya] dan pasti kamu tidak akan dapat membuat [nya], peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. (24).

3. Orang kafir ingkar janji

وَلَمَّا جَآءَهُمۡ كِتَـٰبٌ۬ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِ مُصَدِّقٌ۬ لِّمَا مَعَهُمۡ وَكَانُواْ مِن قَبۡلُ يَسۡتَفۡتِحُونَ عَلَى ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ فَلَمَّا جَآءَهُم مَّا عَرَفُواْ ڪَفَرُواْ بِهِۦ‌ۚ فَلَعۡنَةُ ٱللَّهِ عَلَى ٱلۡكَـٰفِرِينَ (٨٩) بِئۡسَمَا ٱشۡتَرَوۡاْ بِهِۦۤ أَنفُسَهُمۡ أَن يَڪۡفُرُواْ بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ بَغۡيًا أَن يُنَزِّلَ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦ عَلَىٰ مَن يَشَآءُ مِنۡ عِبَادِهِۦ‌ۖ فَبَآءُو بِغَضَبٍ عَلَىٰ غَضَبٍ۬‌ۚ وَلِلۡكَـٰفِرِينَ عَذَابٌ۬ مُّهِينٌ۬ (٩٠) وَإِذَا قِيلَ لَهُمۡ ءَامِنُواْ بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ قَالُواْ نُؤۡمِنُ بِمَآ أُنزِلَ عَلَيۡنَا وَيَكۡفُرُونَ بِمَا وَرَآءَهُ ۥ وَهُوَ ٱلۡحَقُّ 
مُصَدِّقً۬ا لِّمَا مَعَهُمۡ‌ۗ قُلۡ فَلِمَ تَقۡتُلُونَ أَنۢبِيَآءَ ٱللَّهِ مِن قَبۡلُ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ 

Dan setelah datang kepada mereka Al Qur’an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka , padahal sebelumnya mereka biasa memohon [kedatangan Nabi] untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la’nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu. (89) Alangkah buruknya [perbuatan] mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka mendapat murka sesudah [mendapat] kemurkaan . Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan. (90) Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kepada Al Qur’an yang diturunkan Allah", mereka berkata: "Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami". Dan mereka kafir kepada Al Qur’an yang diturunkan sesudahnya, sedang Al Qur’an itu adalah [Kitab] yang hak; yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah: "Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman?"(91).

4. Kecaman untuk pembenci Jibril

قُلۡ مَن كَانَ عَدُوًّ۬ا لِّجِبۡرِيلَ فَإِنَّهُ ۥ نَزَّلَهُ ۥ عَلَىٰ قَلۡبِكَ بِإِذۡنِ ٱللَّهِ مُصَدِّقً۬ا لِّمَا بَيۡنَ يَدَيۡهِ وَهُدً۬ى وَبُشۡرَىٰ لِلۡمُؤۡمِنِينَ

Katakanlah: Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya [Al Qur’an] ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa [kitab-kitab] yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. (97).

5. Rahmat dan karunia itu hak Allah

مَّا يَوَدُّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَـٰبِ وَلَا ٱلۡمُشۡرِكِينَ أَن يُنَزَّلَ عَلَيۡڪُم مِّنۡ خَيۡرٍ۬ مِّن رَّبِّڪُمۡ‌ۗ وَٱللَّهُ يَخۡتَصُّ بِرَحۡمَتِهِۦ مَن يَشَآءُ‌ۚ وَٱللَّهُ ذُو ٱلۡفَضۡلِ ٱلۡعَظِيمِ (١٠٥) ۞ مَا نَنسَخۡ مِنۡ ءَايَةٍ أَوۡ نُنسِهَا نَأۡتِ بِخَيۡرٍ۬ مِّنۡہَآ أَوۡ مِثۡلِهَآ‌ۗ أَلَمۡ تَعۡلَمۡ أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىۡءٍ۬ قَدِيرٌ

Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. Dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya [untuk diberi] rahmat-Nya [kenabian]; dan Allah mempunyai karunia yang besar. (105) Ayat mana saja [1] yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan [manusia] lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? (106).

6. Tugas seorang Rasul

كَمَآ أَرۡسَلۡنَا فِيڪُمۡ رَسُولاً۬ مِّنڪُمۡ يَتۡلُواْ عَلَيۡكُمۡ ءَايَـٰتِنَا وَيُزَكِّيڪُمۡ وَيُعَلِّمُڪُمُ ٱلۡكِتَـٰبَ وَٱلۡحِڪۡمَةَ وَيُعَلِّمُكُم مَّا لَمۡ تَكُونُواْ تَعۡلَمُونَ 
Sebagaimana [Kami telah menyempurnakan ni’mat Kami kepadamu] Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah [As Sunnah], serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (151).

7. Nuzulul Qur'an

شَہۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدً۬ى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَـٰتٍ۬ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِ‌ۚ فَمَن شَہِدَ مِنكُمُ ٱلشَّہۡرَ فَلۡيَصُمۡهُ‌ۖ وَمَن ڪَانَ مَرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٍ۬ فَعِدَّةٌ۬ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَ‌ۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِڪُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِڪُمُ ٱلۡعُسۡرَ وَلِتُڪۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُڪَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَٮٰكُمۡ وَلَعَلَّڪُمۡ تَشۡكُرُونَ

[Beberapa hari yang ditentukan itu ialah] bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan [permulaan] Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda [antara yang hak dan yang bathil]. Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir [di negeri tempat tinggalnya] di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan [lalu ia berbuka], maka [wajiblah baginya berpuasa], sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari- hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (185).

8. Al-Qur'an membenarkan kitab yang sebelumnya
(3) Ali-Imran 3-4, 7, 23, 78, 138, 164

نَزَّلَ عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَـٰبَ بِٱلۡحَقِّ مُصَدِّقً۬ا لِّمَا بَيۡنَ يَدَيۡهِ وَأَنزَلَ ٱلتَّوۡرَٮٰةَ وَٱلۡإِنجِيلَ (٣) مِن قَبۡلُ هُدً۬ى لِّلنَّاسِ وَأَنزَلَ ٱلۡفُرۡقَانَ‌ۗ إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بِـَٔايَـٰتِ ٱللَّهِ لَهُمۡ عَذَابٌ۬ شَدِيدٌ۬‌ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ۬ ذُو ٱنتِقَامٍ

Dia menurunkan Al Kitab [Al Qur’an] kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil, (3) sebelum [Al Qur’an], menjadi petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan Al Furqaan. Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan Allah Maha Perkasa lagi mempunyai balasan [siksa]. (4).

9. Al-Qur'an berisi ayat muhkam dan mutasyabihat

هُوَ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَـٰبَ مِنۡهُ ءَايَـٰتٌ۬ مُّحۡكَمَـٰتٌ هُنَّ أُمُّ ٱلۡكِتَـٰبِ وَأُخَرُ مُتَشَـٰبِهَـٰتٌ۬‌ۖ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِى قُلُوبِهِمۡ زَيۡغٌ۬ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَـٰبَهَ مِنۡهُ ٱبۡتِغَآءَ ٱلۡفِتۡنَةِ وَٱبۡتِغَآءَ تَأۡوِيلِهِۦ‌ۗ وَمَا يَعۡلَمُ تَأۡوِيلَهُ ۥۤ إِلَّا ٱللَّهُ‌ۗ وَٱلرَّٲسِخُونَ فِى ٱلۡعِلۡمِ يَقُولُونَ ءَامَنَّا بِهِۦ كُلٌّ۬ مِّنۡ عِندِ رَبِّنَا‌ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّآ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَـٰبِ

Dia-lah yang menurunkan Al Kitab [Al Qur’an] kepada kamu. Di antara [isi]nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur’an dan yang lain [ayat-ayat] mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran [daripadanya] melainkan orang-orang yang berakal. (7).

10. Yahudi berpaling dari kebenaran

أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ أُوتُواْ نَصِيبً۬ا مِّنَ ٱلۡڪِتَـٰبِ يُدۡعَوۡنَ إِلَىٰ ڪِتَـٰبِ ٱللَّهِ لِيَحۡكُمَ بَيۡنَهُمۡ ثُمَّ يَتَوَلَّىٰ فَرِيقٌ۬ مِّنۡهُمۡ وَهُم مُّعۡرِضُونَ

Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi bahagian yaitu Al Kitab [Taurat], mereka diseru kepada kitab Allah supaya kitab itu menetapkan hukum di antara mereka; kemudian sebahagian dari mereka berpaling, dan mereka selalu membelakangi [kebenaran]. (23).

11. Mengatasnamakan kitab

وَإِنَّ مِنۡهُمۡ لَفَرِيقً۬ا يَلۡوُ ۥنَ أَلۡسِنَتَهُم بِٱلۡكِتَـٰبِ لِتَحۡسَبُوهُ مِنَ ٱلۡڪِتَـٰبِ وَمَا هُوَ مِنَ ٱلۡكِتَـٰبِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنۡ عِندِ ٱللَّهِ وَمَا هُوَ مِنۡ عِندِ ٱللَّهِ وَيَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَ وَهُمۡ يَعۡلَمُونَ

Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: "Ia [yang dibaca itu datang] dari sisi Allah", padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah, sedang mereka mengetahui. (78).

12. Al-Qur'an itu penerang, petunjuk dan pelajaran

هَـٰذَا بَيَانٌ۬ لِّلنَّاسِ وَهُدً۬ى وَمَوۡعِظَةٌ۬ لِّلۡمُتَّقِينَ 

[Al Qur’an] ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (138).

13. Rasul menjadi penerang di tengah kegelapan

لَقَدۡ مَنَّ ٱللَّهُ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ إِذۡ بَعَثَ فِيہِمۡ رَسُولاً۬ مِّنۡ أَنفُسِهِمۡ يَتۡلُواْ عَلَيۡہِمۡ ءَايَـٰتِهِۦ وَيُزَڪِّيہِمۡ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلۡكِتَـٰبَ وَٱلۡحِڪۡمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبۡلُ لَفِى ضَلَـٰلٍ۬ مُّبِينٍ

Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan [jiwa] mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum [kedatangan Nabi] itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (164).

14. Orang kafir selalu mencari dalih untuk mengingkari al-Qur'an
(6) Al-An'am 7, 90-92, 114-117, 151, 155, 157

وَلَوۡ نَزَّلۡنَا عَلَيۡكَ كِتَـٰبً۬ا فِى قِرۡطَاسٍ۬ فَلَمَسُوهُ بِأَيۡدِيہِمۡ لَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ إِنۡ هَـٰذَآ إِلَّا سِحۡرٌ۬ مُّبِينٌ۬

Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat memegangnya dengan tangan mereka sendiri, tentulah orang-orang yang kafir itu berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata". (7).

15. Al-Qur'an itu peringatan segala umat

أُوْلَـٰٓٮِٕكَ ٱلَّذِينَ هَدَى ٱللَّهُ‌ۖ فَبِهُدَٮٰهُمُ ٱقۡتَدِهۡ‌ۗ قُل لَّآ أَسۡـَٔلُكُمۡ عَلَيۡهِ أَجۡرًا‌ۖ إِنۡ هُوَ إِلَّا ذِكۡرَىٰ لِلۡعَـٰلَمِينَ (٩٠) وَمَا قَدَرُواْ ٱللَّهَ حَقَّ قَدۡرِهِۦۤ إِذۡ قَالُواْ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ عَلَىٰ بَشَرٍ۬ مِّن شَىۡءٍ۬‌ۗ قُلۡ مَنۡ أَنزَلَ ٱلۡكِتَـٰبَ ٱلَّذِى جَآءَ بِهِۦ مُوسَىٰ نُورً۬ا وَهُدً۬ى لِّلنَّاسِ‌ۖ تَجۡعَلُونَهُ ۥ قَرَاطِيسَ تُبۡدُونَہَا وَتُخۡفُونَ كَثِيرً۬ا‌ۖ وَعُلِّمۡتُم مَّا لَمۡ تَعۡلَمُوٓاْ أَنتُمۡ وَلَآ ءَابَآؤُكُمۡ‌ۖ قُلِ ٱللَّهُ‌ۖ ثُمَّ ذَرۡهُمۡ فِى خَوۡضِہِمۡ يَلۡعَبُونَ (٩١) وَهَـٰذَا كِتَـٰبٌ أَنزَلۡنَـٰهُ مُبَارَكٌ۬ مُّصَدِّقُ ٱلَّذِى بَيۡنَ يَدَيۡهِ وَلِتُنذِرَ أُمَّ ٱلۡقُرَىٰ وَمَنۡ حَوۡلَهَا‌ۚ وَٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡأَخِرَةِ يُؤۡمِنُونَ بِهِۦ‌ۖ وَهُمۡ عَلَىٰ صَلَاتِہِمۡ يُحَافِظُونَ
Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan [Al Qur’an]". Al Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk segala umat. (90) Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya di kala mereka berkata: "Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia". 

Katakanlah: "Siapakah yang menurunkan kitab [Taurat] yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan [sebagiannya] dan kamu sembunyikan sebagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui [nya]?" Katakanlah: "Allah-lah [yang menurunkannya]", kemudian [sesudah kamu menyampaikan Al Qur’an kepada mereka], biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya. (91) Dan ini [Al Qur’an] adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang [diturunkan] sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada [penduduk] Ummul Qura [Mekah] dan orang-orang yang di luar lingkungannya. Orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya [Al Qur’an], dan mereka selalu memelihara sembahyangnya. (92).

16. Jangan menuruti kebanyakan manusia di bumi

أَفَغَيۡرَ ٱللَّهِ أَبۡتَغِى حَكَمً۬ا وَهُوَ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ إِلَيۡڪُمُ ٱلۡكِتَـٰبَ مُفَصَّلاً۬‌ۚ وَٱلَّذِينَ ءَاتَيۡنَـٰهُمُ ٱلۡكِتَـٰبَ يَعۡلَمُونَ أَنَّهُ ۥ مُنَزَّلٌ۬ مِّن رَّبِّكَ بِٱلۡحَقِّ‌ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡمُمۡتَرِينَ (١١٤) وَتَمَّتۡ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدۡقً۬ا وَعَدۡلاً۬‌ۚ لَّا مُبَدِّلَ لِكَلِمَـٰتِهِۦ‌ۚ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ (١١٥) وَإِن تُطِعۡ أَڪۡثَرَ مَن فِى ٱلۡأَرۡضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ‌ۚ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ وَإِنۡ هُمۡ إِلَّا يَخۡرُصُونَ (١١٦) إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ مَن يَضِلُّ عَن سَبِيلِهِۦ‌ۖ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ

Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab [Al Qur’an] kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Qur’an itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu. (114) Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu [Al Qur’an, sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merobah-robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (115) Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta [terhadap Allah]. (116) Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang-orang yang mendapat petunjuk. (117).

17. 10 Perintah Tuhan

قُلۡ تَعَالَوۡاْ أَتۡلُ مَا حَرَّمَ رَبُّڪُمۡ عَلَيۡڪُمۡ‌ۖ أَلَّا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡـًٔ۬ا‌ۖ وَبِٱلۡوَٲلِدَيۡنِ إِحۡسَـٰنً۬ا‌ۖ وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ أَوۡلَـٰدَڪُم مِّنۡ إِمۡلَـٰقٍ۬‌ۖ نَّحۡنُ نَرۡزُقُڪُمۡ وَإِيَّاهُمۡ‌ۖ وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلۡفَوَٲحِشَ مَا ظَهَرَ مِنۡهَا وَمَا بَطَنَ‌ۖ وَلَا تَقۡتُلُواْ ٱلنَّفۡسَ ٱلَّتِى حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلۡحَقِّ‌ۚ ذَٲلِكُمۡ وَصَّٮٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَعۡقِلُونَ

Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah [membunuhnya] melainkan dengan sesuatu [sebab] yang benar" . Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami [nya]. (151).

18. Al-Qur'an membawa berkah dan rahmat

وَهَـٰذَا كِتَـٰبٌ أَنزَلۡنَـٰهُ مُبَارَكٌ۬ فَٱتَّبِعُوهُ وَٱتَّقُواْ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ Dan Al Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat, (155).

19. Allah akan balas pendusta al-Qur'an dengan siksa yang pedih.

أَوۡ تَقُولُواْ لَوۡ أَنَّآ أُنزِلَ عَلَيۡنَا ٱلۡكِتَـٰبُ لَكُنَّآ أَهۡدَىٰ مِنۡہُمۡ‌ۚ فَقَدۡ جَآءَڪُم بَيِّنَةٌ۬ مِّن رَّبِّڪُمۡ وَهُدً۬ى وَرَحۡمَةٌ۬‌ۚ فَمَنۡ أَظۡلَمُ مِمَّن كَذَّبَ بِـَٔايَـٰتِ ٱللَّهِ وَصَدَفَ عَنۡہَا‌ۗ سَنَجۡزِى ٱلَّذِينَ يَصۡدِفُونَ عَنۡ ءَايَـٰتِنَا سُوٓءَ ٱلۡعَذَابِ بِمَا كَانُواْ يَصۡدِفُونَ

Atau agar kamu [tidak] mengatakan: "Sesungguhnya jika kitab itu diturunkan kepada kami, tentulah kami lebih mendapat petunjuk dari mereka." Sesungguhnya telah datang kepada kamu keterangan yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat. Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling daripadanya? Kelak Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Kami dengan siksaan yang buruk, disebabkan mereka selalu berpaling. (157)

20. Ambillah Al-Qur'an sebagai tuntunan hidup
(7) Al-A'raf 2-5, 203-204

كِتَـٰبٌ أُنزِلَ إِلَيۡكَ فَلَا يَكُن فِى صَدۡرِكَ حَرَجٌ۬ مِّنۡهُ لِتُنذِرَ بِهِۦ وَذِكۡرَىٰ لِلۡمُؤۡمِنِينَ (٢) ٱتَّبِعُواْ مَآ أُنزِلَ إِلَيۡكُم مِّن رَّبِّكُمۡ وَلَا تَتَّبِعُواْ مِن دُونِهِۦۤ أَوۡلِيَآءَ‌ۗ قَلِيلاً۬ مَّا تَذَكَّرُونَ (٣) وَكَم مِّن قَرۡيَةٍ أَهۡلَكۡنَـٰهَا فَجَآءَهَا بَأۡسُنَا بَيَـٰتًا أَوۡ هُمۡ قَآٮِٕلُونَ (٤) فَمَا كَانَ دَعۡوَٮٰهُمۡ إِذۡ جَآءَهُم بَأۡسُنَآ إِلَّآ أَن قَالُوٓاْ إِنَّا كُنَّا ظَـٰلِمِينَ

Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu [kepada orang kafir], dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman. (2) Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya [2]. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran [daripadanya]. (3) Betapa banyaknya negeri yang telah Kami binasakan, maka datanglah siksaan Kami [menimpa penduduk]nya di waktu mereka berada di malam hari, atau di waktu mereka beristirahat di tengah hari. (4) Maka tidak adalah keluhan mereka di waktu datang kepada mereka siksaan Kami, kecuali mengatakan: "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim". (5).

21. Diam, dengarkan dan perhatikan manakala dibacakan Al-qur'an

وَإِذَا لَمۡ تَأۡتِهِم بِـَٔايَةٍ۬ قَالُواْ لَوۡلَا ٱجۡتَبَيۡتَهَا‌ۚ قُلۡ إِنَّمَآ أَتَّبِعُ مَا يُوحَىٰٓ إِلَىَّ مِن رَّبِّى‌ۚ هَـٰذَا بَصَآٮِٕرُ مِن رَّبِّڪُمۡ وَهُدً۬ى وَرَحۡمَةٌ۬ لِّقَوۡمٍ۬ يُؤۡمِنُونَ (٢٠٣) وَإِذَا قُرِئَ ٱلۡقُرۡءَانُ فَٱسۡتَمِعُواْ لَهُ ۥ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ 

Dan apabila kamu tidak membawa suatu ayat Al Qur’an kepada mereka, mereka berkata: "Mengapa tidak kamu buat sendiri ayat itu?" Katakanlah: "Sesungguhnya aku hanya mengikut apa yang diwahyukan dari Tuhanku kepadaku. Al Qur’an ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (203) Dan apabila dibacakan Al Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (204).

22. Al-Qur'an Menambah Iman orang mukmin dan menambah kekafiran orang munafik.
(9) At-Taubah 124-127

وَإِذَا مَآ أُنزِلَتۡ سُورَةٌ۬ فَمِنۡهُم مَّن يَقُولُ أَيُّڪُمۡ زَادَتۡهُ هَـٰذِهِۦۤ إِيمَـٰنً۬ا‌ۚ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ فَزَادَتۡهُمۡ إِيمَـٰنً۬ا وَهُمۡ يَسۡتَبۡشِرُونَ (١٢٤) وَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِى قُلُوبِهِم مَّرَضٌ۬ فَزَادَتۡہُمۡ رِجۡسًا إِلَىٰ رِجۡسِهِمۡ وَمَاتُواْ وَهُمۡ ڪَـٰفِرُونَ (١٢٥) أَوَلَا يَرَوۡنَ أَنَّهُمۡ يُفۡتَنُونَ فِى ڪُلِّ عَامٍ۬ مَّرَّةً أَوۡ مَرَّتَيۡنِ ثُمَّ لَا يَتُوبُونَ وَلَا هُمۡ يَذَّڪَّرُونَ (١٢٦) وَإِذَا مَآ أُنزِلَتۡ سُورَةٌ۬ نَّظَرَ بَعۡضُهُمۡ إِلَىٰ بَعۡضٍ هَلۡ يَرَٮٰڪُم مِّنۡ أَحَدٍ۬ ثُمَّ ٱنصَرَفُواْ‌ۚ صَرَفَ ٱللَّهُ قُلُوبَہُم بِأَنَّہُمۡ قَوۡمٌ۬ لَّا يَفۡقَهُونَ

Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka [orang-orang munafik] ada yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan [turunnya] surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira. (124) Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya [yang telah ada] dan mereka mati dalam keadaan kafir. (125) Dan tidakkah mereka [orang-orang munafik] memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, kemudian mereka tidak [juga] bertaubat dan tidak [pula] mengambil pengajaran? (126) Dan apabila diturunkan satu surat sebagian mereka memandang kepada sebagian yang lain [sambil berkata]: "Adakah seorang dari [orang-orang muslimin] yang melihat kamu?" Sesudah itu merekapun pergi. Allah telah memalingkan hati mereka disebabkan mereka adalah kaum yang tidak mengerti. (127).

23. Ayat Al-Qur'an penuh hikmah
(10) Yunus 1, 37-39, 57-58

الٓر‌ۚ تِلۡكَ ءَايَـٰتُ ٱلۡكِتَـٰبِ ٱلۡحَكِيمِ Alif Laam Raa [1]. Inilah ayat-ayat Al Qur’an yang mengandung hikmah. (1).

24. Al-Qur'an bukan buatan Nabi Muhammad saw.

وَمَا كَانَ هَـٰذَا ٱلۡقُرۡءَانُ أَن يُفۡتَرَىٰ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلَـٰكِن تَصۡدِيقَ ٱلَّذِى بَيۡنَ يَدَيۡهِ وَتَفۡصِيلَ ٱلۡكِتَـٰبِ لَا رَيۡبَ فِيهِ مِن رَّبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ (٣٧) أَمۡ يَقُولُونَ ٱفۡتَرَٮٰهُ‌ۖ قُلۡ فَأۡتُواْ بِسُورَةٍ۬ مِّثۡلِهِۦ وَٱدۡعُواْ مَنِ ٱسۡتَطَعۡتُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمۡ صَـٰدِقِينَ (٣٨) بَلۡ كَذَّبُواْ بِمَا لَمۡ يُحِيطُواْ بِعِلۡمِهِۦ وَلَمَّا يَأۡتِہِمۡ تَأۡوِيلُهُ ۥ‌ۚ كَذَٲلِكَ كَذَّبَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ‌ۖ فَٱنظُرۡ كَيۡفَ كَانَ عَـٰقِبَةُ ٱلظَّـٰلِمِينَ

Tidaklah mungkin Al Qur’an ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi [Al Qur’an itu] membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya [2], tidak ada keraguan di dalamnya, [diturunkan] dari Tuhan semesta alam. (37) Atau [patutkah] mereka mengatakan: "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah: "[Kalau benar yang kamu katakan itu], maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil [untuk membuatnya] selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar." (38) Bahkan yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna padahal belum datang kepada mereka penjelasannya. Demikianlah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan [rasul]. Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim itu. (39).

25. Al-Qur'an itu obat hati, karunia dan rahmat.

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّاسُ قَدۡ جَآءَتۡكُم مَّوۡعِظَةٌ۬ مِّن رَّبِّڪُمۡ وَشِفَآءٌ۬ لِّمَا فِى ٱلصُّدُورِ وَهُدً۬ى وَرَحۡمَةٌ۬ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ (٥٧) قُلۡ بِفَضۡلِ ٱللَّهِ وَبِرَحۡمَتِهِۦ فَبِذَٲلِكَ فَلۡيَفۡرَحُواْ هُوَ خَيۡرٌ۬ مِّمَّا يَجۡمَعُونَ 

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit [yang berada] dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (57) Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan". (58).

26. Ayat tersusun rapi dan dijelaskan terinci
(11) Hud 1, 13

الٓر‌ۚ كِتَـٰبٌ أُحۡكِمَتۡ ءَايَـٰتُهُ ۥ ثُمَّ فُصِّلَتۡ مِن لَّدُنۡ حَكِيمٍ خَبِيرٍ
Alif Laam Raa, [inilah] suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci[1], yang diturunkan dari sisi [Allah] yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu, (1).
27. Tantangan membuat surat yang semisal al-Qur'an

أَمۡ يَقُولُونَ ٱفۡتَرَٮٰهُ‌ۖ قُلۡ فَأۡتُواْ بِعَشۡرِ سُوَرٍ۬ مِّثۡلِهِۦ مُفۡتَرَيَـٰتٍ۬ وَٱدۡعُواْ مَنِ ٱسۡتَطَعۡتُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمۡ صَـٰدِقِينَ
Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Qur’an itu", Katakanlah: "[Kalau demikian], maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup [memanggilnya] selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar". (13).

28. Al-Qur'an berbahasa Arab
(12) Yusuf 1-2, 111

الٓر‌ۚ تِلۡكَ ءَايَـٰتُ ٱلۡكِتَـٰبِ ٱلۡمُبِينِ (١) إِنَّآ أَنزَلۡنَـٰهُ قُرۡءَٲنًا عَرَبِيًّ۬ا لَّعَلَّكُمۡ تَعۡقِلُونَ
Alif laam, raa[1]. Ini adalah ayat-ayat kitab [Al Qur’an] yang nyata [dari Allah]. (1) Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. (2).
29. Al-Qur'an menjelaskan segala sesuatu

لَقَدۡ كَانَ فِى قَصَصِہِمۡ عِبۡرَةٌ۬ لِّأُوْلِى ٱلۡأَلۡبَـٰبِ‌ۗ مَا كَانَ حَدِيثً۬ا يُفۡتَرَىٰ وَلَـٰڪِن تَصۡدِيقَ ٱلَّذِى بَيۡنَ يَدَيۡهِ وَتَفۡصِيلَ ڪُلِّ شَىۡءٍ۬ وَهُدً۬ى وَرَحۡمَةً۬ لِّقَوۡمٍ۬ يُؤۡمِنُونَ
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan [kitab-kitab] yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (111).

30. Mayoritas manusia tidak beriman
(13) Ar-Ra'd 1, 37-39

الٓمٓر‌ۚ تِلۡكَ ءَايَـٰتُ ٱلۡكِتَـٰبِ‌ۗ وَٱلَّذِىٓ أُنزِلَ إِلَيۡكَ مِن رَّبِّكَ ٱلۡحَقُّ وَلَـٰكِنَّ أَڪۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يُؤۡمِنُونَ
Alif laam miim raa[1]. Ini adalah ayat-ayat Al Kitab [Al Qur’an]. Dan Kitab yang diturunkan kepadamu daripada Tuhanmu itu adalah benar; akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman [kepadanya]. (1).

31. Jangan mengikuti hawa nafsu

وَكَذَٲلِكَ أَنزَلۡنَـٰهُ حُكۡمًا عَرَبِيًّ۬ا‌ۚ وَلَٮِٕنِ ٱتَّبَعۡتَ أَهۡوَآءَهُم بَعۡدَمَا جَآءَكَ مِنَ ٱلۡعِلۡمِ مَا لَكَ مِنَ ٱللَّهِ مِن وَلِىٍّ۬ وَلَا وَاقٍ۬ (٣٧) وَلَقَدۡ أَرۡسَلۡنَا رُسُلاً۬ مِّن قَبۡلِكَ وَجَعَلۡنَا لَهُمۡ أَزۡوَٲجً۬ا وَذُرِّيَّةً۬‌ۚ وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَن يَأۡتِىَ بِـَٔايَةٍ إِلَّا بِإِذۡنِ ٱللَّهِ‌ۗ لِكُلِّ أَجَلٍ۬ ڪِتَابٌ۬ (٣٨) يَمۡحُواْ ٱللَّهُ مَا يَشَآءُ وَيُثۡبِتُ‌ۖ وَعِندَهُ ۥۤ أُمُّ ٱلۡڪِتَـٰبِ
Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al Qur’an itu sebagai peraturan [yang benar] dalam bahasa Arab . Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap [siksa] Allah. (37) Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat [mu’jizat] melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab [yang tertentu] (38) Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan [apa yang Dia kehendaki], dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab [Lauh Mahfuzh]. (39).


32. Al-Qur'an menerangi kegelapan(14) Ibrahim 1-2

الٓر‌ۚ ڪِتَـٰبٌ أَنزَلۡنَـٰهُ إِلَيۡكَ لِتُخۡرِجَ ٱلنَّاسَ مِنَ ٱلظُّلُمَـٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ بِإِذۡنِ رَبِّهِمۡ إِلَىٰ صِرَٲطِ ٱلۡعَزِيزِ ٱلۡحَمِيدِ (١) ٱللَّهِ ٱلَّذِى لَهُ ۥ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَمَا فِى ٱلۡأَرۡضِ‌ۗ وَوَيۡلٌ۬ لِّلۡكَـٰفِرِينَ مِنۡ عَذَابٍ۬ شَدِيدٍ
Alif laam raa. [Ini adalah] Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, [yaitu] menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. (1) Allah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi. Dan celakalah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih. (2)

33. Ayat al-Qur;an sempurna
(15) Al-Hijr 1, 87

الٓر‌ۚ تِلۡكَ ءَايَـٰتُ ٱلۡڪِتَـٰبِ وَقُرۡءَانٍ۬ مُّبِينٍ۬
Alif laam, raa. [Surat] ini adalah [sebagian dari] ayat-ayat Al-Kitab [yang sempurna], yaitu [ayat-ayat] Al Qur’an yang memberi penjelasan. (1).
Tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang (Asab'u Matsani).

وَلَقَدۡ ءَاتَيۡنَـٰكَ سَبۡعً۬ا مِّنَ ٱلۡمَثَانِى وَٱلۡقُرۡءَانَ ٱلۡعَظِيمَ Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Qur’an yang agung. (87)
(16) An-Nahl 101-103
(17) Al-Isra' 9, 41, 45-46, 88-89, 105
(18) Al-Kahfi 1-5, 27, 54, 106
(19) Maryam 64, 97
(20) Thaha 2-3, 113-114
(21) Al-Anbiya 5-8, 10-15
(22) Al-Hajj 16
(24) An-Nur 1, 34
(25) Al-Furqan 4-6, 30-32
(26) Asy-Syu'ara 1-2, 192-194, 210-212, 195-199
(27) An-Naml 1-3, 6, 76-79
(28) Al-Qashash 1-2, 48-51, 85-86
(29) Al-Ankabut 47-51
(31) Lukman 6-7
(32) As-Sajadah 2
(35) Fathir 29-32
(36) Yasin 69
(37) Ash-Shaffat 167-170
(38) Shaad 1-14
(39) Az-Zumar 1-2, 23, 27-28, 40-41
(41) Fushshilat 2-5, 26-27, 41, 43-44, 52-54
(42) Asy-Syura 18
(43) Az-Zukhruf 2-4, 44
(44) Ad-Dukhan 2-5, 58-59
(45) Al-Jatsiyah 2, 20
(46) Al-Ahqaf 2, 4, 7-12, 29-31
(52) Ath-Thur 33-34
(53) An-Najm 2-18
(54) Al-Qamar 17
(56) Al-Waqi'ah 75
(59) Al-Hasyr 21
(68) Al-Qalam 44-52
(69) Al-Haqqah 38-52
(72) Al-Jin 1-2
(73) Al-Muzammil 1-4, 20
(74) Al-Mudatsir 54-56
(75) Al-Qiyamah 16, 18-20
(76) Al-Insan 23
(80) Abasa 11-16
(81) At-Takwir 15-29
(84) Al-Insyiqaq 21
(85) Al-Buruj 21-22
(86) Ath-Thariq 11-14
(87) Al-A'la 6-13
(97) al-Qadar 2-5
Allaahu a’lam.
Sebarkan !!! insyaallah bermanfaat.
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ
“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”

Sumber:
Ensiklopedia Adab Islam Menurut al-Qur’an dan As-Sunnah hal.255-268, ‘Abdul ‘Azis bin Fathi as-Sayyid Nada, Penerbit: Pustaka Syafi'i

Keutamaan Memperingati Maulid Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam

* بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ* * السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه* * اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى س...