”Miangas Oh, Miangas!”. Kata itu terucap ketika kami menginjakkan kaki di bumi pulau Miangas. Sebuah pulau kecil, mungil, terpencil dan tertinggal, nun, di ujung paling utara gugusan kepulauan Sulawesi. Sebuah pulau yang terlihat dari jauh mirip kuburan (makam) itu berbatasan langsung dengan Pulau Mindanao, Filipina.
Ah, bagaimana cerita awalnya sehingga orang mau datang dan berkembang biak di pulau ini? Ketika pertanyaan itu disampaikan kepada Mangkubumi (Pemangku/Pemimpin Adat Miangas), terlontar jawaban: Ada dua kemungkinan. Pertama, karena orang itu sudah putus asa. Dan kedua, orang itu jelas sudah sinting!
Ganasnya alam
Miangas Oh Miangas, pulau yang mempunyai luas 3,15 km2 atau sekitar 210 ha itu rupanya menyimpan sejumlah nestapa penduduknya. Tak hanya lantaran ganasnya lautan yang acapkali didera badai dan gelombang mengerikan. Miangas juga memiliki keterbatasan sumberdaya alam. Hanya kopra dan sedikit hasil laut yang menjadi andalan guna menyokong hidup penduduknya. Berbagai kebutuhan sekitar 700 orang warganya masih sangat bergantung dari luar.
Dari luas wilayah itu tak semua menjadi lahan produktif. Lahan perkebunan ada sekitar 115 ha, daerah rawa 44 ha, padang rumput 20 ha, hutan lindung 22 ha dan wilayah pemukiman hanya 9 ha. Sebagian penduduknya adalah petani kelapa, nelayan dan tukang. Angka pengangguran mencapai 10%. Atau sekitar 70 orang tidak memiliki mata pencaharian tetap.
Fasilitas kesejahteraan di pulau ini boleh dibilang lumayan. Sudah ada sekolah tingkat SD, SLTP dan SMK walau dengan kondisi masih sederhana. Ada pula Puskesmas Pembantu dan dua gereja. Listrik menyala selama 8 jam dari pkl 17.30 s/d 01.30 dengan menggunakan mesin diesel (genset). Telah dibangun juga berbagai kantor penunjang pelayanan lintas batas (Border Crossing Service, BCS) Indonesia-Filipina. Disamping itu Indonesia juga telah membangun kantor Koramil, Polsek, Bea-Cukai, Syahbandar & Navigasi, Pos Imigrasi, PLN, dan Kantor Camat, serta Pos TNI AL dan Pos TNI AD.
Matinya fastel
Namun apalah artinya berbagai infrastruktur dan perkantoran itu dibangun disana tanpa tersedianya fasilitias telekomunikasi. Derita Miangas yang dalam bahasa Talaud berarti Menangis itu menjadi lengkap ketika fasilitas telekomunikasi yang dibangun tahun 2003, sejak pertengahan 2006 silam mati total. Miangas terbungkam karena tak mampu berkomunikasi dengan dunia luar. Miangas menangis karena semakin terisolir, terpisahkan dan tersisih dari induknya.
Keterisoliran Miangas dari dunia luar juga disebabkan terbatasnya kapal laut yang merapat ke dermaga. Kapal Motor Sangiang milik PT. PELNI hanya merapat ke dermaga dua minggu sekali. Itupun jika kondisi laut bersahabat. Jika tidak bersahabat jangan harap ada kapal yang mencium dermaga. Konon, pernah terjadi selama tiga bulan kapal tak ada yang singgah. Akibatnya sebagian besar warga Miangas menangis, merintih, berpegang perut, kelaparan.
Satu-satunya kapal milik pemerintah, KM Sangiang, bagai tak punya nyali untuk singgah di dermaga. Ia lebih suka membatasi perjalanannya sampai pulau Karatung Ibukota kecamatan Nanusa saja. Padahal dari pulau Karatung ke Miangas masih membutuhkan waktu tempuh sekitar enam jam lagi. Alasan mereka, karena lautnya sadis sementara jumlah penumpangnya yang tinggal beberapa orang saja.
Beruntung ada kapal perintis yang teruji loyalitasnya. Sebut saja KMP Meliku Nusa yang berani merapat seminggu sekali. Hanya saja kapal ini lebih gemar bersantai-santai ria dan berputar-putar dari pulau ke pulau di gugusan Sanger Talaud. Sehingga daya tempuh dari Miangas ke Bitung saja bisa mencapai enam hari enam malam. Padahal jika dengan KM Sangiang cukup dua hari dua malam saja.
Tim Sekar Merecovery
Rusaknya fastel Miangas sejak satu setengah tahun terakhir mewajibkan SEKAR TELKOM memperbaikinya. Maka dibentuklah Tim-7 Recovery Fastel Miangas, terdiri dari: Ferdi Rosman Feizal (Bid Usaha DPP Sekar/Ketua Tim), Agus Siswanto (Kabid Usaha DPW IV), Nana Suryana (Bid HAL/Ketua DPD Co), Erick Wiliam Peilouw (JM Airmadidi/Kabid KOSAD DPD Manado), Arnold Moot (JM Kancatel Tahuna), Samuel Maneking (Mitra Catel Tahuna/Koordinator Opsar), dan Mayor CHB Gigih Soegijono (Perwira Perhubungan Wilayah Komando Resort Militer 131/Santiago, Manado).
Tim-7 berangkat dari Bitung pada Jumat (25/4) dengan membawa peralatan dan perbekalan, antara lain 12 buah accu, PBX, kabel-kabel dan alat kerja serta perbekalan makanan. Tim berangkat pkl 21.00 dengan KM Sangiang dan sampai di Miangas pada Minggu (27/4).
Sesampainya di Miangas, benar saja, kondisi perangkat fastel rusak parah. PBX STOrman 864 rusak total, panel solar sel ada yang pecah, besi-besi penyangga solar sel dimakan karat, battery lemah (soak), inverter dan automatic sensor AC serta battery charger rusak.
Proses recovery memakan waktu seminggu. Antara lain dengan mengganti battery dengan yang baru, PBX dan Inverter diganti baru; Memindahkan solar sel dan dish/parabola (untuk menghindari karat) yang semula di halaman koramil pinggir laut ke tempat baru di rumah Apitalau (Kepala Desa Miangas); Serta membangun kembali Kamar Bicara Umum (KBU) yang oleh Apitalau sudah dijadikan lemari pakaian.
Tampilnya Sekar
Tampilnya Sekar Telkom lebih didasarkan pada hasil kerjasama dengan KODAM VII Wirabuana, dimana Sekar TELKOM turut berpartisipasi dalam rangka mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Terutama dari nakalnya negara-negara tetangga yang suka mengklaim beberapa pulau yang menjadi wilayah teritorial Indonesia masuk dalam wilayahnya dan menjadi miliknya.
Tentu saja partisipasi TELKOM c.q. SEKAR itu sesuai kapasitasnya sebagai penyedia jasa telekomunikasi guna membuka dan memberikan akselerasi komunikasi timbal balik bagi pelaku-pelaku ekonomi dari luar dan dari dalam pulau Miangas.
Telkomsel hadir di Miangas
Pulau Miangas sudah pasti tidak mendapat perhatian operator-operator telekomunikasi lain negeri ini. Bahkan dilirik pun tidak. Namun TELKOM tersentuh untuk menyediakan fastel. Maka sejak tahun 2003 telah beroperasi fastel Miangas walaupun masih terbatas berupa WARTEL VSAT (Very Small Aparture Terminal) yang dikelola oleh Aparat Desa dengan dua Line atau dua Kamar Bicara Umum (KBU). Waktu itu pendanaan diperoleh dari dana USO semasa Pemerintahan Megawati Soekarno Putri. Pelanggan pun mulai digalang yang hingga tahun 2006 mencapai 22 pelanggan. 18 diantaranya pelanggan instansi. Sisanya perorangan.
Kini Telkomsel juga turut hadir di Miangas dengan memasang Mini BTS-nya. Teknologi yang digunakan adalah Solar Power System (SPS) dengan System APB (automatic power back up). Coverage area hanya sekitar 100 meter. Bagi Telkom, hadirnya GSM di Miangas sangat menggembirakan. Fastel Miangas kini diserahkan ke Telkomsel. Dari 22 pelanggan Telkom diputuskan untuk dicabut semua (karena kebetulan tak satupun yang bayar rekening tagihan). Sebagai gantinya mereka hanya diberikan akses untuk lokal setempat saja sebagai alat koordinasi.
Sedangkan pilihan bertelepon, selain melalui GSM juga melalui Wartel Vsat yang menyediakan satu KBU di rumah Apitalau dengan fasilitas tambahan incoming only yang khusus digunakan oleh Pos TNI AD untuk Koordinasi Keamanan Perbatasan Negara..
Latar Belakang kehadiran SEKAR
Pada pertengahan tahun 2005 Pangdam VII/Wirabuana, Mayjen TNI Arief Budi Sampurno, sepulang menghadiri resepsi pernikahan Putri Bapak Presiden RI di Istana Bogor, mengajak SEKAR (melalui DPW IV) untuk membahas penyediaan fasilitas telekomunikasi di Pulau Miangas. Alasannya karena keberadaan Miangas sangat strategis yang berada dalam Wilayah Perbatasan dan disinyalir dijadikan jalur keluar dan masuknya terorisme dari Philipina. Selain itu Miangas merupakan jalur penyelundupan senjata dan narkoba serta wilayah pencurian Ikan oleh Kapal-kapal asing diperairan Laut Sulawesi.
SEKAR menyambut baik dan antusias ide Pangdam VII/Wirabuana itu dengan memberikan gambaran Fastel yang akan dibangun serta biaya investasi yang relatif murah. Konfigurasi Network kemudian didesain mulai dari Switch Hub Makassar-Panakukang, Dish, Satelit hingga turun ke Dish di Pulau Miangas yang terhubung dengan modem VSAT, PBX dan Jaringan Akses ke Pelanggan serta Cordless untuk Kapal Perang (KRI).
Model Fastel Perbatasan
Konfigurasi dan Instalasi Catudaya sentral telepon Miangas menggunakan solar cell, dimulai dari pengisian solar cell ke Battery melalui Inverter yang dilengkapi dengan BCR (Battery Control Regulator) dan Pengubah aliran listrik DC menjadi AC melalui Inverter kapasitas 500 Watt, serta melalui sistem otomatis pengalihan catuan menggunakan sensor AC dan cadangan energi dari UPS (Uninterruptable Power Supply).
Informasi data demografi serta sarana dan prasarana yang disampaikan Pangdam VII/Wirabuana, khususnya ketersediaan catuan listrik PLN yang terbatas dengan mempertimbangkan konsumsi daya listrik dari CPU Komputer, monitor, printer yang cukup besar, membuat disain konfigurasi Network harus diganti dengan teknologi yang sederhana, hemat energi dan ditambah dengan Solar System.
Model Fastel Perbatasan dijadikan pilihan dengan mempertimbangkan: Solar System Mengurangi ketergantungan catuan listrik PLN khususnya pada Siang Hari dan setelah Catuan PLN dimatikan pada Jam 01.30, sehingga Fastel dapat beroperasi penuh selama 24 Jam.
Menggunakan PBX STOrman 864 disamping hemat konsumsi energi Listrik, juga dapat menjadi pilihan untuk menanggulangi keterbatasan SDM yang akan mengelola Fastel, dengan teknologi yang sederhana dan user frendly dan tanpa bantuan komputer untuk program-program selanjutnya, termasuk Cetak Tagihan, Buka tutup isolir Pelanggan, setting Waktu dll hanya dilakukan dari pesawat telepon Operator di Sentral Telepon.
Disain konfigurasi pada awalnya didesain dengan mendapat dukungan penuh dari: Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk penyediaan solar system dengan SYNA Inverter (I); PT. SYNA TEKNIKA untuk penyediaan solar system dengan SYNA Inverter (II); PT. LEN Industri Dalam penyediaan Panel Surya; PT. Elektrindo Daya Pakarnusa – Bandung dalam penyediaan Alat Sensor AC, UPS dan Battery Charger; PT. Quasar Cipta Mandiri dalam penyediaan Sentral PBX type STOrman; Serta Varacom Jaya Mandiri – Bandung dalam penyediaan alat-alat Telekomunikasi.
Kini konfigurasi dan aplikasi teknologi tersebut sudah dapat dilakukan secara mandiri oleh Tim Sekar. Tim Sekar pun telah siap untuk membuka keterisoliran fastel untuk pulau-pulau terpencil lainnya. (na2s/ferdi).