Minggu, 18 Agustus 2013

Krisis Mesir: Buah Revolusi Yang Gagal

Sebuah kudeta yang disponsori militer Mesir—berkerjasama dengan kelompok sekular liberal, dengan dukungan Kristen koptik dan Syaikh Ahmad ath-Thayib dari al-Azhar—telah menumbangkan Mursi dari jabatan presiden Mesir. Mursi yang terpilih secara demokratis mendapatkan kenyataan pahit: Partai an-Nur yang berlatarbelakang salafi justru mendukung kudeta yang dilakukan militer Turki.

Beberapa negara-negara Arab kaya, secara memalukan, mengucapkan selamat atas kudeta ini dan memuji keberanian militer Mesir. Raja Arab Saudi Abdullah mengirimkan ucapan selamat kepada pemimpin baru Mesir. “Atas nama rakyat Arab Saudi, saya mengucapkan selamat kepada Anda karena mengambil-alih kepemimpinan Mesir pada saat kritis ini dalam sejarah Mesir,” ujar Raja Abdullah dalam pesannya seperti dilansir kantor berita AFP,Kamis (4/7/2013).

Raja Abdullah juga memberikan pujian kepada militer Mesir dan pemimpinnya Jenderal Abdel Fattah al-Sisi karena menggunakan “kebijaksanaan” dalam membantu menyelesaikan krisis ini dan menghindari “konsekuensi yang tak terbayangkan”.

Tidak hanya itu, negara-negara Arab ini berjanji akan memberikan bantuan kepada rezim baru Mesir bentukan militer. Khawatir rezim militer Mesir yang didukung Amerika Serikat kembali jatuh, para penguasa kaya negara Arab berjanji memberikan bantuan 12 miliar dolar untuk Mesir. Bantuan dari negara-negara kaya Arab di Teluk Persia merupakan hal yang penting bagi para pemimpin Mesir yang didukung militer, agar dapat bernafas lega untuk melakukan pembayaran impor pangan dan bahan bakar. Namun, manfaat bantuan itu hanya untuk sementara, karena ekonomi Mesir yang rusak tetap tidak diperbaiki.

Buah ‘Revolusi’ Mesir yang Gagal

Penggulingan Mursi bisa disebut merupakan buah ‘revolusi’ Mesir yang gagal. Pertama: perubahan yang terjadi di Mesir sebagai imbas dari ‘Arab Spring’ hanya terjadi pada pergantian figur Mubarak dan orang-orang yang dianggap dekat dengannya. Adapun rezim militer yang selama puluhan tahun menjadi pemain utama panggung politik Mesir tidak berubah. Rezim militer masih memiliki peran sentral dalam perpolitikan Mesir. Dalam kenyataannya, militer merupakan pemegang kekuasaan riil di Mesir hingga saat ini.

Mursi yang dipilih secara demokratis harus menghadapi kenyataan ini. Mursi tidak bisa berbuat banyak karena harus berhadapan dengan dominasi militer penguasa riil Mesir. Presiden yang berasal dari Ikhwan al-Muslimin ini, dibatasi oleh kepentingan-kepentingan militer.

Bisa jadi militer Mesir yang korup dan berada dalam kendali penuh Amerika Serikat. Meskipun pada awalnya terpaksa menerima Mursi, belakangan militer melihat Mursi sebagai ancaman kepentingan mereka baik itu kepentingan bisnis korup militer atau kepentingan ideologi Amerika Serikat yang menjadi tuan besar militer selama ini.

Militer Mesir memang dikenal bengis terhadap lawan-lawan politiknya dan korup. Militer dengan kekuasaan tunggal memiliki banyak bisnis. Tidak ada yang tahu persis berapa sektor ekonomi yang mereka kuasai. Perwira-perwira tinggi militernya memilik banyak perusahaan termasuk produsen laptop, tv, pemasok peralatan medis, air minum, real estate termasuk bisnis parawisata di tepi Pantai Sharm El Sheikh. Sebagian gubernur di berbagai kawasan di Mesir juga merupakan pensiunan perwira tinggi militer. Bisa jadi beberapa kebijakan Mursi seperti penunjukkan gubernur dari kelompok Ikhwan dan kebijakan parawisata dianggap mengancam bisnis militer. Seperti yang sering dijadikan alasan kelompok oposisi, Mursi melakukan ‘ikhwanisasi’.

Secara ideologis, Amerika punya tiga kepentingan besar di Timur Tengah, termasuk Mesir.Pertama: menjamin suplay energi murah untuk Amerika terutama minyak. Kedua: terjaminnya eksistensi entitas zionis Yahudi. Ketiga: membendung gerakan-gerakan Islam politik yang ingin menegakkan Daulah Islam atau Khilafah yang jelas-jelas mengancam kepentingan Amerika.

Dalam konteks ini, bagaimanapun bagi negara adidaya ini, keberadaan penguasa Mesir dari kelompok liberal sekular dengan dukungan militer jauh lebih aman dibandingkan dengan penguasa yang berasal dari kelompok Islam. Meskipun rezim Mursi sendiri berupaya menampilkan sosok ‘islam moderat’ yang pluralis dan demokratis, kecurigaan bahwa kelompok Islam seperti Ikhwanul Muslimin memiliki agenda tersembunyi ingin menegakkan syariah Islam masih ada.

Apalagi pasca tumbangnya Husni Mubarak, seruan-seruan penegakan syariah Islam semakin kencang dilakukan di tengah-tengah masyarakat, khutbah-khutbah Jumat dan ceramah-ceramah keagamaan. Seruan-seruan jihad membebaskan Palestina pun semakin terbuka dilakukan. Para demonstran secara berani menyerbu Kedubes Israel di Kairo. Ini tentu saja sangat mengkhawatirkan Amerika Serikat dan sekutu militernya.

Tidak mengherankan kalau Amerika Serikat terus-menerus memilihara militer meskipun selama puluhan tahun melakukan kekejaman hingga sekarang ini dan korup. Selama lebih dari 30 tahun, pemerintah demi pemerintah yang berkuasa di Gedung Putih, terus menyalurkan sejumlah besar bantuan militer ke Mesir. Bantuan ini merupakan bantuan kedua terbesar yang dikeluarkan Negara Paman Sama ini setelah bantuan ke Israel; termasuk bantuan mesin perang dan jet-jet tempur F-16. Selain itu terdapat 500 pejabat militer Mesir yang menempuh pascasarjana militer di Amerika setiap tahun. Bahkan pria yang memimpin militer dan menggulingkan Mursi adalah alumni US Army War College di Pennsylvania. Melihat kedekatan militer Mesir dengan Amerika Serikat hampir bisa dipastikan seluruh tindakan militer Mesir termasuk dalam penggulingan Mursi tetap dalam restu negara imperialis Amerika Serikat.

Perubahan yang hanya sebatas figur Husni Mubarak ini tentu saja tidak membawa perubahan yang sifatnya ideologis dan sistemik. Sistem yang diterapkan di Mesir tetap saja sekular, jauh dari syariah Islam. Ini pulalah yang menyebabkan mengapa ekonomi Mesir tidak banyak berubah. Pasalnya, pangkal persoalan ekonomi Mesir justru karena negara itu masih tunduk pada kebijakan-kebijakan ekonomi Barat. Pada masa Mursi, negara itu masih bekerjasama dengan lembaga-lembaga ekonomi global seperti IMF dan Bank Dunia yang menjadi organ global penjajahan Barat. Kondisi ekonomi yang belum mememuaskan masyarakat inilah yang digunakan oleh kelompok sekular dan militer untuk memprovokasi rakyat menentang Mursi.
Masa Depan Mesir

Untuk perbaikan yang nyata bagi Mesir ke depan, tidak ada pilihan lain kecuali menghilangkan penyebab-penyebab kegagalan ‘revolusi’ yang berhasil menumbangkan Husni Mubarak. Untuk masa depan Mesir ada beberapa agenda penting yang harus dilakukan. Pertama: tidak cukup perubahan figur atau rezim, tetapi harus terjadi perubahan sistem. Sistem sekular yang menjadi pangkal persoalan di Mesir selama ini harus diganti dengan sistem Islam yang menerapkan seluruh syariah Islam di bawah naungan Khilafah.

Kedua: militer Mesir yang memiliki posisi strategis harus mengubah loyalitas mereka dari menghamba kepada Amerika menjadi semata-mata mengabdi kepada Allah SWT; dari melayani kepentingan penjajahan Amerika menjadi benar-benar melayani kepentingan rakyat untuk kebaikan rakyat. Inilah yang memberikan jalan kebaikan bagi milter.

Ketiga: harus diputus secara total bentuk hubungan dengan Amerika dan sekutu-sekutunya, termasuk organ-organ politik dunia mereka seperti PBB, IMF, dan Bank Dunia. Sikap menerima bantuan Amerika dan berkerjasama dengan negara itu telah mengokohkan intervensi dan penjajahan Amerika di Mesir dan Dunia Islam. Amerikalah musuh sejati umat Islam, bukan sesama umat Islam.

Untuk itu umat Islam Mesir maupun negeri-negeri Islam lainnya tidak memiliki pilihan lain kecuali berjuang bersama untuk menegakkan Khilafah Islam sebagai sebuah kewajiban yang diperintahkan Allah SWT. Dengan Khilafah Islam, seluruh syariah Islam akan ditegakkan, persatuan umat Islam sejati akan kokoh, kebaikan di dunia maupun di akhirat bisa diraih. Inilah jalan satu-satunya. Tidak ada yang lain. []/hizbut-tahrir.or.id

Fikih Puasa yang Wajib Diketahui

Makna puasa Puasa dalam bahasa Arab disebut dengan Ash Shiyaam (الصيام) atau Ash Shaum (الصوم). Secara bahasa Ash Shiyam artinya adalah al i...