Banyak yang menyatakan bahwa “kecil itu indah” dan “kurang itu lebih”. Namun terkadang kita menerima begitu saja setiap keadaan dengan serba kurang. Padahal sesungguhnya semua peristiwa buruk yang kita alami tak selalu disebabkan oleh pihak luar, namun justru problem-problem terbesar yang timbul sebagai akibat kesalahan sendiri.
Kepemimpinan yang ekstra hati-hati dan manajemen yang tanpa daya bukan satu-satunya penyebab runtuhnya semangat di lingkungan industri dan bisnis. Namun acapkali akibat friksi yang terjadi di lingkungan internalnya. Awal keruntuhan biasanya dimulai dari tenaga kerja yang menarik diri dari system nilai dan etika kerja. Tak ada lagi itikad dan upaya menyumbangkan prestasi. Ini banyak kita jumpai dalam dunia bisnis di Indonesia.
Mereka hanya mengharap gaji besar dengan kerja ringan. Mereka berharap jabatan, namun dengan kompetensi yang masih ”pas-pasan” dan diragukan. Mereka ingin dihargai namun tak sanggup menghargai. Mereka berharap menjadi pemimpin, namun tanpa “kepala”.
Manajemen yang buruk kerapkali mengalienasi para anggotanya dengan menjadikan mereka tidak peka dan apresiatif. Adanya kelompok pegawai atau serikat pekerja terkadang melindungi para anggotanya secara tidak proporsional. Pada gilirannya, ada orang-orang yang mendapat keuntungan posisi yang sebenarnya belum patut atau tidak sepantasnya.
Tak aneh kalau telepon-telepon berdering tanpa ada yang mengangkat karena pemiliknya tak ada ditempat. Munculah budaya ”mangkirisasi” seperti cuti rekayasa, izin sakit, atau ngobrol ngalor-ngidul alias ngrumpi dengan sejawat.
Akibatnya, produktivitas kerja menjadi bablas! Terkadang manajemen dan pekerja telah bersama-sama menyumbangkan kualitas kerja yang parah dan pelayanan buruk namun harus diganjar dengan harga tinggi.
Antara potensi dan motivasi
Persoalan mendasar SDM kita adalah bukan karena kurangnya kesempatan buat orang yang termotivasi dengan baik, melainkan kurangnya orang-orang bermotivasi tinggi yang siap dan mampu memanfaatkan setiap kesempatan. Wajar jika banyak komentar, SDM TELKOM memang hebat dan pintar, tapi soal motivasi tak sedikit yang minim hingga “nol besar”.
Sesungguhnya kita tidak kekurangan orang-orang pintar, cerdas dan berpotensi sukses, bahkan untuk meraih sukses spektakuler sekalipun. Tapi hanya sedikit diantara kita yang berkarya dalam tingkat optimal. Biangnya, ya itu tadi, karena terlalu minim motivasi dan enggan mengerahkan segudang potensinya.
Mungkin motivasi itu sudah ada, namun kurang pompa dan tekanan. Bahkan ia lebih cenderung memikirkan “status quo” guna melindungi kedudukannya daripada cara-cara menghasilkan prestasi terbaik. Sungguh disayangkan jika antusiasme dan gairah yang dimiliki pekerja berpotensi besar itu harus terbuang percuma karena para penyelia dan manajer yang kehilangan motivasi, egois, arogansi sektoral dan apatisme buta.
Ini sesungguhnya kerugian besar buat dunia bisnis, apalagi dalam sebuah lingkungan bisnis yang tengah berkembang pesat dan bertengger di puncak kegagahannya. Terutama jika orang-orangnya yang terbaik digantung tanpa peluang dan ganjaran memadai. Mereka akan menjadi kecewa dan mulai menempuh jalur apatisme, frustasi dan tanpa ambisi.
Buck Rodgers dalam “Getting the best out of yourself and othe“ mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesuksesan anda yakni: Kenali diri anda dengan baik; Miliki motivasi, innovasi dan inisiatif; Tahu secara persis apa yang ingin diraih; Memiliki metoda dan informasi guna mencapai tujuan anda; Memiliki keahlian dalam menyampaikan materi dan mampu berargumentasi dengan meyakinkan; Berpihak pada yang menaruh minat; Menjalin hubungan harmonis dan responsif terhadap kebutuhan orang lain; serta memiliki kemampuian empati (kepekaan terhadap suasana jiwa orang lain).
Semua hal tersebut, harus disertai dengan profesionalisme dan integritas kuat, ketenangan dan rasa percaya diri. Selalu berupaya lebih keras lagi untuk menjadi yang terbaik.
Terciptanya kinerja unggul karena didukung oleh energi yang intens dan terkonsentrasi kuat. Namun bukan hiper-energi yang tanpa arah, tapi energi yang memancarkan gairah, perhatian, antusiasme dan mengasyikan. Manifestasi energi ini bisa dirasakan dalam sebuah balada sunyi yang dilantunkan Frank Sinatra misalnya. Itulah energi yang memikat, yang mampu menghipnotis, menjalar dan mengakar. Hingga mampu membangkitkan “daya magis” dan inspirasi luar biasa pada orang lain.
“Kinerja hebat akan tergelar jika semua faktor diatas tadi dipenuhi, seolah-olah tanpa usaha dan terjadi secara alami, sehingga kita mendapatkan martabat, pengetahuan, keahlian, hubungan, sensitivitas, konsentrasi dan energi,” begitu kata Buck Rodgers.
Andai ada satu imbalan untuk pemain yang unggul, maka perasaan melambung tersebut merupakan harga dari sebuah perjuangan. Tentu saja ada imbalan berupa peningkatan karier, kesejahteraan, kehormatan, pengakuan dari orang lain dan juga dari diri anda sendiri. Itulah harga dari segala usaha. Masih adakah imbalan seperti itu?
Kiprah Sang Pemimpin
Sebagian kita adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Jika anda punya satu orang anggota saja, maka anda adalah seorang pemimpin. Jika sendirian, Pemimpin bagi dirinya sendiri.
Dalam bukunya yang amat terkenal, Mengembangkan Kepemimpinan di dalam Diri Anda, John C. Maxwell berkata, "Mengubah pemimpin, mengubah organisasi. Menumbuhkan pemimpin, menumbuhkan organisasi." Artinya? Perusahaan kita ini tidak akan berubah dan tidak akan berjalan ke arah yang kita cita-citakan, apabila para pemimpinnya sendiri, di bagian apapun, tidak berubah dan tidak tumbuh. Sebuah perusahaan tidak bisa tumbuh di luar sampai para pemimpinnya sendiri tumbuh di dalam.
Jika seluruh unit kepemimpinan kita berubah secara positif, maka pertumbuhan menuju pencapaian visi dan misi korporasi akan terjadi secara otomatis. Kekuatan korporasi kita merupakan hasil langsung dari kekuatan para pemimpin di seluruh bagian. Pemimpin yang lemah sama dengan organisasi yang lemah. Pemimpin yang kuat sama dengan organisasi yang kuat. Segala-galanya akan naik atau turun, sesuai dengan kekuatan kepemimpinan.
Kita tentu juga sepakat bahwa perbedaan antara perusahaan yang buruk dengan perusahaan yang hebat juga adalah kepemimpinan.
Saat ini korporasi sudah menetapkan visi untuk menjadi perusahaan TIME (telecommunication, information, media, edutainment) yang hebat di kawasan Asia Tenggara, dan terus berlanjut ke kawasan Asia dan Asia Pasific. Ini hanya bisa terwujud jika perusahaan memiliki para pemimpin yang hebat. Maka jelas sekali saat ini korporasi akan sangat membutuhkan para pemimpin yang hebat itu. Apakah Anda bersedia jadi pemimpin yang hebat?
Syaratnya, berubah ! Apalagi jika anda seorang pemimpin. Apa ada pemimpin yang menolak perubahan? Banyak! Perlawanan terhadap perubahan adalah sesuatu yang universal sifatnya, menyerang semua kelas dan budaya. Sekalipun sudah ditunjukkan berbagai fakta kebenaran dan bukti nyata, tetap saja banyak pemimpin yang tidak mau mengubah sikap dan pikirannya.
Maxwell mengambil sebuah kisah yang amat menarik tentang Henry Ford yang gagal memimpin dunia otomotif lantaran ia tidak mau berubah, seperti yang dilukiskan dalam biografi Robert Lacy yang laris, Ford: The Man and the Machine.
Lacy mengatakan Ford adalah orang yang begitu mencintai mobil model T yang diciptakannya sehingga ia tidak mau mengubah satu baut pun pada mobil itu. Dia bahkan mendepak William Knudsen, karena Knudsen berpikir dia melihat kemerosotan Model T.
Itu terjadi tahun 1912, ketika Model T baru berumur empat tahun dan sedang berada di puncak popularitasnya. Saat itu Ford baru saja kembali dari perjalanan pesiar di Eropa, dan dia pergi ke garasi Highland Park, Michigan, dan melihat rancangan baru yang diciptakan Knudsen.
Para montir yang ada disana mencatat bagaimana Ford sesaat menjadi mata gelap.
Dia memandangi kilatan cat merah pada versi Model T yang rendah yang dianggapnya sebagai versi yang buruk dari rancangan Model T yang disayanginya. "Ford memasukkan tangan ke dalam sakunya, dan dia berjalan mengelilingi mobil tiga atau empat kali," kata para saksi mata menceritakan.
"Itu adalah mobil empat pintu, dan atapnya diturunkan. Akhirnya, dia pergi ke sisi kiri mobil, dan dia mengeluarkan tangannya, memegang pintu, dan gubrak! Dia merenggutkan pintu sampai copot! ? Bagaimana orang itu melakukannya, saya tidak tahu! Dia melompat masuk, dan gubrak! Copot pula pintu lainnya. Hancurlah kaca depan. Dia melompat ke jok belakang dan mulai memukuli atap. Dia merobek atap dengan tumit sepatunya. Dia menghancurkan mobil sebisa-bisanya."
Knudsen keluar dan pergi ke General Motors. Henry Ford terus memelihara Model T. Tetapi perubahan desain dalam model pesaing membuatnya menjadi lebih kuno daripada yang diakuinya. Kendati General Motor mengancam akan mendahului Ford, sang pencipta tetap menginginkan kehidupan membeku di tempatnya.
Contoh berikut pun cukup menarik. Selama berabad-abad orang percaya bahwa Aristoteles benar, dengan teorinya: bahwa semakin berat suatu benda, semakin cepat benda itu jatuh ke tanah. Pada waktu itu Aristoteles dipandang sebagai pemikir terbesar sepanjang zaman dan karena itu tentu saja dia tidak mungkin salah. Padahal yang diperlukan hanyalah seorang yang berani untuk mengambil dua buah benda, yang satu berat dan lainnya ringan, lalu menjatuhkannya dari ketinggian yang cukup untuk melihat apakah benda yang berat memang jatuh lebih dahulu atau tidak. Tetapi saat itu tidak ada orang yang tampil ke depan sampai hampir 2000 tahun setelah kematiannya.
Pada tahun 1589, Galileo memanggil para professor yang terpelajar ke landasan Menara Miring Pisa. Kemudian dia naik ke puncak dan mendorong jatuh dua buah beban, yang satu seberat sepuluh pon dan yang lainnya satu pon. Hasilnya, keduanya ternyata mendarat pada saat yang sama! Apa kata para professor? Karena mereka tetap yakin dengan kekuatan kebijaksanaan konvensional yang demikian kokoh bersemayam dalam diri mereka, para professor itu tetap menyangkal apa yang mereka lihat. Mereka tetap mengatakan bahwa Aristoteles benar, lalu lemparkan Galileo ke penjara dan melewatkan sisa hidupnya dalam tahanan rumah.
Pertanyaannya, masih adakah sesuatu yang begitu kuat anda yakini sehingga sekalipun sudah berulang kali diperlihatkan fakta-fakta betapa pentingnya kita segera berubah, tetap saja Anda tidak mau berubah?
Karena itulah, Howard Hendrick, dalam Teaching to Change Lives mengingatkan: Kalau Anda ingin terus memimpin, maka Anda harus berubah. Begitu para pemimpin secara pribadi mau berubah dan mulai melakukannya, maka segala sesuatu yang berada dalam tanggungjawabnya pasti segera berubah. Para pemimpin adalah motor perubahan, dan karena itu ia harus berada di depan untuk menggerakkan perubahan dan mendorong pertumbuhan serta menunjukkan jalan untuk mencapainya.
Tapi terkadang ada pula sebagian pemimpin kita yang mungkin berperilaku seperti Lucy dalam kartun "Peanuts". Sambil menyandar ke pagar ia berkata pada Charlie Brown, "Saya ingin mengubah dunia." Charlie bertanya, "Darimana kamu akan memulai?" Lucy menjawab, "Saya akan mulai dengan kamu!"
Para pemimpin yang ada di seluruh bagian perusahaan dimanapun ia berada, harus mampu menjadi motor perubahan. "Mereka harus lebih menjadi termostat daripada termometer," kata Maxwell, dalam Mengembangkan Kepemimpinan Di Sekeliling Anda . Apa bedanya? Kedua alat ini memang sama-sama bisa mengukur panas, tapi ada bedanya. Termometer bersifat pasif . Ia hanya mencatat suhu lingkungan tetapi tidak bisa melakukan apapun untuk mengubah lingkungan. Termostat adalah alat yang aktif .
Alat ini menentukan akan menjadi apa sebuah lingkungan. Termostat mempengaruhi perubahan supaya bisa menciptakan iklim. Pemimpin yang baik, mampu menjadi motor perubahan yang menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan cita-cita perusahaan. Kita pun jadi mafhum kalau keberhasilan organisasi/perusahaan hampir 80% nya diciptakan oleh kehebatan CEO-nya. Nah, bener kan! (Nana Suryana).