Rabu, 06 Mei 2015

Apakah Musibah Tanda Murka Allah?

Bisa jadi musibah, hidup yang miskin, kesusahan, kesedihan, dan hal-hal lain yang tidak menyenangkan itu ditimpakan kepada kita justru karena kasih sayang Allah. Beberapa penyebabnya adalah sebagai berikut :

1. Sebagai Peringatan Agar Tidak Terus Melakukan Dosa

Jika dibukakannya dunia bisa menjadikan kita lalai sehingga hal itu bisa menjadi istidraj, maka sebaliknya jika Allah mencabut kesenangan itu, menaik kenikmatan itu, bisa jadi itu pertanda Allah masih sayang pada kita. Ibarat orang tua menjewer anaknya agar supaya anaknya ingat dan insyaf dari kenakalannya.

Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang maka dipercepat tindakan hukuman atas dosanya (di dunia) dan jika Allah menghendaki bagi hambanya keburukan maka disimpan dosanya sampai dia harus menebusnya pada hari kiamat. (HR. Tirmidzi dan Al-Baihaqi)

Kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dengan merendahkan diri. (Q.S. Al-A’raaf [7] : 94)

Dan tidaklah mereka perhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun? Namun mereka tidak juga bertaubat dan tidak pula mengambil pelajaran (Q.S. At-Taubah [9] : 126)

Jadi jelas ujian dan kesempitan serta penderitaan itu ada yang bertujuan untuk mengingatkan kita. Tentu ini merupakan kasih sayang Allah pada diri kita agar kita tidak terus menerus bergelimang dosa. Jika tidak demikian, lalu bagaimana? Apakah Anda ingin terus melakukan dosa sementara kita berharap Allah terus menambah nikmatnya? Jika demikian yang terjadi, maka itu adalah istidraj.

2. Karena Allah Tahu Kita Tak Akan Kuat Pada Godaan Dunia

Bisa jadi Allah justru menghindarkan kita dari dunia demi kebaikan kita. Mungkin karena tahu jika dunia dibukakan kepada kita, maka justru kita akan terlalaikan oleh dunia.

Sesungguhnya Allah melindungi hambaNya yang mukmin dari godaan dunia dan Allah juga menyayanginya sebagaimana kamu melindungi orangmu yang sakit dan mencegahnya dari makanan serta minuman yang kamu takuti akan mengganggu kesehatannya. (H.R. Al-Hakim dan Ahmad)

3. Karena Allah Hendak Menerima Amal Kita Yang Sedikit

Terkadang kita berlaku tidak adil pada Allah. Kita meminta yang banyak dan meminta sesuatu yang besar pada Allah namun kita hanya bisa mempersembahkan amal yang sedikit. Bahkan kadang kala kita tetap memohon surga sementara kita tetap melakukan kemaksiatan.

Ali bin Abi Thalib r.a. pernah berkata :” Ia mengharapkan Allah untuk memperoleh sesuatu yang besar sedangkan kepada sesama hamba ia mengharapkan sesuatu yang kecil, namun ia bersedia memberi untuk si hamba sesuatu yang tidak diberikannya kepada Tuhannya. Sungguh mengherankan betapa Allah diperlakukan kurang dari perlakuannya untuk hamba-hambaNya” (Mutiara Nahjul Balaghoh Hal 26)

Barang siapa ridho dengan rezeki yang sedikit dari Allah maka Allah akan ridho dengan amal yang sedikit dari dia (H.R. Bukhari)

Sesungguhnya Allah azza wa jalla menguji hambanya dengan rezeki yang diberikan Allah kepadanya. Kalau dia ridho dengan bagian yang diterimanya maka Allah akan memberkahinya dan meluaskan pemberianNya. Kalau Dia tidak ridho dengan pemberianNya maka Allah pun tidak akan memberinya berkah (H.R. Ahmad)

4. Karena Allah Hendak Mengampuni Dosa Kita

“Tiada seorang muslim tertusuk duri atau lebih dari itu kecuali Allah mencatat baginya kebaikan dan menghapus darinya dosa” (H.R. Bukhari)

Tiada seorang muslim ditimpa rasa sakit, kelelahan, diserang penyakit atau kesedihan sampai pun duri yang menusuk kecuali dengan itu Allah menghapus dosa-dosanya (H.R. Bukhari)

5. Karena Allah Hendak Menaikkan Derajat Kita

Seorang hamba memiliki suatu derajat di surga. Ketika dia tidak dapat mencapai (derajat itu) dengan amal-amal kebaikannya, maka Allah akan menguji dan mencobanya agar dia mencapai derajat itu (H.R. Athabrani)

6. Karena Allah Menaikkan Kita Pada Maqom (Derajat) Tertentu

Ada kalanya Allah menempatkan hambanya pada maqom (tempat/derajat) yang tinggi dimana dia ditugaskan di dunia ini untuk berdakwah saja atau untuk memberi penerangan ilmu pada masyarakat, sedangkan Allah tidak menghendaki ia menjadi pengusaha atau orang yang disibukkan dengan mencari rezeki. Maka untuk maqom ini Allah telah sediakan rezeki tanpa ia harus mencarinya.

Ibnu Atho’ilah dalam Al-Hikam berkata : “keinginan Anda untuk melakukan tajrid (mengkhususkan diri beribadah semata-mata dan meninggalkan pekerjaan duniawi) padahal Alalh menempatkan Anda pada maqom asbab (yaitu harus mencari sebab / jalan untuk datangnya karunia Allah) maka hal itu termasuk syahwat yang tersembunyi. Terkadang Allah menahan asbab darimu lalu Anda menjumpainya terputus naja dinilah letak tajrid. Maka tajrid itu datang lantaran suatu sebab yang engkau tak mampu melawannya yaitu engkau diminta meninggalkan asbab dan mencurahkan pada sesuatu yang fardhu ain atau fardhu kifayah. Allah menutup pintu-pintu asbab duniawi dan membukakan pintu-pintu ukhrawu. Maka keinginanmu melakukan asbab padahal Allah telah menempatkan mu pada kedudukan tahrid maka hal itu berarti sebuah kemerosotan himmah (hasrat) yang luhur”.

Maka bagaimanakah kita tahu maqom kita dimana? Ibnu ‘Abbad mengatakan : “Tanda bahwa Allah menempatkan sesorang dalam maqom asbab adalah hal itu berbuah dimudahkan berjalan terus menerus dan nampak buah hasilnya, yaitu ketika ia sibuk dengan asbab duniawi membawa pada keselamatan dalam agamanya. Sedangkan ciri Allah mendudukkan seseorang pada maqom tajrid adalah ketenangan jiwa ketika melakukan tahrid dan dawam (terus menerus) berbuah hasilnya membawa kebaikan pada agamanya.”

Jadi untuk menentukan maqom seseorang itu adalah datag dari Allah sendiri bukan keinginan dari orang itu. Said Hawwa mengatakan : Setan ingin mengeluarkan mereka dari pilihan Allah menuju pilihan nya sendiri. Padahal jika Allah memasukkan mu pada sesuatu maka ia akan menolongmu atas hal itu sedangkan jika engkau memasuki sesuatu karena keinginanmu sendiri maka hal itu akan dibebankan padamu. Yang dituntut oleh yang Maha Haq adalah agar engkau tetap berada pada posisi di mana Dia menempatkanmu, hingga Al-Haq yang Maha Suci sendiri berkenan untuk mengeluarkanmu sebagaimana Dia telah memasukkanmu (Mudzakiraat fii Manazilil Shiddiqiin wa Robbaniyyin Hal 163)

Ibrahim Al Khawwash mengatakan : “Janganlah engkau memberat-beratkan diri dengan apa yang telah dicukupkan untukmu dan janganlah engkau menyia-nyiakan apa yang engkau diminta untuk mencukupinya”

7. Karena Allah Hendak Mewafatkan Kita Dalam Keadaan Khusnul Khotimah

Khusnul Khotimah ialah akhir yang baik. Artinya seseorang keluar dari dunia ini dalam keadaan diampuni dosanya atau bersih dosanya sehingga tidak perlu lagi mendapat adzab kubur dan adzab neraka. Karena adzab kubur dan adzab neraka lebih berat daripada hukuman di dunia.

Maka terkadang seseorang ingin dibersihkan dosa-dosanya oleh Allah namun orang itu tak bisa mengejar dengan ibadahnya dan amal sholehnya, karena mungkin dosanya kelewat banyak. Maka Allah menjadikan pahalnya itu dari buah kesabaran atas musibah yang ditimpaka kepadanya

Dari Sa’ad bin Abi Waqash r.a. Rasulullah bersabda : “Seseorang diuji menurut kadar agamanya. Kalau agamanya lemah dia diuji dengan itu (ringan) dan bila imannya kuat dia akan diuji sesuai dengan itu (keras). Seseorang akan diuji terus menerus sehingga dia berjalan di muka bumi ini bersih dari dosa-dosanya” (H.R. Bukhari)

8. Karena Allah Ingin Mendengar Ratapan Kita

Kadangkala seseorang mendapat ujian karena cintanya dan rindunya Allah kepada orang tersebut sehingga Allah suka apabila ambanya itu memohon dan Allah suka jika hambanya itu meratap.
Apabila Allah menyenangi seorang hamba maka dia akan diuji agar Allah mendengar permohonannya (ratapannya) (H.R. Baihaqi)

9. Karena Allah Ingin Memberikan Cintanya

Demikian pula terkadang Allah menghindarkan seseorang dari gemerlapnya dunia karena cintaNya. Karena tahu justru dunia itu buruk bagi orang tersebut dan Allah ingin melindunginya dari godaan dunia agar ia tidak terjerumus dosa. Maka kadangkala Allah berikan kemiskinan itu bukan karena murkaNya melainkan justru karena cintaNya.

Besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian dan cobaan. Sesungguhnya Allah azza wa jalla bila menyenangi suatu kaum maka Allah akan menguji mereka. Barang siapa bersabar maka baginya manfaat kesabarannya dan barang siapa murka maka baginya murka Allah (H.R. Tirmidzi)

Dalam hadits di atas, jika Allah mencintai suatu kaum maka justru Allah akan berikan ujian dan cobaan karena disitulah lumbung pahala jika ia bersabar menghadapi ujian tersebut

10. Karena Allah Berkehendak Memberikan Yang Lebih Baik

Kadang kala Allah mengambil sesuatu dalam rangka menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik. Bahkan lebih baik daripada apa yang orang tersebut minta. Namun apa yang lebih baik menurut Allah belum tentu lebih baik di mata manusia.

Ibnu Atho’ilah dalam Al Hikam mengatakan : “adakalanya Allah tidak memberimu kesenangan dunia dan Dia juga tidak memberimu taufiq dan pemahaman. Kadang kala Allah memberimu kesenangan dunia dan Dia juga memberimu taufiq dan pemahaman. Jika Allah menyibakkan kepadamu pintu untuk memahami penahanan pemberian maka penahanan pemberian itu bisa berubah menjadi pemberian itu sendiri. Maka bila penahanan pemberian itu menyakitimu itu hanya karena ketiadaan pemahamanmu tentang Allah di dalamnya. Bila Allah memberikan karunia kepadamu maka Dia mempelihatkan kebaikan Nya kepadamu. Bila ia menahan pemberian kepadamu maka Dia menunjukkan kekuasaanNya padamu. Dalam semua keadaan itu sesungguhnya Dia memperkenalkan diriNya kepadamu dan menghadapimu dengan kelembutan.”
(Abu Akmal Mubarok/seteteshidayah.wordpress.com)

SEPULUH ARGUMENTASI BAHWA MALAM KE-27 ADALAH LAILATUL QODAR

Apakah bisa dipastikan tanggal 27 Ramadan adalah lailatul qodar? Untuk memastikan, barangkali lebih berhati-hati jangan. Tetapi bahwa mayori...