(Persiapan
Putaran Pertama Pra PKB V di Jogja)
Pengantar:
Putaran Pertama perundingan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) V akan
digelar tak lama lagi. Jika tak ada aral merintang Insyaallah pada
Pebruari atau Maret mendatang. Tentu saja penentuan tanggal tepatnya
masih menunggu undangan dari direktur HCGA. Ada beberapa isu yang
akan dibahas pada rapat yang dilanjutkan dengan Workshop ini. Isu-isu
apa saja yang akan dibahas? Serta pasal-pasal mana yang harus
direvisi? Tentu saja semuanya bermuara demi mempertaruhkan
kesejahteraan sekitar 19 ribu karyawan yang notabene nyaris
seluruhnya anggota Sekar.
Ada isu tak sedap
Pengurus DPP, DPW seluruh Indonesia dan
DPD Jateng mulai berdatangan dari beberapa pelosok negeri. Semuanya
menusuk kota legenda kesultanan Yogyakarta. Tentu dengan berbekal
tekad dan semangat menggebu agar rapat kali ini dapat berjalan
lancar dan membawa bekal untuk persiapan menghadapi perundingan PKB
V. Rapatpun digelar lengkap dengan berbagai isu yang masih enggan
bersahabat dengan kita. Berbagai isu itu bergulir dari internal dan
eksternal.
Untuk mencapai
kesefahaman dan agar putaran pertama PKB V tidak mengalami dead
lock sebagaimana yang sering terjadi
pada perundingan PKB IV, maka seperti biasa dalam rapat kali ini
Sekar hanya berpegang pada prinsip bagaimana agar dalam PKB V
mengalami kenaikan secara gelondongan. Dalam pengertian THP kita kudu
mengalami kenaikan sejalan laju inflasi setiap tahun.
Adapun beberapa isu yang menjadi target
bahasan Sekar di PKB V, sesuai arahan Ketum, Wisnu Adhi Wuryanto,
antara lain: Seputar likudasi kelas band, menyoal migrasi karyawan ke
anak perusahaan, tentang struktur BOD di anak perusahaan, desain
jumlah karyawan unconsolidated 15 ribu karyawan pada tahun 2015,
serta perlunya revisi beberapa pasal PKB terkait dengan hubungan
industrial. Adapun detail konten mengenai hal ini masih dipegang erat
pengurus Sekar.
Isu dari pihak eksternal lebih terkait
dengan adanya tekanan terkait munculnya surat dari Meneg BUMN (pada
era Abubakar) yang mempersoalkan kesejahteraan karyawan Telkom yang
dinilai berlebihan. Padahal kesejahteraan itu masih berada di bawah
rata-rata kesejahteraan industri telco. Namun Sekar optimis dengan
kepemimpinan Meneg BUMN ditangan Dahlan Iskan, akan diperoleh solusi
terbaik.
Selain itu Ketum menyinggung, tentang
ada beberapa celah yang dapat dijadikan dasar akan meningkatnya
kesejahteraan, antara lain melihat pada pertumbuhan revenue 6,4%
serta pertumbuhan ebitda lebih dari 7%. Pertumbuhan ini dinilai telah
berada diatas pertumbuhan rata-rata industri telco. Selain itu adanya
penurunan belanja pegawai yang juga mempunyai peluang untuk
meningkatkan kesejahteraan.
Memaknai Perjanjian Kerja Bersama
(PKB)
Seperti kita mafhum
bahwa misi utama Sekar adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
karyawan melalui bangunan hubungan industrial yang kokoh dan
harmonis. Dalam prosesnya tentu akan dihadapkan pada perbedaan
persepsi. Wajar jika Sekar senantiasa mengkritisi apapun kebijakan
perusahaan yang berpotensi mengancam atau merugikan kesejahteraan
karyawan.
Melalui PKB, perjuangan Sekar telah
menemukan formatnya dalam bentuk perundingan yang dinamakan
Perundingan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). PKB akhirnya telah
menjadi sistem hubungan industrial antara karyawan TELKOM dan
Manajemen TELKOM yang mengatur siklus ketenagakerjaan di TELKOM mulai
dari rekrutmen hingga pensiun.
PKB memang telah
menjadi sebuah manifestasi kemitraan sejati antara Manajemen dan
Sekar. Disinilah diujinya kedua belah pihak untuk memahami arti
pentingnya PKB yang notabene berisi patokan-patokan nilai dan
seperangkat aturan. Ini sesungguhnya sebagai wujud berjalannya
hubungan industrial di perusahaan. Bahkan keberadaanya tak hanya
mengatur sebagai dasar berjalannya roda perusahaan, namun juga bagi
manajemen sebagai dasar dalam menentukan kebijakan terkait hubungan
industrial.
Dalam Mukadimah
disebutkan bahwa antara SEKAR dan Manajemen sepakat untuk
melaksanakan Hubungan Industrial dalam rangka menciptakan hubungan
kerja yang serasi, aman, mantap, tenteram, dan dinamis. Selain itu
juga sebagai perwujudan ketenangan kerja dan perbaikan kesejahteraan
Karyawan, kelangsungan usaha, kepastian hak dan kewajiban
masing-masing pihak SEKAR dan Manajemen TELKOM.
Secara konkrit ditegaskan bahwa SEKAR
dan TELKOM wajib untuk saling mendukung dalam upaya pelaksanaan tugas
perusahaan secara jujur, bertanggungjawab, efisien, dan efektif
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
kepatutan, kewajaran dan kepentingan umum. SEKAR dan TELKOM sepakat
untuk menjadikan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) sebagai pedoman yang
mengatur hubungan kerja, sehingga harus dipatuhi dan dilaksanakan
secara tepat, benar, dan dapat diuji berdasarkan rasa keadilan,
kepatutan, kewajaran, dan kepentingan umum.
Untuk itulah SEKAR
dan TELKOM telah sepakat untuk mewujudkan kemitraan yang konstruktif
dalam konteks hubungan industrial guna mempertahankan dan memajukan
perusahaan serta meningkatkan kesejahteraan karyawan. Serta sepakat
untuk melindungi dengan berupaya meningkatkan hak-hak dan
kesejahteraan karyawan, dengan memperhatikan kondisi perusahaan
sesuai dengan kesepakatan bersama.
Pahami posisi
masing-masing
Dalam konteks itu
maka sudah sewajarnya apabila SEKAR dan Manajemen saling memahami
posisinya masing-masing pada saat akan masuk ke meja perundingan. Tim
Manajemen tentu saja telah dibekali semacam rambu-rambu berupa
batasan-batasan tertentu. Tentang mana yang bisa dan tidak bisa
dikompromikan dan sampai batasan mana kelonggaran yang diberikan.
Bahkan boleh jadi,
sebelum masuk ke meja perundingan Tim Manajemen telah membentuk
formasi atau peta peran anggotanya agar saat bernegosiasi dapat
berjalan lebih efisien dan efektif. Serta yang lebih penting
bagaimana agar dapat lebih dekat menuju kesamaan persepsi dengan para
pihak terkait. Tujuannya agar lebih cepat dan tepat guna memenuhi
harapan para pihak.
Sepertinya hal
itulah yang harus senantiasa menjadi perhatian semua anggota tim yang
terlibat dalam perundingan. Mengapa hal ini begitu penting? Karena
PKB adalah untuk kita semuanya. Artinya jangan sampai terjadi saling
pojok-memojokkan yang menjurus pada dilema yang sulit disolusi. Boleh
jadi pressure demi pressure dilakukan pada kedua belah pihak. Namun
tentu tidak boleh pihak manapun menjadi “terpanggang” di
tengah-tengah. Artinya dihadapkan pada dilema yang sulit disolusi
akibat tekanan dari atas beruapa target-target yang harus
dipenuhi.Sementara tekanan dari bawah berupa harapan-harapan yang
harus terakomodasi.
Jangan jadi bahan cibiran
Tentu saja kita
tidak berharap perundingan PKB V menghasilkan “deadlock”. Sebab
jika ini terjadi tak hanya telah mengulang peristiwa sama pada
perundingan sebelumnya, namun juga akan diresnpon karyawan sebagai
peristiwa ironis. Tidak hanya akan merugikan semua pihak karena akan
kembali ke pemberlakuan PKB-IV yang masa berlakunya sampai tahun ini,
namun juga segala cipta, rasa dan karsa atau segala daya dan upaya,
segala dana dan sumberdaya akan menjadi sia-sia. Deadlock hanya akan
merubuhkan citra buruk kedua tim, karena para anggota Sekar dan
seluruh karyawan dengan segala hormat akan tersenyum sinis. Bahkan,
boleh jadi akan mencibirnya. (*nanas)