Selasa, 09 Juni 2015

10 Bekal Menyambut Ramadhan

"Barang siapa yang bergembira atas datangnya Ramadhan, Allah telah mengharamkan jasadnya dari api neraka." (HR. An-Nasa'i)

1. Berdoalah agar Allah swt. memberikan kesempatan kepada kita untuk bertemu dengan bulan Ramadhan dalam keadaan sehat wal-afiat.

Dengan keadaan sehat, kita bisa melaksanakan ibadah secara maksimal di bulan itu, baik puasa, shalat, tilawah, dan dzikir. Dari Anas bin Malik r.a. berkata, bahwa Rasulullah saw. apabila masuk bulan Rajab selalu berdoa, ”Allahuma bariklana fii rajab wa sya’ban, wa balighna ramadhan.” Artinya, ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban; dan sampaikan kami ke bulan Ramadan. (HR. Ahmad dan Tabrani)

Para salafush-shalih selalu memohon kepada Allah agar diberikan karunia bulan Ramadhan; dan berdoa agar Allah menerima amal mereka. Bila telah masuk awal Ramadhan, mereka berdoa kepada Allah, ”Allahu akbar, allahuma ahillahu alaina bil amni wal iman was salamah wal islam wat taufik lima tuhibbuhu wa tardha.” Artinya, ya Allah, karuniakan kepada kami pada bulan ini keamanan, keimanan, keselamatan, dan keislaman; dan berikan kepada kami taufik agar mampu melakukan amalan yang engkau cintai dan ridhai.

2. Bersyukurlah dan puji Allah atas karunia Ramadhan yang kembali diberikan kepada kita.

Al-Imam Nawawi dalam kitab Adzkar-nya berkata, ”Dianjurkan bagi setiap orang yang mendapatkan kebaikan dan diangkat dari dirinya keburukan untuk bersujud kepada Allah sebagai tanda syukur; dan memuji Allah dengan pujian yang sesuai dengan keagungannya.” Dan di antara nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada seorang hamba adalah ketika dia diberikan kemampuan untuk melakukan ibadah dan ketaatan. Maka, ketika Ramadhan telah tiba dan kita dalam kondisi sehat wal afiat, kita harus bersyukur dengan memuji Allah sebagai bentuk syukur.

3. Bergembiralah dengan kedatangan bulan Ramadhan.

Rasulullah saw. selalu memberikan kabar gembira kepada para shahabat setiap kali datang bulan Ramadan, “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Allah telah mewajibkan kepada kalian untuk berpuasa. Pada bulan itu Allah membuka pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka.” (HR. Ahmad).

Salafush-shalih sangat memperhatikan bulan Ramadhan. Mereka sangat gembira dengan kedatangannya. Tidak ada kegembiraan yang paling besar selain kedatangan bulan Ramadhan karena bulan itu bulan penuh kebaikan dan turunnya rahmat.

4. Rancanglah agenda kegiatan untuk mendapatkan manfaat sebesar mungkin dari bulan Ramadhan.

Ramadhan sangat singkat. Karena itu, isi setiap detiknya dengan amalan yang berharga, yang bisa membersihkan diri, dan mendekatkan diri kepada Allah.

5. Bertekadlah mengisi waktu-waktu Ramadhan dengan ketaatan.

Barangsiapa jujur kepada Allah, maka Allah akan membantunya dalam melaksanakan agenda-agendanya dan memudahnya melaksanakan aktifitas-aktifitas kebaikan. “Tetapi jikalau mereka benar terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” [Q.S. Muhamad (47): 21]

6. Pelajarilah hukum-hukum semua amalan ibadah di bulan Ramadhan.

Wajib bagi setiap mukmin beribadah dengan dilandasi ilmu. Kita wajib mengetahui ilmu dan hukum berpuasa sebelum Ramadan datang agar puasa kita benar dan diterima oleh Allah.

“Tanyakanlah kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui,” begitu kata Allah di Al-Qur’an surah Al-Anbiyaa’ ayat 7.

7. Sambut Ramadhan dengan tekad meninggalkan dosa dan kebiasaan buruk.

Bertaubatlah secara benar dari segala dosa dan kesalahan. Ramadhan adalah bulan taubat. “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” [Q.S. An-Nur (24): 31]

8. Siapkan jiwa dan ruhiyah kita dengan bacaan yang mendukung proses tadzkiyatun-nafs.

Hadiri majelis ilmu yang membahas tentang keutamaan, hukum, dan hikmah puasa. Sehingga secara mental kita siap untuk melaksanakan ketaatan pada bulan Ramadhan.

9. Siapkan diri untuk berdakwah di bulan Ramadhan dengan:

– buat catatan kecil untuk kultum tarawih serta ba’da sholat subuh dan zhuhur.
– membagikan buku saku atau selebaran yang berisi nasihat dan keutamaan puasa.

10. Sambutlah Ramadhan dengan membuka lembaran baru yang bersih.

Kepada Allah, dengan taubatan nashuha. Kepada Rasulullah saw., dengan melanjutkan risalah dakwahnya dan menjalankan sunnah-sunnahnya. Kepada orang tua, istri-anak, dan karib kerabat, dengan mempererat hubungan silaturahmi. Kepada masyarakat, dengan menjadi orang yang paling bermanfaat bagi mereka. Sebab, manusia yang paling baik adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. (kmmp.faperta.ugm.ac.id)

Kamis, 07 Mei 2015

Dimana Letak Surga dan Seberapa Luas

Para ulama telah sepakat bahwa surga itu terletak di atas langit ketujuh.

Letak Surga dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman dalam Surat An-Najm ayat 13-15,

وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى
عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى
عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى

Artinya:
13. dan Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,
14. (yaitu) di Sidratil Muntaha[1430].
15. di dekatnya ada syurga tempat tinggal,

[1430] Sidratul Muntaha adalah tempat yang paling tinggi, di atas langit ke-7, yang telah dikunjungi Nabi ketika mi'raj.

Ketika Rasulullah SAW dalam perjalanan mi'raj, Beliau telah berhenti di Sidratul Muntaha. Menurut beliau Sidratul Muntaha itu berada jauh di luar alam langit (di luar ruang angkasa). Di situlah beliau mendapati letaknya surga.


Luas Surga
Kemudian dikatakan bahwa surga itu luasnya seluas langit dan bumi. Sebagaimana firman Allah SWT dalan Surat Ali Imran ayat 133.

Allah SWT berfirman,

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

Artinya:
133. dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,


Udara Surga
Di surga juga udaranya nyaman, tidak panas membakar juga tidak dingin menggigil, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-insan ayat 13.

Allah SWT berfirman,

مُتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الأرَائِكِ لا يَرَوْنَ فِيهَا شَمْسًا وَلا زَمْهَرِيرًا

Artinya:
13. di dalamnya mereka duduk bertelakan di atas dipan, mereka tidak merasakan di dalamnya (teriknya) matahari dan tidak pula dingin yang bersangatan.

Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Bahwa dinding-dinding di surga terbuat dari batu-batu emas dan perak. Lantainya dari pohon kimkuma (Za'faran) dan buminya emas."
(HR. Al Bazzar).

Sedangkan dalam hadits yang lain diceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Tanah surga itu licin, putih, kasturi murni."
(HR. Muslim).

Dan harumnya bau surga ini dapat dicium dari jarak 100 tahun perjalanan.

Subhanallah...

Rabu, 06 Mei 2015

Apakah Musibah Tanda Murka Allah?

Bisa jadi musibah, hidup yang miskin, kesusahan, kesedihan, dan hal-hal lain yang tidak menyenangkan itu ditimpakan kepada kita justru karena kasih sayang Allah. Beberapa penyebabnya adalah sebagai berikut :

1. Sebagai Peringatan Agar Tidak Terus Melakukan Dosa

Jika dibukakannya dunia bisa menjadikan kita lalai sehingga hal itu bisa menjadi istidraj, maka sebaliknya jika Allah mencabut kesenangan itu, menaik kenikmatan itu, bisa jadi itu pertanda Allah masih sayang pada kita. Ibarat orang tua menjewer anaknya agar supaya anaknya ingat dan insyaf dari kenakalannya.

Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang maka dipercepat tindakan hukuman atas dosanya (di dunia) dan jika Allah menghendaki bagi hambanya keburukan maka disimpan dosanya sampai dia harus menebusnya pada hari kiamat. (HR. Tirmidzi dan Al-Baihaqi)

Kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dengan merendahkan diri. (Q.S. Al-A’raaf [7] : 94)

Dan tidaklah mereka perhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun? Namun mereka tidak juga bertaubat dan tidak pula mengambil pelajaran (Q.S. At-Taubah [9] : 126)

Jadi jelas ujian dan kesempitan serta penderitaan itu ada yang bertujuan untuk mengingatkan kita. Tentu ini merupakan kasih sayang Allah pada diri kita agar kita tidak terus menerus bergelimang dosa. Jika tidak demikian, lalu bagaimana? Apakah Anda ingin terus melakukan dosa sementara kita berharap Allah terus menambah nikmatnya? Jika demikian yang terjadi, maka itu adalah istidraj.

2. Karena Allah Tahu Kita Tak Akan Kuat Pada Godaan Dunia

Bisa jadi Allah justru menghindarkan kita dari dunia demi kebaikan kita. Mungkin karena tahu jika dunia dibukakan kepada kita, maka justru kita akan terlalaikan oleh dunia.

Sesungguhnya Allah melindungi hambaNya yang mukmin dari godaan dunia dan Allah juga menyayanginya sebagaimana kamu melindungi orangmu yang sakit dan mencegahnya dari makanan serta minuman yang kamu takuti akan mengganggu kesehatannya. (H.R. Al-Hakim dan Ahmad)

3. Karena Allah Hendak Menerima Amal Kita Yang Sedikit

Terkadang kita berlaku tidak adil pada Allah. Kita meminta yang banyak dan meminta sesuatu yang besar pada Allah namun kita hanya bisa mempersembahkan amal yang sedikit. Bahkan kadang kala kita tetap memohon surga sementara kita tetap melakukan kemaksiatan.

Ali bin Abi Thalib r.a. pernah berkata :” Ia mengharapkan Allah untuk memperoleh sesuatu yang besar sedangkan kepada sesama hamba ia mengharapkan sesuatu yang kecil, namun ia bersedia memberi untuk si hamba sesuatu yang tidak diberikannya kepada Tuhannya. Sungguh mengherankan betapa Allah diperlakukan kurang dari perlakuannya untuk hamba-hambaNya” (Mutiara Nahjul Balaghoh Hal 26)

Barang siapa ridho dengan rezeki yang sedikit dari Allah maka Allah akan ridho dengan amal yang sedikit dari dia (H.R. Bukhari)

Sesungguhnya Allah azza wa jalla menguji hambanya dengan rezeki yang diberikan Allah kepadanya. Kalau dia ridho dengan bagian yang diterimanya maka Allah akan memberkahinya dan meluaskan pemberianNya. Kalau Dia tidak ridho dengan pemberianNya maka Allah pun tidak akan memberinya berkah (H.R. Ahmad)

4. Karena Allah Hendak Mengampuni Dosa Kita

“Tiada seorang muslim tertusuk duri atau lebih dari itu kecuali Allah mencatat baginya kebaikan dan menghapus darinya dosa” (H.R. Bukhari)

Tiada seorang muslim ditimpa rasa sakit, kelelahan, diserang penyakit atau kesedihan sampai pun duri yang menusuk kecuali dengan itu Allah menghapus dosa-dosanya (H.R. Bukhari)

5. Karena Allah Hendak Menaikkan Derajat Kita

Seorang hamba memiliki suatu derajat di surga. Ketika dia tidak dapat mencapai (derajat itu) dengan amal-amal kebaikannya, maka Allah akan menguji dan mencobanya agar dia mencapai derajat itu (H.R. Athabrani)

6. Karena Allah Menaikkan Kita Pada Maqom (Derajat) Tertentu

Ada kalanya Allah menempatkan hambanya pada maqom (tempat/derajat) yang tinggi dimana dia ditugaskan di dunia ini untuk berdakwah saja atau untuk memberi penerangan ilmu pada masyarakat, sedangkan Allah tidak menghendaki ia menjadi pengusaha atau orang yang disibukkan dengan mencari rezeki. Maka untuk maqom ini Allah telah sediakan rezeki tanpa ia harus mencarinya.

Ibnu Atho’ilah dalam Al-Hikam berkata : “keinginan Anda untuk melakukan tajrid (mengkhususkan diri beribadah semata-mata dan meninggalkan pekerjaan duniawi) padahal Alalh menempatkan Anda pada maqom asbab (yaitu harus mencari sebab / jalan untuk datangnya karunia Allah) maka hal itu termasuk syahwat yang tersembunyi. Terkadang Allah menahan asbab darimu lalu Anda menjumpainya terputus naja dinilah letak tajrid. Maka tajrid itu datang lantaran suatu sebab yang engkau tak mampu melawannya yaitu engkau diminta meninggalkan asbab dan mencurahkan pada sesuatu yang fardhu ain atau fardhu kifayah. Allah menutup pintu-pintu asbab duniawi dan membukakan pintu-pintu ukhrawu. Maka keinginanmu melakukan asbab padahal Allah telah menempatkan mu pada kedudukan tahrid maka hal itu berarti sebuah kemerosotan himmah (hasrat) yang luhur”.

Maka bagaimanakah kita tahu maqom kita dimana? Ibnu ‘Abbad mengatakan : “Tanda bahwa Allah menempatkan sesorang dalam maqom asbab adalah hal itu berbuah dimudahkan berjalan terus menerus dan nampak buah hasilnya, yaitu ketika ia sibuk dengan asbab duniawi membawa pada keselamatan dalam agamanya. Sedangkan ciri Allah mendudukkan seseorang pada maqom tajrid adalah ketenangan jiwa ketika melakukan tahrid dan dawam (terus menerus) berbuah hasilnya membawa kebaikan pada agamanya.”

Jadi untuk menentukan maqom seseorang itu adalah datag dari Allah sendiri bukan keinginan dari orang itu. Said Hawwa mengatakan : Setan ingin mengeluarkan mereka dari pilihan Allah menuju pilihan nya sendiri. Padahal jika Allah memasukkan mu pada sesuatu maka ia akan menolongmu atas hal itu sedangkan jika engkau memasuki sesuatu karena keinginanmu sendiri maka hal itu akan dibebankan padamu. Yang dituntut oleh yang Maha Haq adalah agar engkau tetap berada pada posisi di mana Dia menempatkanmu, hingga Al-Haq yang Maha Suci sendiri berkenan untuk mengeluarkanmu sebagaimana Dia telah memasukkanmu (Mudzakiraat fii Manazilil Shiddiqiin wa Robbaniyyin Hal 163)

Ibrahim Al Khawwash mengatakan : “Janganlah engkau memberat-beratkan diri dengan apa yang telah dicukupkan untukmu dan janganlah engkau menyia-nyiakan apa yang engkau diminta untuk mencukupinya”

7. Karena Allah Hendak Mewafatkan Kita Dalam Keadaan Khusnul Khotimah

Khusnul Khotimah ialah akhir yang baik. Artinya seseorang keluar dari dunia ini dalam keadaan diampuni dosanya atau bersih dosanya sehingga tidak perlu lagi mendapat adzab kubur dan adzab neraka. Karena adzab kubur dan adzab neraka lebih berat daripada hukuman di dunia.

Maka terkadang seseorang ingin dibersihkan dosa-dosanya oleh Allah namun orang itu tak bisa mengejar dengan ibadahnya dan amal sholehnya, karena mungkin dosanya kelewat banyak. Maka Allah menjadikan pahalnya itu dari buah kesabaran atas musibah yang ditimpaka kepadanya

Dari Sa’ad bin Abi Waqash r.a. Rasulullah bersabda : “Seseorang diuji menurut kadar agamanya. Kalau agamanya lemah dia diuji dengan itu (ringan) dan bila imannya kuat dia akan diuji sesuai dengan itu (keras). Seseorang akan diuji terus menerus sehingga dia berjalan di muka bumi ini bersih dari dosa-dosanya” (H.R. Bukhari)

8. Karena Allah Ingin Mendengar Ratapan Kita

Kadangkala seseorang mendapat ujian karena cintanya dan rindunya Allah kepada orang tersebut sehingga Allah suka apabila ambanya itu memohon dan Allah suka jika hambanya itu meratap.
Apabila Allah menyenangi seorang hamba maka dia akan diuji agar Allah mendengar permohonannya (ratapannya) (H.R. Baihaqi)

9. Karena Allah Ingin Memberikan Cintanya

Demikian pula terkadang Allah menghindarkan seseorang dari gemerlapnya dunia karena cintaNya. Karena tahu justru dunia itu buruk bagi orang tersebut dan Allah ingin melindunginya dari godaan dunia agar ia tidak terjerumus dosa. Maka kadangkala Allah berikan kemiskinan itu bukan karena murkaNya melainkan justru karena cintaNya.

Besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian dan cobaan. Sesungguhnya Allah azza wa jalla bila menyenangi suatu kaum maka Allah akan menguji mereka. Barang siapa bersabar maka baginya manfaat kesabarannya dan barang siapa murka maka baginya murka Allah (H.R. Tirmidzi)

Dalam hadits di atas, jika Allah mencintai suatu kaum maka justru Allah akan berikan ujian dan cobaan karena disitulah lumbung pahala jika ia bersabar menghadapi ujian tersebut

10. Karena Allah Berkehendak Memberikan Yang Lebih Baik

Kadang kala Allah mengambil sesuatu dalam rangka menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik. Bahkan lebih baik daripada apa yang orang tersebut minta. Namun apa yang lebih baik menurut Allah belum tentu lebih baik di mata manusia.

Ibnu Atho’ilah dalam Al Hikam mengatakan : “adakalanya Allah tidak memberimu kesenangan dunia dan Dia juga tidak memberimu taufiq dan pemahaman. Kadang kala Allah memberimu kesenangan dunia dan Dia juga memberimu taufiq dan pemahaman. Jika Allah menyibakkan kepadamu pintu untuk memahami penahanan pemberian maka penahanan pemberian itu bisa berubah menjadi pemberian itu sendiri. Maka bila penahanan pemberian itu menyakitimu itu hanya karena ketiadaan pemahamanmu tentang Allah di dalamnya. Bila Allah memberikan karunia kepadamu maka Dia mempelihatkan kebaikan Nya kepadamu. Bila ia menahan pemberian kepadamu maka Dia menunjukkan kekuasaanNya padamu. Dalam semua keadaan itu sesungguhnya Dia memperkenalkan diriNya kepadamu dan menghadapimu dengan kelembutan.”
(Abu Akmal Mubarok/seteteshidayah.wordpress.com)

Senin, 04 Mei 2015

Apa itu alam Malakut

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Tingkatan-tingkatan alam dalam dunia tasawuf yaitu alam mulk, Miotsal atau hayal, dan alam barzakh, yang keseluruhannya ternyata akrab dengan manusia. Sementara alam malakut yang lebih di kenal dengan alamnya para malaikat dan jin, merupakan suatu alam yang tingkat kedekatannya dengan alam puncak lebih utama dari pada alam—alam sebelumnya.

Namun, alam malakut masih lebih rendah dari pada alam diatasnya, seperti jabarrut dan al-a’yan al-Tsabitah,. Mulai alam miotsal sampai alam-alam di atasnya tidak bisa di tangkap panca indra dasaratau fisik manusia karena sudah masuk wilayah alam ghaib. Manusia dengan panca indra fisiknya hanya mampu mengobservasi secara fisik alam syahadah mutlak, seperti alam mineral, alam tumbuh-tumbuhan, alam hewan, dan sebagian dari dirinya sendiri.

Alquran mengisyaratkan unsur kejadian manusia ada tiga, yaitu unsur badan atau jasad, unsur nyawa (nafs), da unsur roh (ruh). Dalam Alquran, nyawa dan ruh berbeda. Nyawa dimiliki tumbuh-tumbuhan dan binatang, tetapi unsur roh tidak dimiliki keduanya, bahkan oleh seluruh makhluk Tuhan lainnya. Unsur roh inilah yang membuat para malaikat dan seluruh makhluk lainnya sujud kepada manusia (Adam).
Roh yang merupakan unsur yang ketiga manusia ini menjadi potensi amat dasyat baginya untuk mengakses alam puncak sekalipun. Unsur ketiga inilah yang disebut sebagai ciptaaan khusus (khalqon akhar)di dalam Alquran.

“sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati (berasal) dari tanah. Kemudian, kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang-belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian, kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci Allah, pencipta Yang paling baik”.(QS al-mukmin [23]:12-14).

Kata ansya’nahu khalqan akhar dalam ayat di atas, menurut para mufasir, maksudnya adalah unsur rohani setelah unsur jasad dan nyawa (nafs). Hal ini sesuai dengan riwayat ibnu Abbas yang menafsirka kata ansya’nahu dengan ja’ala ansya’al ruh fih, atau penciptaan roh kedalam diri adam. Unsur ketiga ini kemudian disebut unsur ruhani, atau lahut atau malakut, yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk biologis lainnya.

Unsur ketiga ini merupakan proses terakhir dan sekailgus penyempurnaan subtansi manusia sebagaimana di tegaskan di dalam beberapa ayat, seperti dalam surah al-Hijr: 28-29. Setelah pencitaan unsur ketiga ini selesai, para makhluk lain termasuk para malaikat dan jin bersujud kepada Adam dan alam raya pun di tundukkan (taskhir) untuknya. Unsur ketiga ini pulalah yang mendukung kapasitas manusia sebagai khalifah Tuhan di bumi (QS al-An’am [6]: 165) disamping sebagai hamba (QA al Zariat [51]:56).

Meskipun memiliki unsur ketiga, manusia akan tetap menjadi satu-satunya makhluk eksistensialis karena hanya makhluk ini yang bisa turun naik derajatnya di sisi Tuhan. Sekalipun manusia ciptaan terbaik (ahsan taqwim/QS at-tin [95]:4), ia tidak mustahil akan turun kederajat paling rendah (asfala sa-filin)/Qs At-Tin [95]:5), bahkan bisa lebih rendah dari pada binatang ( Qs –al A’raf [7]:179).

Eksistensi kesempurnaan manusia dapat di capai manakala ia mampu menyinergikan secara seimbang potensi berbagai kecerdasan yang di milikinya. Seperti orang sering menyebutnya dengan kecerdasan unsur jasad (IQ), kecerdasan nafsni EQ), dan kecerdasan ruhani (SQ). Tidak semua aspek manusia itu dapat dipahami secara ilmiyah dan terukur oleh kekuatan panca indra manusia. Karena memang unsur manusia memiliki unsur berlapis-lapis.

Dari lapis mineral tubuh kasar sampai kepada roh (unsur Lahut/malakut) yang di install Allah SWT sebagaimana di tegaskan lagi di dalam Alquran, “kemudian apabila telah aku sempurnakan kejadiannya dan aku tiupkan roh-Ku kepadanya, tunduklah kamu dengan bersujud kepadanya. Lalu para malaikat itu bersujud semuanya”.(QS Shad[38]:72-73).

para penghuni alam malakut terdiri atas para jin dan malaikat, termasuk iblis. Alam ini tidak bisa di akses dengan panca indra atau kekuatan-kekuatan fisik manusia. Alam ini hanya bisa di akses manusia jika mereka mampu menggunakan potensi lahut dan malakut yang dimilikinya. Hubungan interaktif antara para penghuni alam dimungkinkan, mengingat berbagai alam itu sama-sama ciptaan Allah SWT.

Manusia sebagai makhluk utama memiliki kemampuan untuk itu karena kedahsyatan unsur ketiga tadi. Jika kita merujuk kepada pendapat Syekh Abdul qodir Jailani yang membagi Roh itu dalam empat tingkatan, semakin mudah kita memahami kemungkinan itu. Menurut Syekh Abdul Qodir Jailani dalam kitabnya sirr al – asrar, roh itu memiliki empat tingkatan.

Tingkatan itu adalah roh jasadi yang berinteraksi dengan alam mulk; roh ruhani yang berinteraksi dengan alam malakut; roh sulthoni yang beriteraksi dengan alam jabarut; dan roh al quds yang berinteraksi alam lahut. Namun perlu diingatkan di sini kit asebagai hamba tidak boleh terkecoh oleh bayangan keindahan alam-alam di atas manusia.

Jangan sampai kita lengah sehingga seolah-olah pencarian kita bukan lagi tertujuh kepada Ridha Allah semata, melainkan sesudahterkecoh oleh unsur-unsur kekeramatan. Semakin tinggi tigkat pencarian seseorang, semakin tinggi pula unsur pengecohnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits Qudsi diatas. “kerjakanlah semuanya dengan semata - mata karena Allah SWT.

Sabtu, 02 Mei 2015

Riyadhus Shalihin: Menjadi Orang Jujur

1. Dari Ibnu Mas’ud ra., dari Nabi SAW, beliau bersabda :
“Sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang akan selalu bertindak jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu membawa ke neraka. Seseorang akan selalu berdusta sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai pendusta .” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Dari Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra., ia berkata :

“Saya menghafal beberapa kalimat dari Rasulullah SAW, yaitu : “Tinggalkanlah apa yang kamu ragukan dan kerjakanlah apa yang tidak kamu ragukan. Sesungguhnya jujur itu menimbulkan ketenangan dan dusta itu menimbulkan kebimbangan .” (HR. Tirmidzi)

3. Dari Abu Sufyan Shahr bin Harb ra., di dalam haditsnya yang panjang tentang cerita pertanyaan Heraklius kepadanya :

“Apa saja yang diperintahkan oleh Nabi SAW kepada kamu ?” Abu Sufyan berkata : “Nabi SAW bersabda : “Sembahlah Allah Yang Maha Esa dan janganlah kamu menyekutukan apapun dengan-Nya, tinggalkanlah ajaran-ajaran nenek moyangmu. Beliau juga menyuruh kami untuk melaksanakan salat, jujur, pemaaf dan menghubungkan sanak kerabat .” (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Dari Abu Tsabit, (Abu Sa’id atau Abul Walid Sahl bin Hunaif), ia adalah orang yang ikut perang Badar. Menurut beliau, Nabi SAW bersabda : 

“Siapa saja yang benar-benar mohon untuk mati syahid kepada Allah Ta’ala niscaya Allah akan mengabulkan ke tingkat orang yang mati syahid walaupun ia mati di atas tempat tidur.“ (HR. Muslim)

5. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : 

“Rasulullah SAW bersabda : “Ada salah seorang di antara para nabi sewaktu akan berangkat perang, ia berpesan kepada kaumnya : “Janganlah mengikuti kami, yaitu orang yang baru kawin, sedangkan ia belum berkumpul dengan isterinya. Orang membangun rumah, sedangkan ia belum selesai membangunnya. Dan janganlah mengikuti kami orang yang baru membeli kambing atau onta, dan ia menunggu kelahiran anaknya .” Kemudian Nabi berangkat berperang dan ketika mendekati sebuah dusun kira-kira menjelang Nabi itu berkata kepada matahari : “Wahai matahari, sesungguhnya kamu diperintah dan saya pun diperintah. Ya Allah, tahanlah ia untuk membantu kami.”
Maka tertahanlah matahari itu, sehingga Allah memberikan kemenangan kepada nabi itu. 

Kemudian Nabi itu mengumpulkan barang-barang rampasan perang dan mendatangkan api untuk memakannya, tetapi api itu tidak mau memakannya, oleh karenanya Nabi itu bersabda:
“Sesungguhnya ada di antara kamu sekalian yang tidak ikhlas, maka setiap kelompok harus mengirimkan seorang laki-laki untuk berbai’at kepadaku.” Kemudian melekatlah
tangan dua atau tiga orang dengan tangan Nabi, maka beliau bersabda : “Kalianlah yang tidak ikhlas.” Orang-orang itu lalu membawa emas sebesar kepala sapi kemudian diletakkan di hadapan Nabi dan datanglah api, memakan emas tadi.
Barang-barang rampasan perang belum dihalalkan bagi seseorang sebelum kami. Kemudian Allah melihat kelemahan kami, karena Allah itu menghalalkan barang rampasan itu
bagi kami.” (HR. Bukhari dan Muslim)

6. Dari Abu Khalid Hakim bin Hizam ra., ia masuk Islam sewaktu pembukaan kota Makkah, sedangkan ayahnya termasuk tokoh Quraisy, baik di zaman Jahiliyah maupun setelah masuk Islam, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : 

“Dua orang yang berjual beli itu haruslah bebas memilih sebelum mereka berpisah. Apabila keduanya jujur dan berterus terang di dalam berjual beli, maka keduanya akan mendapatkan berkah. Tetapi apabila keduanya menyembunyikan dan dusta, maka jual belinya itu tidak akan membawa berkah.” (HR.Bukhari dan Muslim).

Kapan Do'a Kita Mustajab


1. DOA setelah Sholat TAHAJJUD
2. DOA setelah Sholat DHUHA
3. DOA menjelang BERBUKA PUASA
4. DOA antara ADZAN DAN IQOMAT
5. DOA antara DUA KHUTBAH JUM'AT
6. DOA Di Penghujung Hari Jum'at ( BA'DA
ASHAR SD MAGHRIB )
7.DOA Di kala Turun Hujan
8. DOA Di kala mendengar KOKOK AYAM ( Diriwayatkan Ayam Adalah Hewan Yang Dapat Melihat MALAIKAT/WAKTU SUBUH).
9. DOA IMAM dan KHOLIFAH/PEMIMPIN YANG ADIL
10. DOA Seorang yang TERDZOLIMI
11. DOA ORANG TUA kepada Anaknya
12. DOA pada sujud terakhir dalam shalat
13. DOA Ketika Malam Lailatul Qodar
14. DOA Ketika Hari Arofah
15. DOA Ketika Minum Air Zam-Zam.

Orang-orang yang senantiasa di doakan oleh para
malaikat:

1. ORANG yang selalu BERSHALAWAT
2. ORANG yang berada Di SHAF TERDEPAN DALAM SHALAT
3. ORANG yang Merapat dan Meluruskan SHAF SHALAT
4. WANITA yang HAMIL.
5. WANITA yang MERAWAT ANAKNYA
6. ORANG yang Mendoakan ORANG LAIN
7. ORANG yang Duduk Menunggu SHALAT
8. ORANG yang Tidur Dalam KEADAAN SUCI
9. ORANG yang Membesuk ORANG SAKIT

Jangan, Pernah berhenti berdoa karena dengan berdoalah kita akan merasa dekat dengan
ALLAH SWT....
Subhanallah...Walhamdulillah...Walailahailallah...Wallahuakbar...
Semoga kita bisa mengamalkannya...Aamiin YRA

Jumat, 24 April 2015

Detik-detik Wafatnya Rasulullah SAW

Wafatnya Adalah Kehidupan Sejatinya

Wahai, bagaimana hati kita tidak tergetar dan semakin merasakan kerinduan kepada Rasulullah SAW? Bagaimana hati kita tidak terkesan dengan beliau? Bagaimana kita tidak dapat melupakan perintah untuk mencintai beliau? Bagaimana hati kita tidak terikat untuk senantiasa merindukan beliau? Bagaimana hati kita tidak tesentuh kala pribadi beliau diperdengarkan? 


Dalam haji wada’nya (haji perpisahan), Rasulullah SAW berkhutbah di hadapan sekitar 120.000 orang, “Wahai manusia,dengar dan perhatikanlah, sesungguhnya aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian selepas tahun ini.”

Semuanya terdiam, sambil terus mendengarkan kata demi kata yang diucapkan Rasulullah SAW. Beliau menasehati dan berwasiat kapada mereka tentang keterikatan mereka dengan Tuhan dan agama mereka. Ketika itu Allah menurunkan ayat. ”Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kalian agama kalian, Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian, dan Aku ridha Islam menjadi agama kalian.”

Allah menghidupkan makna kehidupan yang dahsyat di tengah-tengah mereka, dalam suasana perpisahan dengan Rasulullah SAW. Saat itu, perpisahan dengan beliau adalah sebuah sisi kehidupan bagi umatnya setelah itu. Kemudian Rasulullah SAW pun pulang ke kota Madinah.

Bulan Rabi’ul Awwal tiba

Di awal bulan itu, tubuh Rasulullah SAW terasa lemah. Beliau terserang sakit demam. Tubuhnya pun disirami air sejuk. Beliau bersabda, “Siramilah aku dengan air supaya aku dapat keluar untuk mengucapkan salam perpisahan dengan para sahabatku. ”Baginda pun disirami air itu, yang membuat tubuhnya terasa lebih segar. 


“Sahabat Teragung”

Kemudian beliau keluar rumah, melangkahkan kakinya dengan diiringi kedua sepupunya, Ali bin Abu Thalib dan Fadhl bin Abbas, radhiyallahu’anhuma.

Saat melihat hadirnya Rasulullah SAW di tengah-tengah mereka, tampak betapa kegembiraan menyemburat dari wajah para sahabat. Kemudian Rasulullah SAW duduk di atas mimbar.

Para sahabat terdiam, bersiap untuk mendengarkan segala apa yang akan diucapkan Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW pun berkhutbah, khutbah perpisahan. Beliau bersabda,”Seseorang telah diberi pilihan, antara kehidupan di dunia atau menjumpai Ar-Rafiqul A’la. 
(“Sahabat Teragung”, Allah SWT).”

Rasulullah SAW pun kemudian mengulang-ulang kata itu, “Ar-Rafiqul A’la, Ar-Rafiqul A’la, Ar-Rafiqul A’la…” Wahai orang yang berakal, adakah kehidupan Allah akan berakhir? Adakah hubungan dengan Allah akan menemui titik penghabisan? Hubungan dengan Ar-Rafiqul A’la itu sesungguhnya merupakan kehidupan itu sendiri. Ucapan Rasulullah SAW itu menandakan bahwa ia memilih kehidupan yang sejati.

Hati sahabat Abubakar RA tersentuh. Ia pun berkata kepada Rasulullah SAW,”Ya Rasulullah, demi ayah dan ibuku, biarlah ruh-ruh kami, anak-anak kami, dan sanak keluarga kami, serta harta-harta kami, sebagai tebusan bagimu. ”Melihat Abubakar RA mengatakan itu, sahabat Abu Sa’id Al-Khudri RA berkata, “Ada apa dengan orang tua ini? Apakah ia (Abubakar) sudah pikun?”

Rasulullah SAW telah menceritakan ihwal lelaki ini (Abubakar RA), yaitu seorang yang telah meyakini penuh bahwa diri beliau sebagai utusan Allah SWT (saat yang lain banyak yang mengingkarinya). Kelak Abu Sa’id mengatakan, “selepas wafatnya Rasulullah SAW, Aku baru tahu, perkataan Abubakar itu perkataan yang tepat.”

Rasulullah SAW memandang Abubakar RA. Pandangan yang penuh makna. Kemudian beliau berkata, “Biarkanlah sahabatku berkata kepadaku, Orang yang paling percaya kepadaku adalah Abubakar. Sekiranya aku memilih kawan dekat, niscaya aku akan memilih Abubakar. Tutuplah pintu rumah kalian yang menuju masjidku,kecuali pintu rumah Abubakar.”

Wasiat-wasiat Rasulullah SAW

“Ya Rasulullah, berwasiatlah kepada kami,”ujar para sahabat.
Kala itu, di antara yang diwasiatkan Rasulullah SAW, ”Berwasiatlah kalian terhadap para wanita dengan kebaikan.’


Wasiat ini menyinpan makna yang luar biasa yang beliau katakan di saat beliau hendak mengucapkan salam perpisahan kepada sekalian umatnya. Maknanya agar kita mewujudkan hubungan yang baik sesama kita sepeninggal beliau, yang dengannya kehidupan akan berjalan harmonis. Beliau mewasiatkan ini agar kita dapat menggapai kehidupan yang sebenarnya, yaitu tatkala kita menjalani kehidupan ini penuh dengan kebaikan.

Beliau juga berwasiat, “ Dan berwasiatlah kalian dengan baik terhadap keluargaku.” Beliau ingin kita dapat terus hidup berkesinambungan dengan beliau.

Kenapa beliau mengatakan “ keluarga” yang dinisbahkan sebagai keluarga beliau, “keluargaku”. Hal itu disebabkan beliau ingin mengajarkan kepada kita bahwasanya perpindahan beliau dari alam dunia tidak dimaksudkan sebagai terputusnya hubungan umat dengan beliau. Seakan beliau mengatakan,”Hubungan kalian denganku tak akan terputus sekali kalian berhubungan dengan keluargaku."


Wasiat beliau lainnya,”Janganlah kalian menjadi kafir selepas kepergianku dan janganlah kalian berperang satu sama lain.” Beliaupun terus berwasiat kepada para sahabat dengan wasiat-wasiat lain yang beliau berikan kepada mereka. Sebagian diantara mereka mengatakan, ”Ya Rasullullah, jika engkau wafat, siapakah yang akan memandikanmu?” Beliau menjawab, “Seseorang di antara ahlul baytku.”

Hati mereka amat tersentuh dengan perpisahan yang akan mereka lalui, perpisahan antara mereka dengan Rasulullah SAW. Kemudian mereka berkata lagi, “Dengan apa engkau kami kafankan?”

Saat melihat rasa gundah melanda hati para sahabatnya, air mata Rasulullah SAW pun berlinang. Beliau menjawab,” (Bahan) dalam pakaianku ini, atau kain dari Yaman, atau jubah dari Syam, atau kapas dari Mesir.” 


Abubakar Mengimami Shalat

Mereka terus bertanya kepada Rasulullah SAW dengan pertanyaan lainnya. Setelah benyaknya pertanyaan sebagai persiapan bagi para sahabat bila sewaktu-waktu Rasulullah SAW wafat dan meninggalkan mereka, Rasulullah SAW pun menangis. Lalu beliau bersabda, ”Berlaku lembutlah kepada nabi kalian. ”Kemudian beliau berdiri, melangkah pulang, dan memasuki rumah beliau. Beliau pun merebahkan diri di pembaringan.

Di saat yang sama, rasa bimbang semakin menggelayuti hati para sahabat. Kemudian mereka meninggalkan pekerjaan dan urusan mereka dan berkeliling di sekitar rumah Rasulullah SAW dan masjid beliau. Mereka ingin mengetahui perkembangan berita tentang Rasulullah SAW. Sampai tiba pada waktu shalat, sedangkan imam mereka (Rasulullah SAW) tidak kunjung keluar untuk shalat bersama mereka. Para sahabatpun semakin bertambah bimbang.

Kemudian Rasulullah SAW berkata kepada Aisyah RA, “Perintahkan Abubakar untuk mengimami shalat.” Aisyah RA (putri Abubakar RA) berkata kepada beliau, “Ayahku seorang yang kurus dan aku khawatir ia akan menangis dan tak sanggup berdiri. Mintalah dari umar, ya Rasulullah.”

Rasulullah SAW menjawab, “Kalian seperti sahabat Nabi Yusuf AS. Perintahkanlah Abubakar untuk mengimami shalat.” Abubakar RA pun bangkit mengimami jama’ah shalat fardhu yang pertama dan shalat-shalat berjama’ah berikutnya.

Salam Perpisahan

Senin waktu shalat Subuh,12 Rabi’ul Awwal. Rasulullah SAW menyingkap tabir kain dari pintu rumah beliau. Pandangannya mengarah kepada para sahabat. Tampak mereka tengah shalat dengan khusyu’ dan tunduk di hadapan Allah SWT, di bawah pimpinan Abubakar RA. Segala puji bagi Allah, saat Rasulullah SAW memperhatikan para sahabatnya itu, masjid pun bercahaya dengan kemunculan beliau. 

Sampai sebagian sahabat mengatakan, “Hampir saja kami terlalaikan dari shalat kami ketika Rasulullah muncul.” Abubakar RA hampir saja mundur dari pengimaman, sementara para sahabat yang lainnya hampir saja memalingkan pandangannya kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW menunjuk dengan tangan beliau,”Tetaplah di tempat kalian.” Kemudian beliau menutup kembali tirai di pintu masuk rumah beliau itu.

Para sahabat mengatakan, “Itulah saat terakhir Rasulullah SAW memandangi para sahabatnya. Abdullah bin Mas’ud RA, pembantu Rasulullah SAW, mengatakan, ketika Rasulullah SAW melihat mereka, beliau mengatakan, “Allah memelihara kalian, Allah memberkati kalian, Allah menguatkan kalian, Allah menolong kalian, Allah membantu kalian." Inilah salam perpisahan dari seorang yang merindukan para sahabatnya. Para sahabat pun memberi salam kepada Rasulullah SAW dan keluar dari masjid.

Dikatakan, para sahabat bergembira saat mendapati Rasulullah SAW memperhatikan mereka dari pintu rumah beliau. Mereka menyangka kondisi kesehatan Rasulullah SAW telah berangsur pulih. Karenanya, sebagian dari mereka kemudian beraktivitas lagi seperti sedia kala. Mereka menyangka bahwa itu adalah rahmat Allah SWT terhadap mereka. 


Berita Kematian yang Menggembirakan

Aisyah RA berkata, “Rasulullah SAW meminta izin dari sekalian istri beliau untuk dirawat di rumahku, lalu mereka mengizinkan. Saat hari Senin itu, hari wafatnya Rasulullah SAW tiba, ruh beliau diambil di rumahku sedangkan beliau ada dalam dekapanku. Ia berkisah, “Ketika kami semua sedang duduk, datanglah Fathimah sambil menangis. Cara berjalannya mirip cara berjalan ayahandanya, Rasulullah SAW. Kemudian beliau mendekap dan mengecupnya. Lalu beliau SAW membisikkan sesuatu di telinganya. Sesaat kemudian Fathimah mengangkat kepalanya . Ia menangis.

Kemudian Rasulullah SAW memberi isyarat kepadanya, beliau ingin membisikkan lagi sesuatu kepada Fathimah. Fathimah mendekati ayahnya dan kemudian Rasulullah berbisik kepadanya. Sesaat setelah itu Fathimah kembali mengangkat kepalanya dengan penuh rasa gembira yang merona di wajahnya. Aku tidak pernah melihat tangisan yang kemudian disusul dengan tertawa seperti itu.: Aisyah RA pun bertanya kepada Fathimah RA, “Apa yang dibisikkan ayahandamu kepadamu?” Fathimah RA menjawab, “Jangan engkau hiraukan hal itu, karena aku tak mau membuka rahasia ini selagi beliau masih hidup.”

Kelak setelah Rasulullah SAW wafat, Aisyah bertanya lagi tentang hal itu. Fathimah mengatakan, “Ya, ketika aku mendekati ayahku, beliau berbisik kepadaku, ‘Wahai Fathimah, sekali dalam setahun Jibril mendatangiku untuk membacakan Al-Qur’an kepadaku dan pada tahun ini ia telah mendatangiku dua kali. Dan Allah telah memberikan pilihan kepada ayahmu, antara dunia dan Ar-Rafiqul A’la. ’Ayahku memilih Ar-Rafiqul A’la. Dan aku diberi tahu bahwa nyawanya akan dicabut pada hari itu. Lalu aku pun menangis. Kemudian beliau memanggilku lagi dan membisikan kepadaku, ‘Apakah engkau suka bahwa engkau menjadi penghulu wanita sekalian alam dan menjadi orang yang pertama kali akan menyusulku?’ Aku pun bergembira dengan berita dari ayahku itu.”

Kematian adalah sesuatu yang menyedihkan. Bagaimana dengan kabar kematianmu ini, wahai Zahra? Fathimah mengatakan, “Berita kematianku ini mempercepat pertemuanku dengan orang yang aku kasihi, dan inilah kehidupan yang sesungguhnya bagiku.”

Dialog dengan Malaikat Maut


Aisyah melanjutkan kisahnya, “Sebelum itu kami mendengar ada sesuatu yang bergerak di balik pintu. Dan itu adalah Jibril. Jibril meminta izin Rasulullah untuk masuk. Beliau mengizinkannya.

Kemudian aku mendengar Rasulullah berkata kepadanya, ‘Wahai Jibril, Ar-Rafiqul A’la…, Ar-Rafiqul A’la… Kami tahu bahwa sangkaan kami adalah tepat.’

Kemudian aku bertanya kepada Rasulullah SAW, Apa yang telah terjadi, wahai Rasulullah?’ Rasulullah menjawab, ‘ Itulah Jibril yang datang dan berkata: Malaikat maut telah berada di depan pintu dan meminta izin. Dan tidaklah malaikat maut meminta izin kepada seorang pun baik sebelum dan sesudahmu.

Dan ia (jibril) mengatakan: Allah menyampaikan salam kepadamu dan Dia telah merindukanmu,” Maka, wahai orang-orang yang berakal, apakah perpindahan kepada Tuhan yang merindukannya merupakan suatu kematian? Bukan. Kehidupan yang sebenarnya adalah perpindahan kepada Allah, Yang Maha Hidup.

Kemudian malaikat maut mengatakan kepada Rasulullah SAW, “Jikalau engkau berkenan, aku akan mencabut ruhmu untuk menemui Ar-Rafiqul A’la. Namun jika engkau tak berkenan, aku akan biarkan mengikuti berlalunya masa sampai tempo waktu yang engkau inginkan.”

Rasulullah memilih Allah Ta’ala. Ya, beliau memilih Sahabat Yang Teragung. Kemudian malaikat maut pun masuk dan mengucapkan salam kepada Rasulullah SAW. Ia berkata lagi, “Wahai Rasulullah, apakah kau mengizinkanku?” Rasulullah SAW menjawab, “Terserah apa yang akan kau lakukan, Wahai malaikat maut. Dan berlaku lembutlah sewaktu mencabut ruhku.” “Hhhhhhhhhh……….” (Desis suara Rasulullah SAW menahan rasa sakit).

Rasulullah SAW kembali mengatakan kepada malaikat maut, “Berlaku lembutlah kepadaku, wahai malaikat maut.” Perhatikanlah (meski dicabut dengan selembut-lembutnya pencabutan ruh yang pernah dilakukan malaikat maut), Rasulullah SAW pun merasakan sakitnya sakaratul maut. Maka bagaimana (yang akan dirasakan) oleh orang yang lalai dengan kematian dalam kehidupan mereka? Mereka tidak merenungi saat-saat ketika nyawa dicabut pada saat sakaratul maut. “Beratkan bagiku,Ringankan bagi umatku”

Maka menanjak naiklah ruh mulia Baginda Rasulullah SAW, yang ditandai dengan sentakan kedua kaki beliau. Peluh pun bercucuran dari dahi Baginda. Peluh yang bagaikan butiran permata berbau kesturi. Rasulullah SAW menyapu peluhnya itu dengan tangannya dan kemudian meletakkan tangannya pada sebuah wadah di tepinya untuk menyejukan tubuhnya.

Kembali suara berdesis dari lisan suci beliau.”Hhhhhhhh……” Lantaran rasa sakit yang ia alami pada saat sakaratul maut. Beliau pun mengatakan, “Sesungguhnya maut itu amatlah berat, YA Allah, ringankan beratnya maut terhadapku” Maka para malaikat dari langit pun turun kepada beliau. Mereka berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah menyampaikan salam atasmu dan Dia menyatakan bahwa sesungguhnya perihnya sakaratul maut 20 kali lipat (dalam riwayat lain 70 kali lipat) dari rasa sakit akibat padang yang menusuk tubuh.”

Rasulullah SAW pun menangis dengan tangisan yang tiada tangisan lain yang lebih menyedihkan bagi kalian semua. Beliau berdoa, “Ya Allah, beratkanlah (sakaratul maut) ini atasku, tapi ringankanlah atas umatku.”

Wahai, bagaimana hati kita tidak tergetar dan semakin merasakan kerinduan kepada Rasulullah SAW? Bagaimana hati kita tidak terkesan dengan Rasulullah SAW? Bagaiman kita dapat melupakan perintah untuk mencintai beliau? Bagaimana hati kita tidak terikat untuk senantiasa merindukan beliau? Bagimana hati kita tidak tersentuh kala pribadi beliau diperdengarkan?

Pesan Terakhir


Aisyah RA berkata, “Saudaraku, Abdurrahman bin Abubakar, masuk dan ia sedang membawa sebatang kayu siwak yang ujungnya belum dilembutkan. Aku lihat Rasulullah memandang kearahnya dan adalah Rasulullah SAW menyukai siwak.”

Maka, apakah kalian menyukai apa yang beliau suka dari sunnah-sunnah beliau? Adalah Rasulullah SAW menyukai siwak. Aisyah menyatakan,”Aku bertanya kepada Rasulullah,’Ya Rasulullah, apakah engkau menginginkannya (siwak)?’ Rasulullah, di saat beliau sudah tak dapat lagi berkata-kata dan kami pun tak dapat mendengar sesuatu pun darinya, memberi isyarat dengan menganggukkan kepala beliau, pertanda beliau menginginkan untuk bersiwak. Dan perkara yang terakhir beliau katakana adalah, ‘Ash-shalah….ash-shalah….ash-shalah…’-‘Shalat…. Shalat…. Shalat…..’

Maka,apakah yang kalian lakukan terhadap wasiat Nabi kalian di saat-saat akhir dari kehidupannya di dunia ini? Shalat adalah hubungan kalian dengan Tuhan, agar terjalin hubungan yang hakiki dengan-Nya.

Wahai orang yang mendahulukan perkerjaan dunianya dan hawa nafsunya sebelum shalat, yang mendahulukan keterlenaannya disbanding shalatnya,ingatlah, wasiat yang terakhir dituturkan oleh kekasih kalian di akhir usianya adalah,’Ash-shalah…. Ash-shalah… ash-shalah….’, di samping ‘Berwasiatlah dengan kebaikan terhadap para wanita’, dan juga, ’Aku berwasiat kepadamu dengan kebaikan terhadap keluargaku.’

Sesaat kemudian, lidah Rasulullah SAW tampak kaku. Tapi, ruh beliau belum tercabut. Beliau masih berkata-kata.” Dan majelis ini, kata Habib Ali, adalah salah satu kenyataan yang menggambarkan keadaan ruh Rasulullah SAW. Kalaulah tidak karena kehidupan Rasulullah SAW yang wujud dalam diri kita,niscaya kita tidak tersentak saat disebut perihal kisah wafatnya Rasulullah SAW. Bergetarnya hati kalian saat disebutkan perihal kejadian-kejadian pada saat wafatnya Rasulullah SAW adalah sebagiam dari petunjuk yang nyata bahwa kematian beliau adalah sebuah kehidupan.Adakah kematian yang dapat menggerakkan banyak hati?

Sejahteralah Jasad Beliau


Kemudian, Aisyah melanjutkan, “Rasulullah SAW memberikam isyarat lewat anggukan kepalanya, sebagai pertanda keinginannya. Maka aku berikan kepada beliau kayu siwak yang belum dilembutkan itu. Tapi kemudian aku mengambilnya dari tangan beliau ketika kulihat itu tak dapat beliau gunakan karena keras,belum dilembutkan. Lalu aku melembutkannya dengan mulutku. Aku bangga, karena,di kalangan para sahabat, benda terakhir yang masuk ke mulut beliau adalah air liurku. Lalu aku meletakkannya dalam mulut beliau. Beliau pun memegangnya dengan tangan beliau sendiri,”

Sakaratul maut yang dialami Rasulullah semakin mendalam. Cahaya memancar dari wajah beliau, dan cahaya itu meliputi keluarganya. Waktu terus berjalan.

Ruh mulia Rasulullah SAW telah sampai pada kerongkongannya. Beliau membuka kedua kelopak bola matanya. Kemudian beliau menunjukkan isyarat dengan jari telunjuknya sebagai kesaksian atas keesaan Sang Pencipta, yaitu isyarat ketauhidannya. Tak lama kemudian, beliau pun mengembuskan napas terakhir.

Sejahterakanlah jasad beliau yang agung setelah melalui hari-hari yang melelahkan, lantaran segala hal ia baktikan demi keselamtan kita.

Sejahterakanlah jasad beliau setelah perutnya kerap kali diikat dan diganjal batu karena kelaparan, demi pengorbanannya kepada kita.

Sejahterakanlah jasad beliau, yang pernah dilempari batu hingga melukai beliau,demi dakwahnya kepada kita.

Sejahterakanlah jasad beliau,yang gerahamnya pernah dipatahkan, lantaran kesungguhan beliau dalam membela agama yang akan menyelamatkan kita.

Sejahterakanlah jasad beliau, yang dahinya pernah dilukai sampai mengalir darah dari dahinya yang mulia itu, lalu beliau menahannya dengan tangan beliau agar darah suci beliau tak sampai jatuh ke tanah, sebagai rahmat bagi mereka, kaum yang memerangi beliau, dan bagi kita, dari kemurkaan Allah SWT.

Sejahterakanlah jasad beliau, yang mata panah pernah menembus daging pipinya,demi kita.
Sejahterakanlah jasad beliau, yang kakinya sampai bengkak disebabkan pengabdian beliau kepada Allah SWT dan demi dakwah kepada kita.

Sejahterakanlah jasad yang telah memikul kesukaran,keletihan, kesakitan,dan,kelaparan karena kita.

Terhubung tak Berujung

Ketika para penghuni rumah itu menyaksikan kepergian Rasulullah SAW, yaitu setelah ruh beliau meninggalkan jasad beliau, tangis pun meledak menyelubungi seisi rumah.
“wahai Nabi Allah….! Wahai Rasulullah…! Wahai kekasih Allah….!”
Sesaat kesedihan menyelubungi rumah itu, seketika, suasana penuh haru menyemburat di wajah para sahabat yang ada di dalam masjid. Tak lama kemudian,berita wafatnya Rasulullah pun kemudian menyebar begitu cepat ke segenap penjuru kota Madinah. 


Musibah Terberat

Kembali lagi sejenak pada apa yang dialami Sayyidina Ali bin Abu Thalib KW pada detik-detik yang sangat bersejarah itu. Saat itu, ia tengah duduk di sisi tubuh mulia Rasulullh SAW.
Ketika ia melihat guncangan ruh beliau, ia melihat Sayyidatuna Aisyah RA menangis. Maka kemudian ia mengangkat tubuh Rasulullah SAW dan meletakkannya di kamar beliau. Setelah meletakkan tubuh nan suci itu, di saat ruh Rasulullah SAW hampir terlepas dari jasadnya, Sayyidina Ali pun terjatuh dan kemudian tak kuasa untuk berdiri.

Maka kemudian, tatkala suara tangisan memenuhi ruangan rumah itu, terdengarlah suara yang tidak terlihat siapa yang menyatakannya. Mereka mendenga suara yang mengatakan,”Inna lillahi wa inna ilahi raji’un. Ya Ahlal Bait, a’zhamallahu ajrakum. Ishbiru wahtasibu mushibatakum. Fa inna Rasulallah farathukum fil jannah.”-Sesungguhnya kita ini milik Allah dan akan kembali kepadaNya. Wahai penghuni rumah, semoga Allah membesarkan ganjaran pahala kalian. Bersabarlah dan bermuhasabah lah dengan musibah yang kalian alami ini. Maka sesungguhnya Rasulullah mendahuluimu sekalian di surga.”

Ketika suara itu terdengar, merekapun terdiam dan menjadi tenang. Setelah suara itu berhenti,mereka pun menangis lagi. Demi Allah, Dzat Yang Disembah,kalian tidak pernah diberi musibah seperti musibah yang mereka rasakan. Tiada satu rumah pun yang pernah merasakan kehilangan seperti yang mereka rasakan.

Kabar itu tersiar cepat di kota Madinah. Para sahabat merasa kebingungan. Ketika dikatakan kepada mereka “Wahai para sahabat, tidakkah kalian tahu, Rasulullah SAW adalah manusia, dan sebagai manusia beliau pun pasti mengalami kematian?”, mereka mengatakan,”Ya, tapi kehidupan beliau kekal dalam diri kami dan telah menjadi cambuk dahsyat pada jiwa kami.” Hati para sahabat terus bergetar.

Kala itu, Sayyidina Umar bin Khathab menghunuskan pedangnya sambil mengibas-ngibaskannya di jalan. Karena rasa sedih yang begitu mendalam, ia berteriak,”Sekelompok dari golongan munafik berkata bahwa Rasulullah telah mati. Rasulullah SAW tidak wafat. Akan tetapi beliau menjumpai Tuhannya sebagaimana perginya Musa AS. Dan beliau kembali kepada kita. Siapa yang menyatakan Rasulullah telah mati akan kutebas dengan pedangku ini.” Setelah sampai kabar kepada Abdullah bin Zaid RA, ia menangis,kemudian menengadahkan tangannya dan berdoa, “Ya Allah, ambillah penglihatanku ini,sehingga aku tak dapat melihat seorang pun lagi selepas kepergian Rasulullah SAW.” Maka,ia pun kehilangan penglihatan pada saat itu juga.

Sahabat yang lain, ketika mendengar berita tentang Abdullah bin Zaid RA,berteriak, “Ya Allah, ambillah ruhku, dan tiada lagi kehidupan setelah wafatnya Rasulullh SAW.” Tiba-tiba ia terjatuh. Allah mengambil nyawanya seketika itu juga. Sementara itu Sayyidina Ustman RA membisu. Ia tidak dapat berkata apa-apa.

Hidup dan Mati dalam Kebaikan


Ketika pikiran mereka terganggu, mereka kebingungan, maka telah sampai berita kepada Sayyidina Abubakar Ash Shidiq RA, dan ia pun berada dalam keadaan yang menyedihkan itu. Dari arah rumahnya, ia menuju ke Masjid Nabawi dan memasukinya. Ia mendapati Sayyidina Umar dan para sahabat yang lain tengah dalam kebingungan.

Kemudian ia melintasi masjid itu dan sampai di rumah Rasulullah. Ia meminta izin dari penghuni rumah untuk dapat masuk ke rumah dna ia diizinkzn untuk masuk. Periwayat kisah ini mengatakan,Sayyidina Abubakar RA masuk dalam keadaan dadanya berdebaran dan tampak ia penuh keluh kesah, seakan-akan nyawanya pun akan dicabut pada saat itu. Ia menangis. Kemudian terdengar darinya suara bagaikan bergolaknya air yang tengah mendidih. Ia memalingkan wajahnya, sementara air matanya terus bercucuran. Saat itu jasad mulia Rasulullah SAW diselimuti kain. 

Lalu ia membuka kain selimut yang menutupi jasad mulia Rasulullah SAW, demi menatap wajah paling mulia itu. Ia memandang wajah Rasulullah SAW dan mendekatkan wajahnya. Dikecupnya kening dan pipi Rasulullah SAW. Lalu, sambil menangis ia mengatakan, ”Demi ayah dan ibuku, wahai Rasulullah, betapa mulianya kehidupan dan wafatmu. Allah SWT tidak akan menimpakan dua kali wafat untukmu. Jikalau tangisan itu bermanfaat bagimu, niscaya kami akan biarkan air mata ini terus berlinang. Tetapi, tiada tempat mengadu selain Allah SWT.

Susungguhnya kita ini adalah milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya lah kita akan kembali. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa engkau, ya Muhammad, adalah utusan Allah. (Aku bersaksi bahwa) engkau telah menunaikan risalah dan menyampaikan amanah. Dan engkau meninggalkan kami di atas yang bersih.”

Sayyidina Abubakar tenggelam dalam kesedihan. Napasnya pun tersengal-sengal. Ia pandangi kembali wajah Rasulullah SAW seraya berkata,” Ingatlah kami di sisi Tuhanmu, wahai Muhammad.”

Wahai para sahabat yang mendapat didikan langsung dari RAsulullah SAW. (Dan untuk Sayyidina Abubakar) wahai sahabat Rasulullah ketika di Gua Tsur. Jadi engkau memahami bahwa perpindahan Rasulullah SAW itu adalah suatu kehidupan baru Rasulullah SAW. Sehingga, kalian mengatakan, “Ingatlah kami di sisi Tuhanmu, wahai Muhammad.”

Makna “siapa Menyembah Muhammad…”

Sayyidina Abubakar mengusap air mata dari kedua matanya yang mulia itu dengan tangannya. Lalu ia kembali menyelimuti kain penutup wajah mulia Rasulullah SAW. Ia pun kemudian beranjak kepada keluarga Rasulullah SAW dan berusaha untuk menenangkan mereka. Pada saat ia menangis dan mengatakan kepada Rasulullah SAW bahwa beliau hidup dan wafat dalam kebaikan, saat itu para wanita seisi rumah itu pun menangis. Abubakar RA kemudian keluar dan ia melihat kembali betapa seisi masjid berada dalam kepiluan. 

Kemudian ia menaiki mimbar kekasihnya, tuannya, dan pemimpinnya, Rasulullah SAW. Langkah kakinya telah membawanya ke mimbar itu. Maka, setelah memuji Allah SWT, bersalawat atas Nabi, ia pun mengutip firman Allah SWT,”Setiap jiwa akan mendapatkan kematian.” Ia juga membacakan ayat,”Dan tidaklah Muhammad itu kecuali sebagai rasul dan telah berlalu para rasul sebelumnya.” Dan ayat,”Sesungguhnya engkau mati dan mereka juga mati.”

Ia berkata lagi, ”Siapa yang menyembah Muhammad, Muhammad telah wafat. Siapa yang menyembah Allah, Allah itu hidup dan tidak mati.” Kalimat ini mengandung pemahaman yang dalam. Pemahamannya bukanlah seperti pemahaman mereka yang jahil pada saat ini, yang memahami kata-kata “Siapa yang menyembah Muhammad, Muhammad telah wafat” sebagai putusnya hubungan dengan Nabi SAW. Demi Allah, Tuhan Yang Disembah, makna kalimat itu adalah siapa yang mengaitkan dirinya dengan kehidupan Rasulullah SAW di dunia saja, kehidupan Rasulullah SAW telah berakhir. Rasulullah telah wafat. Namun siapa yang menjadikan hubungannya dengan Rasulullah SAW sebagai hubungannya dengan Allah SWT, Allah itu Mahahidup dan tidak mati.

Jadi, dengan pengertian bahwa hubungan kalian dengan Rasulullah SAW tidak akan pernah berakhir. Karena, hubungan dengan Rasulullah SAW memiliki kaitan erat dengan hubungan kepada Allah SWT, Yang Mahahidup. Kaitan ini adalah kaitan yang hidup dan tidak pernah mati.

Kemudian Sayyidina Abubakar berpaling kepada Sayyidina Umar, menghiburnya dari kebimbangan yang ia rasakan.

Aroma Kesturi

Di rumah Rasulullah SAW, Sayyidina Ali pun telah bangun setelah terjatuh lantaran kesedihan. Ia bersama Sayyidina Abbas mengurus jenazah Rasulullah SAW. Kemudian, turut pula bersama itu kedua putra Sayyidina Abbas, yaitu Abdullah dan Fadhl. Dibantu oleh mereka, Sayyidina Ali KW memandikan jasad mulia Rasulullah SAW dengan pakaian yang masih beliau kenakan tanpa membuka aurat beliau sedikit pun. 


Sayyidina Ali mengatakan, “Kami memandikan beliau dan beliau masih mengenakan pakaiannya. Saat kami hendak memiringkan beliau ke kanan, beliau menghadap kekanan dengan sendirinya. Ketika kami hendak memiringkan beliau ke kiri, beliau menghadap ke kiri dengan sendirinya. Kami tidak mendapati seorang pun yang membantu kami untuk memandikan beliau, kecuali jasad beliau sendiri yang berubah kedudukannya.”

Katanya lagi, “Ketika kami memandikan beliau, angin yang sejuk dan nyaman bertiupan kearah kami seakan-akan kami merasakan para malaikat masuk dan bersama dengan kami pada saat itu, ikut memandikan jasad mulia Rasulullah SAW. Tidaklah ada air yang jatuh dari jasad mulia baginda Rasulullah, melainkan ia lebih wangi dari aroma kesturi. Kemudian, kami kafankan jasad beliau.”

Salah Satu Taman Surga

Di tempat lain, para sahabat saling bertanya,”Di manakah akan kita makamkan jasad Rasulullah SAW?” Sebagian dari mereka ada yang mengatakan agar jasad Rasulullah SAW dimakamkan di Baqi’. Imam Muslim dalam kitab Ash-Shahih nya menyatakan, sebagian sahabat mengatakan agar beliau dimakamkan di sisi mimbarnya, yaitu di dalam Masjid Nabawi. Hal ini menjelaskan bahwa, ketika Allah melaknat Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai tempat sujud mereka, laknat tersebut bukanlah karena sujud di suatu masjid yang ada kuburnya di dalamnya. Sebab, bila cara pandang seperti itu benar, niscaya para sahabatlah yang terlebih dahulu memahami akan hal tersebut, sebagai buah dari kehidupan mereka bersama Rasulullah SAW.

Sampai kemudian Sayyidina Abubakar RA mengatakan kepada para sahabat yang lainnya, “Sesungguhnya para nabi dikuburkan di tempat mereka mengembuskan napasnya yang terakhir, sebagaimana yang aku dengar dari sabda Rasulullah SAW.” Maka digalilah lubang di dalam kamar Rasulullah SAW sebagai tempat untuk menyemayamkan jasad suci beliau. Kemudian turunlah Sayyidina Ali KW ke dalam lubang kubur Rasulullah SAW, yang, demi Allah, tak lain merupakan salah satu taman dari taman-taman surga. 

Selain Sayyidina Ali, ikut turun pula pembantu Rasulullah SAW yang bernama Syaqran. Syaqran berkata, “Aku melihat ke atas, tempat yang pernah diduduki Rasulullah SAW. Hatiku pilu. Kini kami harus meletakkan jasad Rasulullah SAW dalam kuburnya. Aku melihat ke atas tempat duduk Rasulullah SAW. Aku mengambilnya. Aku pun berkata, “Ya Rasulullah, tiada satu pun yang boleh duduk di atas tempat duduk ini selepasmu, wahai Rasulullah!.” Sayyidina Ali pun memakamkan Rasulullah SAW dalam kubur beliau, bersama para sahabat yang terlibat saat pemakaman itu. 

Sang Putri Menyusul

Ketika mereka telah bubar usai pemakaman, datanglah Sayyidatina Fathimah Az-Zahra. Dialah yang tidak ada kesedihan yang lebih mendalam melanda seseorang setelah kepergian Rasulullah SAW selain yang dialami oleh putri Rasulullah SAW ini. Dalam keadaan menangis, Sayyidatina Fathimah melihat Anas bin Malik RA, pembantu ayahandanya, yang besar dibawah asuhan Rasulullah SAW dan mendapat didikan Rasulullah SAW, di rumah beliau itu. 

Kemudian ia berkata kepada Anas, “Ya Anas, engkau sanggup meletakkan tanah di atas tubuh Rasulullah?” Anas pun menangis, sambil mengatakan, “Celakalah kami, celakalah kami, celakalah kami, wahai Fathimah. Sesungguhnya kami tidak menyadari dengan apa yang kami lakukan. Kalaulah kami telah mendengarkan terlebih dulu apa yang engkau katakan sekarang ini, niscaya kami tidak akan sanggup mengebumikannya.”

Sayyidatina Fathimah pun berlalu, seakan ia tak mengenali siapa pun yang ada disitu. Hatinya amat sedih karena musibah yang menimpanya. Ia kemudian berdiri di sisi kubur ayahandanya dan mengambil segumpal tanah, lalu menciumnya. Dalam tangisannya, ia berkata, “Apa yang dapat dirasakan si pencium tanah kubur Nabi Muhammad ini…. Tidak dapat dirasakan pada selainnya sepanjang masa. Aku ditimpa musibah dengan musibah yang jika musibah selainnya menimpaku setiap hari pun niscaya tidak mengapa.”

Tidak sampai lima bulan setelah wafatnya Rasulullah SAW, Sayyidatina Fathimah pun wafat. Fathimah adalah seorang yang di gelari Ummu Abiha, Ibu dari Ayahnya (Karena sejak meninggalnya Sayyidatina Khadijah, istri Rasulullah SAW, Sayyidatina Fathimah-lah yang banyak mengurus keseharian hidup Rasulullah SAW). “ Wahai Rasulullah….”

Sekarang, bagaimanakah keadaan kalian semua, wahai para sahabat, selepas wafatnya Rasulullah SAW? Adakah kalian memahaminya sebagai akhir dari kehidupan Rasulullah SAW? Demi Allah, tidak demikian. Dugaan seperti itu benar-benar meleset. Seperti yang disebutkan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari jilid kedua pada kitab Memohon Pertolongan, sebagaimana juga ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, Al-Hakim, dan Ibnu Khuzaimah dengan sanad yang shahih, Bilal ibn Harits Al-Muzuni, salah seorang sahabat Nabi, datang berziarah ke makam Rasulullah SAW. 

Saat itu musim paceklik tengah melanda,yaitu pada masa pemerintahan Sayyidina Umar RA. Ia pun berdiri di sisi makam mulia Rasulullah SAW dan berkata, “Ya Rasulullah….” Perhatikanlah baik-baik, sahabat Nabi ini mengatakan “Ya Rasulullah….” (Yaitu memanggil Rasulullah SAW secara langsung, atau sebagai orang kedua).

“Ya Rasulullah. Banyak yang telah binasa, mohonkanlah air kepada Allah untuk umatmu.” Karena mereka memahami bahwa Rasulullah SAW hidup di dalam kuburnya. Beliau mendengarkan shalawat yang diucapkan atas beliau, dan menjawab salam yang diucapkan kepada beliau. Beliaulah yang telah bersabda,”Sesungguhnya para nabi itu hidup dalam kubur mereka.” Selesai.

Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.


(Habib Ali Al-jufri )
Sumber : Majalah Alkisah edisi 05/2011

Minggu, 19 April 2015

Donasi Pembangunan Masjid Al-Muhajirin Antapani



Mohon bantuan dukungan dan do'a Restu, Saat ini 
Masjid Al-Muhajirin RW-10 Antapani Kidul, 
sedang dibangun kembali menjadi satu setengah lantai 
dan masih membutuhkan dana 

(Catatan per Januari 2016, Pembangunan Masjid 
Al-Muhajirin telah selesai, jika pun masih ada
yg mau berdonasi masih kami terima untuk melengkapi 
fasilitas masjid, seperti Fasilitas Perpustakaan
dan fasilitas pelengkap lainnya, 
jazakumullah khairan katsiro)


Bagi yang berkenan menyalurkan donasi
silakan ditransfer ke: Norek BRI Cab Antapani 
No: 0748.01.009712.53.7. an DKM Al-Muhajirin

(Jika tidak keberatan Norek tersebut tercatat dalamhandphone Anda, 
kami senantiasa mendo'akan agar Anda mendapat
rezeki dengan harapan kiranya ada yang disisihkan
untuk donasi pembangunan masjid ini)

Insha Allah donasi Anda akan sangat bermanfaat
dengan iringan do'a kami kiranya donasi Anda
menjadi sebuah Istana di Surga. Aamiin YRA.

(Masjid Al-Muhajirin RW-10 Dalam Proses Pembangunan per 17/4/15)
(Masjid Al-Muhajirin RW-10 Sebelum Dibangun)
Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا بَنَى اللَّهُ لَهُ مِثْلَهُ فِي الْجَنَّةِ (رواه البخاري، رقم 450، ومسلم، رقم 533، من حديث عثمان رضي الله عنه)


“Barangsiapa yang membangun masjid, maka Allah akan bangunkan baginya semisalnya di surga.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari Hadits Utsman radhiallahu’anhu)



Diriwayatkan Ibnu Majah, dari Jabir bin Abdullah radhiallahu’anhuma sesungguhnya Rasulullah sallallahu’alahi wa sallam bersabda:


مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ ، أوْ أَصْغَرَ ، بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ 


“Barangsiapa membangun masjid karena Allah sebesar sarang burung atau lebih kecil. Maka Allah akan bangunkan baginya rumah di surga.” (Dishahihkan oleh Al-Albany).


Masjid Al-Muhajirin telah selesai dibangun, kepada seluruh
donatur kami menghaturkan jazakumullah khairan katsiro

Kabid Komunikasi DKM Al-Muhajirin RW-10
(Drs H Nana Suryana)

Selasa, 14 April 2015

Menyingkap Rahasia Alam Gaib

Ketika Nabi s.a.w bermi’roj dengan dikawal malaikat Jibril, Beliau dipertontonkan oleh Allah s.w.t kepada alam gaib. Yakni keadaan di surga, di neraka dan keadaan-keadaan yang akan menimpa umatnya di masa yang akan datang. 

Dengan ini menunjukkan bahwa yang dimaksud alam gaib itu bukan alam Jin atau alam Malaikat dan bahkan alam Ruh (ruhaniah). Semua itu sesungguhnya merupakan alam yang masih berada di dalam dimensi alam Syahadah walau berada pada dimensi yang berbeda dari bagian dimensi yang ada di dunia. Yang dimaksud dengan alam gaib adalah masa yang belum terjadi atau alam yang akan datang.

Surga dan Neraka dikatakan gaib karena keberadaannya setelah hari kiamat. Mati dikatakan gaib karena datangnya pada waktu yang akan datang. Jadi, hikmah terbesar dari perjalanan ruhani manusia dengan mengadakan pengembaraan ruhaniah (bertawasul) untuk berisro’ mi’roj kepada Allah s.w.t dengan ruhaninya, adalah terbukanya hijab-hijab basyariah sehingga dengan matahatinya atau firasatnya yang tajam manusia dapat mengetahui alam gaib atau apa-apa yang akan terjadi pada dirinya.

Kejadian-kejadian yang terjadi pada masa dahulu dan yang akan datang dikatakan gaib. Alam barzah dan alam akherat, tentang neraka, tentang shiroth, semuanya dikatakan gaib karena kejadiannya pada masa yang akan datang. Demikian pula sejarah-sejarah para Nabi terdahulu dikatakan gaib, karena terjadi pada masa lampau. Allah s.w.t telah menyatakan dengan firman-Nya:

ذَلِكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيْكَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ

“Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita gaib yang kami wahyukan kepada kamu (Ya Muhammad) padahal kamu tidak hadir beserta mereka” . (QS. Ali Imran; 3/44)
Tidak ada yang mengetahui hal yang gaib kecuali hanya Allah s.w.t. Kalau ada seseorang ingin mengetahuinya, maka jalannya hanya satu yaitu dengan mengimani apa-apa yang sudah disampaikan oleh Wahyu Allah s.w.t, kemudian ditindaklanjuti dengan amal ibadah (mujahadah dan riyadhah). Selanjutnya, apabila Allah s.w.t menghendaki, maka orang tersebut akan dibukakan matahatinya. Allah s.w.t telah mengisyaratkan demikian dengan firman-Nya:

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ

“Dan pada sisi Allahlah Kunci-kunci semua yang gaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah”. (QS. al-An’am; 6/59).

Apa yang akan terjadi dalam waktu satu jam mendatang dikatakan gaib. Karena tidak ada yang dapat mengetahuinya kecuali hanya Allah s.w.t. Kalau ada seseorang yang mempunyai firasat tajam kemudian dia seakan-akan mengetahui apa-apa yang akan terjadi, hal itu bisa terjadi, karena yang demikian itu dia melihat dengan “Nur Allah”. Demikianlah yang disebutkan di dalam sabda Rasulullah s.a.w, yang artinya:”Takutlah kamu akan firasatnya orang-orang yang beriman, karena sesungguhnya dia melihat dengan Nur Allah”.

Kadang-kadang hanya dengan kekuatan cinta, firasat seseorang bisa menjadi tajam kepada orang yang dicintainya. Seorang ibu misalnya, yang sedang jauh dengan anaknya, kadang-kadang tanpa sebab, ibu itu mengalami perasaan yang gundah-gulana, ketika dia mencoba menghubungi anaknya, ternyata anaknya sedang sakit. Kalau kekuatan cinta antara sesama makhluk saja—bahkan kadang terjadi dalam kondisi yang masih haram misalnya, mampu menjadikan tajamnya firasat, apalagi cinta seorang hamba terhadap Tuhannya.

Seorang hamba yang selalu bertafakkur, memikirkan Kekuasaan dan Kebesaran Allah s.w.t hal tersebut semata-mata terbit dari dorongan rasa cinta dan rindunya, hatinya akan menjadi bersih dari kotoran-kotoran yang menempel, bersih dari hijab-hijab yang menutupi dinding penyekat alam batinnya sehingga pada gilirannya matahatinya akan menjadi cemerlang dan tembus pandang. Demikian itu telah ditegaskan Allah s.w.t dengan firman-Nya:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

“Orang-orang yang bermujahadah di jalan Kami, benar-benar akan Kami tunjuki kepada mereka jalan-jalan Kami”. (QS. al-Ankabut; 29/69).

Apa saja yang terjadi di waktu yang akan datang, dari urusan rizki, urusan jodoh, urusan mati dan sebagainya, baik penderitaan ataupun kebahagiaan, yang terjadi di dalam kehidupan dunia maupun kehidupan akherat, semua itu dikatakan hal yang gaib, karena tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanya Allah. AdapunJin dan Malaikat dan bahkan Ruh atau ruhaniah tidaklah termasuk dari golongan Alam Gaib dalam arti yang disebut Metafisika akan tetapi termasuk dari golongan Alam Syahadah atau yang disebut Alam Fisika, hanya saja fisiknya berbeda dengan fisik manusia. Bau harum misalnya, walau tidak tampak fisiknya, tidak termasuk Alam Gaib tapi Alam Syahadah, atau alam yang bisa dirasakan, hanya saja untuk merasakannya membutuhkan alat, dan alat itu ialah indera penciuman.

Seandainya ada seseorang yang tidak mempunyai indera penciuman atau indera penciumannya sedang rusak misalnya. Walaupun orang lain dapat merasakan bau harum, dia tidak, yang demikian itu bukan karena bau harum itu tidak ada, tapi karena indera penciuman orang tersebut sedang tidak berfungsi. Demikian juga terhadap suara, akan tetapi untuk merasakan suara membutuhkan alat yang berbeda. Kalau merasakan bebauan dengan alat hidung, maka merasakan suara dengan alat telinga.Orang tidak bisa merasakan bau harum dengan telinga dan suara dengan hidung, masing-masing harus dirasakan dengan alat yang sudah dipersiapkan Allah s.w.t menurut kebutuhan kejadiannya. Seperti itu pulalah keadaan yang ada pada dimensi yang lain, dimensi jin, dimensi malaikat dan bahkan dimensi ruhaniah.

Jin dan malaikat misalnya, sebenarnya mereka juga adalah makhluk fisik, bukan metafisika. Asal kejadian fisik jin diciptakan dari api, sedang fisik malaikat diciptakan dari cahaya. Sebagaimana manusia yang asal kejadiannya diciptakan dari tanah, bentuk kejadian selanjutnya tidaklah tanah lagi, melainkan terdiri dari tulang dan daging, maka demikian juga yang terjadi terhadap makhluk jin dan malaikat.

Meskipun fisik jin diciptakan dari api dan malaikat diciptakan dari cahaya, kejadian selanjutnya tidaklah api dan cahaya lagi, tapi dalam bentuk fisik tertentu yang oleh Allah s.w.t telah ditetapkan tidak bisa dirasakan dengan indera mata manusia. Namun demikian, bentuk fisik jin dan malaikat itu boleh jadi bisa dirasakan oleh manusia dengan indera yang lain selain indera mata. Indera tersebut bisa disebut dengan nama atau istilah apa saja, indera keenam misalnya, atau dengan istilah-istilah atau nama – nama yang lain.

Semisal suara telah ditetapkan oleh Allah s.w.t tidak bisa dirasakan oleh hidung, tapi harus didengar oleh telinga, maka telinga atau hidung hanyalah istilah-istilah yang ditetapkan bagi alat perasa yang dimaksud supaya manusia dapat dengan mudah memahami atau mengenal terhadap alat perasa tersebut. Allah s.w.t berfirman:

إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ

“Sesungguhnya ia (setan jin) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu, dari dimensi yang kamu tidak bisa melihatnya “. (QS. 7; 27).

Bukan berarti manusia tidak dapat mengobservasi atau berinteraksi dengan jin karena jin berada pada dimensi yang di atasnya, akan tetapi hanya saja untuk mengobserfasi atau berinteraksi dengan jin itu manusia tidak bisa dengan mempergunakan indera mata. Sebagaimana berinteraksi dengan suara tidak bisa mempergunakan indera hidung, akan tetapi harus mempergunakan alat perasa yang lain yang sesuai menurut kebutuhannya.
Allah s.w.t menghendaki manusia tidak dapat melihat jin, karena sesungguhnya matanya sedang tertutup oleh hijab-hijab basyariah. Ketika penutup mata itu dibuka, maka penglihatan manusia akan menjadi tajam. Artinya mempunyai kekuatan untuk tembus pandang sehingga saat itu manusia dapat merasakan alam-alam yang ada di sekitarnya. Allah s.w.t telah menegaskan hal itu dengan firman-Nya:

فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ

“Maka Kami singkapkan dari padamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu menjadi amat tajam “. (QS.Qaaf.; 50/22).

Istilah yang dipergunakan Allah s.w.t untuk membuka penutup penglihatan manusia di dalam ayat di atas adalah firman-Nya:فكشفنا عنك غطاءك “Fakasyafnaa ‘anka ghithooaka” Kami singkapkan darimu penutup matamu, atau penutupnya dihilangi, atau hijabnya dibuka. Ketika manusia tidak dapat berinteraksi dengan dimensi yang lain berarti karena penglihatannya sedang ada penutupnya. Oleh karena itu ketika penutup itu dibuka, maka penglihatannya menjadi tajam atau tembus pandang. Ini adalah rahasia besar yang telah menguak sebuah misteri tentang alam-alam yang ada di sekitar alam manusia.

Bahwa jalan untuk menjadikan mata manusia menjadi tembus pandang supaya kemudian manusia mampu berinteraksi dengan dimensi yang lain,—dengan istilah melihat jin misalnya, adalah hanya dengan mengikuti tata cara yang berkaitan dengan istilah di atas. Tata cara itu ialah dengan jalan melaksanakan mujahadah di jalan Allah. Sebagaimana yang telah disampaikan Allah s.w.t dalam firman-Nya di atas, QS. 29/69 yang artinya: 

“Dan orang-orang yang bermujahadah di jalan Kami, benar-benar akan Kami tunjuki kepada mereka jalan-jalan Kami”. ( QS. 29; 69)

Allah s.w.t yang menciptakan Hukum Alam secara keseluruhan. Maka hanya Allah s.w.t pula yang mampu merubahnya. Seandainya seorang hamba menginginkan terjadi perubahan terhadap hukum-hukum tersebut, maka tidak ada cara lain, dia harus tunduk dan mengikuti hukum-hukum yang sudah ditetapkan pula, meskipun perubahan yang dimaksud tersebut, juga merupakan sunnah yang sudah ditetapkan.

“Mujahadah di jalan Allah”, adalah suatu istilah untuk menyebutkan sesuatu yang dimaksud. Atau nama dari suatu tata cara bentuk sarana untuk mendapatkan petunjuk dari Allah s.w.t. Supaya dengan itu penutup mata manusia dibuka sehingga penglihatannya menjadi tajam. Sedangkan hakekat mujahadah sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah s.w.t, hanya Allah s.w.t yang mengetahuinya. Oleh karena itu, kewajiban seorang hamba yang menginginkan terjadinya perubahan-perubahan atas dirinya supaya usahanya dapat berhasil dengan baik, yang harus dikerjakan ialah, terlebih dahulu dia harus mengetahui dan mengenal dengan benar terhadap apa yang dimaksud dengan istilah mujahadah itu.

Oleh karena yang dinamakan mujahadah tersebut tidak hanya berkaitan dengan aspek ilmu pengetahuan saja, melainkan juga amal atau pekerjaan, bahkan mujahadah adalah ibarat kendaraan yang akan dikendarai manusia untuk menyampaikannya kepada tujuan, maka cara mengenalnya, lebih-lebih cara mengendarainya, seseorang harus melalui tahapan praktek dan latihan. Untuk kebutuhan ini—seorang hamba yang akan melaksanakan mujahadah harus dibimbing seorang guru ahlinya. Allohu A’lam.

(http://ilmuamalan.blogspot.com/2012/12/menyingkap-rahasia-alam-ghaib.html)

Keutamaan Memperingati Maulid Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam

* بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ* * السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه* * اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى س...